Potret Pilu Layanan Kesehatan di Negeri Piliana, Maluku Tengah

Konten Media Partner
16 Mei 2019 13:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu bayi yang meninggal di Negeri Piliana.  Dok: Rince
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu bayi yang meninggal di Negeri Piliana. Dok: Rince
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lentera Maluku - Selama bulan Mei, tercatat lima bayi meninggal dunia secara berturut-turut di Negeri Piliana, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah. Empat bayi di antaranya karena sudah lama sakit, dan satu bayi dinyatakan meninggal dalam kandungan sang ibu pada saat proses persalinan.
ADVERTISEMENT
Belum juga menyelesaikan proses pemakaman, warga dihebohkan lagi dengan kabar duka atas meninggalnya seorang pria lanjut usia (lansia) yang kondisi tubuhnya sangat memprihatinkan, di mana hanya kulit yang membungkus tulang. Begitulah kisah pilu yang diceritakan oleh Rince Rumahenga kepada Lentera Maluku, Kamis (16/5).
Kejadian berawal pada Mei 2019, peristiwa demi peristiwa dan sampai saat ini belum ada solusi untuk penanganan masalah kesehatan di Negeri Piliana.
Pasalnya, layanan kesehatan di Negeri Piliana jauh dari harapan. Meskipun mereka sudah punya satu bangunan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang terbuat dari papan kayu, tetapi penyediaan obat-obatan tidak memadai.
Bahkan untuk tenaga medis pun hanya ada satu perawat honorer, itu pun kebetulan anak daerah, dengan inisatif sendiri, sekalipun dengan keterbatasan pengalaman, dia mau mengabdi untuk kampung halamannya. Membantu keluhan warga yang sakit.
Bangunan Polindes yang terbuat dari kayu serta tidak miliki fasilitas yang memadai. dok: Rince
Di Piliana, ada sekitar 500 sampai 600 jiwa, mereka sangat membutuhkan obat-obatan, tenaga medis, dan fasilitas kesehatan lainnya. Apalagi dengan kondisi desa yang jauh dari Pusat Kecamatan, sekitar satu sampai dua jam perjalanan. Belum lagi akses jalan yang rusak, mengakibatkan adanya keterlambatan dalam menyuplai obat-obatan maupun kebutuhan lainnya.
ADVERTISEMENT
Parahnya, bila ada program pengobatan massal di Negeri Piliana, obat-obatan itu tidak diberikan sebagai persediaan, tetapi dibawa pulang kembali. Sehingga Pemerintah Negeri berinisiatif untuk menyuplai obat-obatan setelah pencairan Alokasi Dana Desa (ADD). Namun, kebutuhan masyarakat sangat mendesak, pencairan ADD belum dilaksanakan, stok obat-obatan di Polindes sudah habis.
Ini bukan hal yang biasa, tetapi masalah serius yang harus segera ditangani. Bukan cuma terkait minimnya layanan atau fasilitas, tetapi perlu ada pendampingan juga bagi para orang tua. Iya, orang tua harus miliki tindakan yang cepat untuk melaporkan pada pemerintah daerah atau kader kesehatan, agar bisa dicarikan solusinya.
Menurut Rince, dua bayi yang meninggal dunia karena sakit, disebabkan orang tua terlambat menyampaikan informasi kepada pemerintah daerah dan kader kesehatan untuk pertolongan pertama atau biasanya dibawa ke pusat kecamatan.
Salah satu keluarga yang kehilangan bayinya. Dok: Rince
Satu bayi yang lain, juga meninggal karena sakitnya sudah seminggu. Rince dan beberapa warga, serta perawat, berusaha melakukan pertolongan seadanya, tetapi usaha itu sia-sia, sang bayi tidak dapat tertolong dan meninggal dunia.
ADVERTISEMENT
Sambil mengurus proses pemakaman bayi itu, kabar duka kembali membuat geger warga Piliana. Seorang ibu hamil yang sedang dalam proses persalinan, harus kehilangan anak yang masih berada dalam kandungan, bayi tersebut dinyatakan meninggal.
Dalam kondisi serba keterbatasan seperti itu, kasus ibu hamil hanya bisa ditangani oleh mama biang (dukung beranak), ia dipercaya oleh warga setempat bisa membantu persalinan secara tradisional.
Kasus meninggalnya bayi secara berturut-turut ini terjadi tepat pada tanggal 2 – 3 Mei 2019. Rince yang masih awam dengan pelayanan kesehatan harus turun tangan karena rasa kemanusiaan. Setelah mengurus bayi-bayi itu, Rince harus menelan ludah karena masih ada berita duka lagi dari warga Piliana.
“Ada seorang opa (kakek) yang sakit terbaring lemah, di tempat tidur dan tidak mau makan, entah bagaimana caranya, kami awam. Dengan kondisi yang memprihatinkan (kulit bungkus tulang), perawat tak bisa mengambil risiko untuk menyuntik sang opa,” ungkap Rince.
ADVERTISEMENT
Mereka pun mencari informasi untuk bisa membantu kakek yang sudah lanjut usia itu dengan memberikan vitamin. Sayangnya, jangankan vitamin yang mahal, sebutir Sangobion pun tidak ada di Polindes. Sang kakek pun menghembuskan napas terakhirnya.
“Upaya ini terus kami lakukan dan solusi awal, yakni memberikan vitamin bagi opa tapi ironisnya vitamin (Sangobion) juga tidak ada di Polindes. Bagaimana ini harus ditangani? Berupaya memikirkan cara-cara sederhana namun semua terlambat, opa menghembuskan napas terakhir sebelum niat sederhana kami lakukan,” ujar Rince.
Negeri Piliana butuh tenaga medis, obat-obatan, juga butuh perbaikan jalan yang rusak, agar perjalanan ke pusat kecamatan bisa lancar tanpa hambatan.
Kondisi jalan raya di Piliana, Kecamatan Tehoru.
“Tenaga profesional dan obat-obatan mesti ada di Negeri ini, sebagai tindakan pertolongan awal. Namun kalau tak ada, tangis menjadi akhir upaya kami,” kata Rince.
ADVERTISEMENT
“Bagi pihak berwewenang, dengarlah jeritan kami. Kami membutuhkan hati dan tangan yang peduli bagi kelangsungan hidup yang lebih baik,” ungkapnya.
Rince yang saat ini sedang menjalankan studi Kependetaan GPM sebagai Vikaris di Negeri Piliana, menegaskan agar kesehatan yang menjadi kebutuhan dasar manusia harusnya diperhatikan dan ditingkatkan. Katanya lagi, mereka yang jauh dari pusat kecamatan dengan keterbatasan sarana transportasi, sangat membutuhkan bidan maupun tenaga medis lainnya, serta persediaan obat-obatan. (LM1)