Secercah Harapan dalam Kelamnya Sarana Pendidikan di Pelosok Maluku

Konten Media Partner
21 Mei 2019 13:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto bersama anak sekolah, beberapa pengerak pendidikan MBD, dan pihak kepolisian. Dok : M. AKbar
zoom-in-whitePerbesar
Foto bersama anak sekolah, beberapa pengerak pendidikan MBD, dan pihak kepolisian. Dok : M. AKbar
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku. Tingkat kesejahteraan pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan kemiskinan di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) masih memprihatinkan. Upaya-upaya pembenahan terus dilakukan oleh pemerintah. Namun sampai saat ini, belum ada tanda-tanda perubahan besar, terutama di bidang pendidikan.
ADVERTISEMENT
Tengok saja daerah pelosok di MBD. Beberapa sekolah tak punya perpustakaan, bahan ajar dan buku bacaan sangat minim, ditambah lagi sulitnya akses jalan dari kecamatan menuju kabupaten, serta tidak adanya penerang listrik dan jaringan telekomunikasi. Alhasil, kemajuan pendidikan terhambat.
Sekilas informasi, Kabupaten MDB adalah salah satu dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Ibu kotanya adalah Tiakur, yang berada di Kecamatan Moa Lakor. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2008, MDB dimekarkan dari Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). Penjabat Bupati MDP yang pertama bernama Jopie Patty (2008-2009).
Foto Bersama Sekretaris Daerah MBD dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan MBD, Dok: M. Akbar
Melihat keterbatasan yang ada di Kabupaten Maluku Barat Daya, Pemerintah dan Yayasan Indonesia Mengajar berkolaborasi untuk menempatkan para pengajar muda di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten MBD.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan misi Indonesia Mengajar, yakni mendorong terciptanya dampak yang berkelanjutan di daerah entitas sasaran, membangun jejaring pemimpin masa depan yang memiliki pemahaman akar rumput, dan mendorong tumbuhnya gerakan sosial pendidikan di Indonesia.
Kegiatan utama Indonesia Mengajar adalah merekrut, melatih, dan mengirimkan anak muda Indonesia, yang merupakan lulusan terbaik perguruan tinggi, untuk bertugas selama satu tahun di berbagai daerah di Indonesia sebagai guru Sekolah Dasar.
Para Pengajar Muda
Muhammad Akbar dan tujuh rekan lainnya dari Yayasan Indonesia Mengajar merupakan pengajar muda yang ditugaskan untuk mengabdi di pelosok Kabupaten Maluku Barat Daya. Sudah satu tahun mereka hidup bersama masyarakat pelosok MBD.
Mereka terpisah jauh dari ingar-bingar kota dan hidup tanpa jaringan telekomunikasi dan internet. Gelap malam di sana tampak lebih pekat. Wajar saja, sebab di beberapa pulau MDB tidak ada penerang listrik. Mereka bahkan hanya bisa sebulan sekali mengakses transportasi ke pusat kabupaten.
ADVERTISEMENT
Dengan serba kekurangan itu, semangat Muhammad Akbar dan rekan-rekannya tidak surut semangat. Mereka tetap memilih tegar demi membangun sumber daya manusia di MBD. Mereka hadir di beberapa sekolah sebagai pengajar muda.
Kegiatan Elo Manise Festival di Pulau Sermata. Dok: M. Akbar
Di luar tugas dasarnya sebagai guru, para pengajar muda juga memiliki mandat untuk menggerakkan perubahan perilaku di tempatnya bertugas.
Tahun 2018 merupakan tahun ketiga bagi Indonesia Mengajar hadir di MBD. Pada Mei 2019, Akbar dan rekan-rekannya akan genap satu tahun. Di sisi lain, itu artinya mereka harus bersiap pula balik ke kota asal masing-masing,
Berikut profil kedelapan pengajar muda dari angkatan ke-XVI Yayasan Indonesia Mengajar itu:
ADVERTISEMENT
Mereka ditugaskan untuk menjadi guru dan wali sekolah di tempat tugas masing-masing. Tugas mereka adalah membangun pendidikan di daerah tertinggal melalui sumber daya manusia di daerah MBD.
ADVERTISEMENT
Kepada Lentera Maluku, Muhammad Akbar mengatakan, mereka tidak sendiri dalam menjalankan tugas mengembangkan semangat generasi penerus di MBD yang masih tertinggal. Mereka juga dibantu oleh masyarakat dan juga pemerintah daerah setempat.
Proses belajar Gams Outdor dengan anak-anak Sekolah. Dok: M. Akbar
Ya, karena pendidikan bukan tanggung jawab guru dan kepala sekolah saja, tapi pendidikan adalah tanggung jawab semua orang, seluruh lapisan masyarakat.
“Kami sadar bahwa kedatangan kami masih banyak yang kurang, tapi kami harus tunjukkan ke semua orang, ke publik bahwa jika kami bisa, maka generasi MBD juga bisa,” tegas Akbar.
Akbar menyebut, salah satu kendala terberat mereka selama bertugas adalah masalah akses. Mereka tidak bisa menjangkau setiap pulau, karena akses yang terbatas, sedangkan ruang lingkup kerja mereka mencakup desa, kecamatan, dan kabupaten.
ADVERTISEMENT
Meskipun hidup dengan segala kekurangan dan keterbatasan yang ada. Namun, Akbar mengakui bahwa anak-anak di MBD memiliki semangat belajar yang sangat tinggi.
Akbar mengatakan, selain akses, kendala lainnya yang juga berdampak besar dan menyulitkan adalah ketidaktersediaan infrastruktur dengan baik. Lalu, minimnya bahan ajar juga sangat berpengaruh, karena itu merupakan modal untuk menggerakkan pendidikan di MBD dan Maluku secara umum.
“Salah satu murid saya namanya Dilan, semangat bacanya tinggi, setiap bertemu Dilan sudah pasti bertanya, bapak guru sudah ada buku baru apa belum? Ini adalah pertanyaan yang sangat membuat hati saya terharu, walau dengan keterbatasan mereka tetapi memiliki semangat untuk belajar,” ungkapnya.
Muhammad Akbar: Pengajar Muda di Maluku Barat Daya
Akbar dan rekan-rekanya berharap, ada gerakan yang peduli terhadap pendidikan di MBD, yang mampu membawa atau mengirim buku untuk pendidikan ke pulau-pulau di MBD yang masih kurang dalam hal pendidikan.
ADVERTISEMENT
“Buku sangat berguna dan sangat bermanfaat bagi anak-anak di sana, karena kita tak bisa mengharapkan bantuan dari pemerintah, namum kita sudah harus memiliki inisiatif tersendiri untuk tetap mengembangkan pendidikan,” tandasnya.
“Siapa pun yang ingin generasi MBD, meraih cita-citanya menjadi dokter, dosen, praktisi, atau apa pun itu, maka bantulah mereka dengan bergerak dalam bidang pendidikan lain-lain,” lanjutnya (LM2)