Sekolah Dibakar, Empat Bulan Siswa di Hualoy dan Tumalehu Terlantar

Konten Media Partner
11 Juni 2019 11:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu bangunan SD di Desa Hualoy yang terbakar pada konflik Februari 2019. Dok : Sadam Tubaka
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu bangunan SD di Desa Hualoy yang terbakar pada konflik Februari 2019. Dok : Sadam Tubaka
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku. Sudah empat bulan ini, tiga bangunan pendidikan di Kecamatan Amalatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), tidak diperhatikan oleh Pemerintah Daerah. Pasalnya bangunan pendidikan milik pemerintah itu, juga ikut terbakar pada konflik antar Desa Hualoy dan Desa Latu pada tanggal 20 Februari 2019 lalu. Tiga bangunan itu adalah SD Negeri 1 di Desa Hualoy, SD Negeri 2 Hualoy dan SMP Negeri 11 Kairatu di Desa Tumalehu.
ADVERTISEMENT
Selain bangunan Sekolah, dua unit rumah guru juga ikut terbakar akibat konflik tersebut. Lalu bagaimana nasib para siswa-siswi tersebut?, bagaimana dengan proses belajar meraka selama empat bulan ini?, bagaimana mereka menghadapi UN dan US?, Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang mestinya kita jawab bersama. Perlu ada tindaklanjut dari pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten maupun Provinsi, juga Gubernur dan Bupati sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di daerah. Agar segera menyelesaikan masalah pendidikan, yang saat ini menjadi hambatan di Desa Hualoy.
Kondisi sekolah sementara di Balai Desa Hualoy yang dipetakkan dengan tripleks.
Salah satu Kepala Sekolah yang tidak mau menyebutkan namanya, Ia mengatakan bahwa sejauh ini belum ada informasi yang jelas soal renovasi sekolah dan juga tindak lanjut dari Pemda terkait sekolah yang terbakar.
ADVERTISEMENT
Kepada Lentera Maluku (10/6), Ia dengan semangat mengatakan, demi keberlangsungan pendidikan di Desa Hualoy, maka mereka berinsiatif untuk memakai gedung Balai Desa, sebagai gedung sementara untuk menampung puluhan siswa dari SD Negeri 1 Hualoy dan juga SD Negeri 2 Tumalehu, untuk malakukan aktivitas peroses belajar mengajar.
“Dulu ada sinyal jelas dari Pemda SBB soal sekolah kami yang terbakar akibat konflik, namun sampai sekarang belum juga ada kejelasan yang serius dari pemda”, ungkapnya.
Proses belajar di pinggir pantai. Dok : sadam tubaka
Lanjutnya, bahwa gedung Baileo Desa Hualoy yang berlantai dua itu, dipakai untuk sekolah tetapi tidak bisa menampung para siswa dari dua sekolah sekaligus, karena kapasitas gedung yang terbatas.
“Kami mempetakkan gedung balai desa itu menjadi enam bagian, dua petak pada lantai atas dan juga empat petak pada lantai bawa. Dengan petakan yang kami gunakan dari tripleks. Dan itu sulit untuk mengajarkan anak-anak, karena dunia anak-anak adalah dunia bermain, apa lagi dua sekolah gabung dengan puluhan siswa tersebut, proses belajar pun tidak maksimal”, ungkap Kepala Sekolah yang tidak mau namanya disebutkan.
ADVERTISEMENT
Ia berharap kepada Pemda SBB maupun Provinsi agar secepatnya menindak lanjuti pembangunan infrastruktur gedung sekolah, yang sampai sekarang belum ada kejelasan.
Tidak hanya Kepala Sekolah yang mengungkapkan keresahannya, salah satu pegiat pendidikan Maluku, yang juga merupakan warga Desa Hualoy, Saddam Malik Tubaka, juga menyampaikan kekecewaannya di laman Facebooknya, atas ketidak perhatiannya Pemda dalam melihat masalah pendidikan di Desa Hualoy. Berikut ini adalah catatan kritis Sadam Malik Tubaka dalam akun media sosialnya.
“Sapa mau peduli??
Jang marah beta..
Beta hanya tabaos sadiki perihal kondisi Pendidikan di Negeri ini
Jang sampe lupa dan melupakan
Pendidikan adalah pionir pembangunan masa depan suatu bangsa, jika pendidikannya baik maka kemajuan n kemakmuran menghampiri tapi jika pendidikannya bobrok maka kehancuran dan perpecahan tinggal menghitung hari..
ADVERTISEMENT
Pasca sekolah terbakar februari 2019 lalu, nasib dan masa depan generasi menjadi terombang ambing..
Semua fasilitas terutama buku-buku lenyap terbakar..
Untuk penuhi anak-anak punya kemauan dan semangat belajar maka ruang bukan lagi jadi penghambat sebab semesta masi sedia tempat.
Di atas pasir putih tepi pantai..
Di pinggir sungai..
Dan di bangunan kantor desa menjadi solusi terakhir bagi anak-anak untuk tetap belajar demi menggapai masa depan dan mewarisi peradaban.
Salam damai..
Salam pemerhati Pendidikan..“
Dengan sedikit menggunakan bahasa Ambon, pada tulisan itu, Sadam juga mengunggahnya dengan beberapa foto kegiatan belajar di piggir pantai dan bangunan sekolah yang terbakar.
Para siswa diajak sekolah di pantai. Dok : Sadam Tubaka
Ia seperti ingin mengingatakan kepada pemerintah untuk tidak lupa dengan kondisi anak-anak di Desa Hualoy, untuk memperhatikan pendidikan secara merata termasuk kondisi sekolah yang terbakar akibat konflik.
ADVERTISEMENT
Dari status tersebut, wartawan Lentera Maluku langsung melakukan konfirmasi melalui telpon genggam (10/6). Dia pun mengiyakan tentang kebenaran stastus tersebut. Sadam bertekad ingin melakukan aksi simpatisan penggalangan bantuan buku, kepada puluhan siswa SD dan SMP, demi keberlangsungan pendidikan di Hualoy.
“InsyaAllah kita akan melakukan penggalangan buku di Kota Ambon dan akan menyumbankan ke sekolah-sekolah yang mengalami kebakaran, paska konflik Februari lalu”, ujar Sadam.
Dia berharap ada perhatian khusus dari Pemda SBB, untuk secepatnya menindaklanjuti masalah pendidikan yang sampai saat ini, belum ditangani secara serius di Kabupetn SBB, khususnya Desa Hualoy dan Desa Tumalehu Kecamatan Amalatu. (LM2)