Semangat Siti Rahmi Mendidik Anak-anak di Kamp Pengungsi Gempa Maluku

Konten Media Partner
11 Oktober 2019 11:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siti Rahmi (kanan) saat layani pengungsi memberikan sarapan pagi. Dok : Abu
zoom-in-whitePerbesar
Siti Rahmi (kanan) saat layani pengungsi memberikan sarapan pagi. Dok : Abu
ADVERTISEMENT
Lentera Maluku- Siti Rahmi (41), salah satu korban bencana gempa Maluku, rumahnya ikut hancur akibat goncangan 6,5 SR, Kamis (26/9). Meski tinggal di kamp pengungsian dengan segala keterbatsan, namun Siti Rahmi tidak tega melihat kondisi anak-anak korban gempa yang terpuruk. Rasa keprihatinan ini menarik dirinya untuk menjadi relawan di lokasi pengungsian Negeri Liang.
Siti Rahmi Berbaagi serapan pagi bagi para pengungsi. Dok : Abu
Sosok perempuan tangguh ini, merupakan Guru di MTS Negeri 6 Maluku Tengah. Di kamp pengungsian, caca Mimi begitu ia disapa, setiap pagi menyiapkan sarapan untuk anak-anak korban gempa, dengan menu yang bervariasi.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, dia juga beberapa kali mencari bantuan untuk pengadaan terpal, bahkan ATK, dan buku-buku tulis untuk anak-anak.
Memeriksa kondisi kesehatan anak. Dok : Abu
Melihat ketulusannya menangani para pengungsi dengan dana pribadi, Lentera Maluku mencoba untuk bertemu dan berdiskusi dengannya.
Dengan wajah berbinar dan penuh semangat, caca Mimi mengaku, bahwa ia merasa terpanggil untuk mengajar di kamp pengungsi karena iba dengan kondisi anak-anak yang sudah tidak bersekolah. Bersyukur kalau anak-anak itu mendapat jatah makanan, sebab mereka kadang juga tidak makan, karena bantuan yang terbatas. Anak-anak itu bahkan menjadi murung di lokasi pengungsian, tawa dan canda terasa begitu mahal.
“Kasihan, beta (saya) lihat anak-anak kecil di kamp pengungsian ini, biasanya sebelum gempa dong (mereka) sarapan pagi di rumah masing-masing, dan diperhatikan dengan baik oleh orang tuanya”, ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Apalagi, kata dia, sejak empat hari pasca-gempa rata-rata pengungsi belum mendapat bantuan secara merata, hanya sebagian saja.
Beta (saya) kasian dong (mereka) hanya makan sarimi, kadang juga dong seng (mereka tidak) sarapan, lihat dong wajah-wajah banyak yang murung, entah murung karena takut atau murung karena lapar?, beta sangat prihatin, bisa-bisa sakit, makanya beta punya uang sedikit ini beta bikin sarapan pagi, siapa tahu membantu, bikin dong wajah ceria kembali”, ungkap caca Mimi.
Diakuinya, dengan dana pribadi ia gunakan untuk menyiapkan sarapan pagi bagi anak-anak. Namun, dia juga berharap agar masyarakat lain dapat termotivasi untuk peduli melihat anak-anak di korban gempa Maluku.
Katong (kita) sama-sama membantu, meringankan katong (kita) punya saudara-saudara Negeri ini”, katanya lagi.
ADVERTISEMENT
Siti Rahmi berharap, dengan kehadirannya dapat menginspirasi korban bencana lainnya, untuk tidak hanya duduk diam di kamp pengungsian, tetapi bergerak bersama dan saling menguatkan. Tulisan ini merupakan kenangan terindah selama di Kamp pengungsian bersama masyarakat Negeri Liang.
Diketahui, pengungsi gempa di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, hingga kini masih berharap bantuan dari pihak instansi pemerintah, LSM, maupun donatur. Duka dan derita yang mereka alami mulai tersebar melalui penyebaran informasi di sosial media.
Beberapa bantuan pun mulai masuk, sayangnya hingga hari ke-4 pasca-gempa, bantuan-bantuan itu tidak tersalurkan secara merata. Sementara jumlah pengungsi di Desa Liang berkisar 17.471 jiwa, yang terdiri dari 3.279 Kepala Keluarga.
Gempa berkekuatan 6,5 SR yang terjadi pada kamis pagi (26/9) lalu, telah menelan korban serta meluluh lantahkan sebagian besar harta benda, di beberapa daerah yang ada di Maluku. Seperti Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Barat. Namun, khusus untuk Kabupaten Maluku Tengah, lokasi terparah yang terkena dapak gempa tersebut adalah Desa Liang, Kecamatan Salahutu.
ADVERTISEMENT
Kejadian yang terjadi pada pukul 08.46 WIT itu, mengakibatkan warga harus tinggal di dataran tinggi, dengan membuat kamp pengungsian. Mereka tersebar di beberapa titik, yakni di Iha, Waihula, Menderita, Aikahue, Rahban, Jalan Baru (puncak bada alam), Mantoi, dan Paulatu. Titik pengungsian itu dipenuhi dengan tenda biru yang berjejeran.
Sementara kondisi anak-anak mulai menurun, mereka terlihat tidak bersemengat dan tidak terurus. Hal inilah membuat sebagian pengungsi yang lain mengambil inisiatif sendiri, untuk bergerak dengan dana pribadi.
Penulis : Abu B Lessy.
Editor : Redaksi Lentera Maluku