Belajar dari Profesor Nurdin Abdullah Memajukan Bantaeng; From Nothing to Something

Konten dari Pengguna
19 Oktober 2017 12:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari leo tolstoy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Belajar dari Profesor Nurdin Abdullah Memajukan Bantaeng; From Nothing to Something
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Dan Bantaeng saat ini menjadi laboratorium pilihan bagi 104 kabupaten kota untuk studi banding tahun 2014”, kata Nurdin Abdullah.
ADVERTISEMENT
I
Tapi apa yang terjadi jauh sebelum itu: misalnya tahun 2008, atau 2009, atau bahkan sebelum itu?
Sebelum atau pada saat awal mula Profesor Nurdin Abdullah baru menjabat sebagai Bupati, Kabupaten Bantaeng hanyalah kabupaten kecil. Tulis detikcom (01 Mei 2015): “Bantaeng dulu termasuk 199 daerah tertinggal di Indonesia. Tiap tahun dilanda banjir dengan infrastruktur dan layanan kesehatan yang buruk. Pertumbuhan ekonominya pun hanya 4,7 persen”.
Narasi yang pesimis. Andai tak ada keyakinan besar pada diri kepemimpinan profesor dan juga kegigihan kerja cerdas, kita tak dapat membayangkan bisakah kabupaten ini bergerak maju seperti sekarang ini? Bisakah ia menjadi sorotan untuk diteladani oleh kabupaten-kabupaten lain atau bahkan jadi sorotan internasional?
Tetapi Bupati Nurdin Abdullah adalah penyulap yang sabar. Berikan ia waktu untuk bekerja dan berkreasi, dan perlahan kabupaten ini benar-benar seperti disulap: ia tumbuh sebagai daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan layanan kesehatan yang cukup fantastis.
ADVERTISEMENT
Bagaimana sang profesor menyulap daerah kecil tertinggal ini?
Nurdin Abdullah mengatakan: kami menjaring kerjasama dalam dan luar negeri (detikcom, 01 Mei 2015). Profesor pembawa perubahan ini memang lulusan Khyusu University, Jepang. Sebagai lulusan luar negeri, ia memiliki pergaulan yang cukup luas. Ia punya relasi yang cukup banyak baik dalam negeri dan luar negeri. Ia pergunakan relasi itu untuk membangun hal yang positif: memajukan kabupaten kecil yang ia pimpin. Relasi ini benar-benar menjadi mimpi yang baik baginya.
Tetapi tentu saja tidak cukup bermodal relasi saja, ia adalah seorang profesor yang memiliki kemampuan untuk merancang kabupaten masa depan. Ia seorang yang visioner: ia mampu mengidentifikasi apa yang potensial dari Bantaeng dan mampu membawanya ke pintu gerbang kemajuan. Karena prinsipnya, bagi sang profesor, memimpin itu adalah melayani dan membawa masyarakatnya ke titik kesejahteraan, maka pertumbuhan ekonomi dan fasilitas kesehatan menjadi pilihan utama dari keputusannya untuk membenahi kabupaten ini.
ADVERTISEMENT
Tulis detikcom: “profesor bidang agrikultur itu berhasil menggerakkan perekonomian dan potensi Kabupaten Bantaeng menjadi kota dengan pertumbuhan ekonomi dan kesehatan yang cukup fantastis.”
II
Orang tidak bisa diajak berpikir kalau sedang lapar. Suatu kali Tan Malaka menuliskan kalimat itu di dalam Madilog-nya. Ungkapan ini terasa begitu realistis. Perihal pangan adalah perihal dasar. Ungkapan ini bisa dibaca lebih jauh sebagai penegasan bahwa persoalan kesejahteraan sosial selalu harus menempati posisi awal. Filsuf-filsuf besar menemukan waktu senggangnya untuk berfikir di kota-kota yang maju. Dan mereka (filsuf-filsuf itu) banyak yang terlahir dari orang-orang yang kaya.
Ungkapan ini juga layak untuk membaca Bantaeng. Nurdin Abdullah menyadari bahwa kesejahteraan sosial adalah di atas segala-galanya. Bukankah cita-cita kemerdekaan yang direbut melalui perjuangan yang berdarah-darah dan hidup dan mati itu hanya untuk sampai pada: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Salah satu implementasi keadilan sosial hanya mungkin diwujudkan dengan terdistribusinya kesejahteraan sosial. Kesadaran itulah yang menggerakkan Nurdin Abdullah untuk mula-mula menyoroti dan mengambil ranah menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Sebagai profesor di bidang agrikultur, Nurdin Abdullah melakukannya dengan menekankan pada ketahanan pangan. Ia menjadi prioritas penting bagi sang profesor. Dalam kerja nyata yang cerdas dan gigih ini, Bantaeng bisa surplus 21 persen di bidang pangan (detikcom, 1 Mei 2015).
Dengan sabar dan penuh pengabdian, Nurdin Abdullah melakukan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi selama 7 tahun. Dan selama itu, perubahan-perubahan terus terjadi. Pertumbuhan ekonomi terus bergerak perlahan: meningkat dari satu titik ke titik yang lebih tinggi. Menurut data BPS, pertumbuhan ekonomi semula sebelum disulap oleh Nurdin Abdullah hanya mencapai 4,7 persen. Dan selama tujuh tahun di bawah kepemimpinannya, angka itu bergerak maju yakni menjadi 9,2 persen. Angka ini kemudian menempatkan Bantaeng sebagai salah satu pusat pertumbuhan ekonomi (detikcom, 1 Mei 2015).
ADVERTISEMENT