Profesor Nurdin Abdullah; Cahaya dari Timur

Konten dari Pengguna
31 Oktober 2017 15:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari leo tolstoy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Profesor Nurdin Abdullah; Cahaya dari Timur
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lao Tzu mengatakan: a journey of a thousand miles must begin with a single step (sebuah perjalanan yang (jauhnya) ribuan mil pasti bermula dari sebuah langkah).
ADVERTISEMENT
I
Barangkali ini ungkapan yang tepat untuk menggambarkan sosok Nurdin Abdullah dalam membangun daerah kecil tertinggal bernama Bantaeng. Ia mula-mula sosok kecil yang tak diperbincangkan. Ia hanya langkah-langkah kecil yang tak menggebu. Tapi langkah-langkahnya pasti. Keberpihakannya jelas kepada rakyat. Wujud kinerjanya menggugah: ia memulai dari hal-hal kecil tapi penting di hati rakyat. Ia membangun fasilitas-fasilitas penting bagi publik. Serangkaian dari usaha-usaha kecil itu pada akhirnya membawanya pada satu hasil yang besar. Seperti sebuah ungkapan: sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit.
Bukan hanya itu. Tentang siapakah Nurdin Abdullah juga merupakan sosok yang masih tenggelam. Ia tak dikenal sebelumnya. Seolah ia sebuah nama yang tenggelam diantara tokoh-tokoh besar lainnya di Sulawesi Selatan. Dan Bantaeng sendiri tak pernah jadi sorotan. Maka tak heran bila seolah daerah itu tak memberi daya tarik untuk sekedar orang-orang melihat adakah sosok di sana yang dapat diperbandingkan dengan tokoh-tokoh dari daerah lain di Sulawesi Selatan?
ADVERTISEMENT
Nurdin Abdullah sendiri sejak dari kecil hingga dewasa hampir tak pernah menginjakkan kakinya di Bantaeng. Meskipun begitu, sang ayah, H. Andi Abdullah adalah cucu Karaeng Latippa (raja yang pernah memerintah di Bantaeng). Ayah Nurdin adalah seorang tentara dan ia kerap berpindah-pindah tugas (republika.co.id). Boleh dikatakan, nama Nurdin tak kan sebesar ini jika bukan karena sebuah prestasi yang membentuknya. Nama dan kebesaran sang ayah tak punya arti apa-apa andai saja dia tidak dikenal berkat beberapa prestasinya yang kemudian membuatnya dipercaya untuk memimpin Bantaeng.
II
Penggambaran bahwa Nurdin Abdullah semula hanya lilin kecil barangkali memang tidak salah. Merujuk pada daerah Bantaeng yang tertinggal ketimbang daerah-daerah lain, juga nama-nama besar dari daerah lain yang menenggelamkan nama Nurdin Abdullah, menunjukkan bahwa sosoknya hanyalah serpihan lilin kecil yang terombang-ambing. Tetapi kita tahu, Nurdin Abdullah adalah seorang yang memiliki ketekunan belajar yang tinggi. Meskipun ia berasal dari Bantaeng yang tertinggal, dia memiliki ketekunan belajar yang tinggi. Dia melanjutkan studi S-2 dan S-3nya ke negeri yang sangat menghargai pendidikan. Negeri yang suatu kali ketika dua kota pentingnya, Hiroshima dan Nagasaki, dijatuhi bom Atom, sang kaisar menanyakan berapa guru yang tersisa? Dan di Jepang inilah, tepatnya di Universitas Kyushu, Nurdin Abdullah memulai bergelut dengan ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Selama belajar di Jepang, Nurdin Abdullah dikenal sebagai seorang yang berotak cemerlang (republika.co.id). Kecerdesannya tentu saja tidak diperoleh melalui cara yang santai, dia seorang yang memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Cerita ketekunan dan semangat Nurdin Abdullah untuk belajar menandai betapa tinggi apresiasinya atas ilmu pengetahuan. Dia seolah meyakini bahwa ilmu pengetahuan adalah alat pembebasan. Pembebasan dari kemiskinan, pembebasan dari ketidaksejahteraan dan penyakit sosial lainnya. Di Bantaeng, di masa sebelum Nurdin Abdullah memimpin, adalah sebuah daerah terpencil yang tertinggal dan penuh dengan cerita kemiskinan.
Tetapi selain dia berotak cemerlang, ia juga seorang yang pandai berorganisasi. Ia terpilih sebagai presiden asosiasi mahasiswa asing dari 52 negara. Ia memiliki jaringan yang baik dan ia dipercaya sebagai CEO di beberapa perusahaan Jepang. Di Indonesia, dia juga menjadi presiden Direktur PT Maruki Internasional Indonesia (republika.co.id). Di sini ia menyaksikan buah dari ketekunan belajarnya. Dan perlahan jaringan yang baik ini mengantarkan namanya kian melambung tinggi. Bantaeng mendengar namanya. Dan masyarakat – entah isyarat apa yang membawa mereka cenderung – memintanya untuk menjadi penerang bagi Bantaeng yang gelap oleh ketertinggalan, kemiskinan, atau persoalan lainnya yang tak selesai-selesai.
ADVERTISEMENT
Kita tak tahu persis bagaimana proses Nurdin Abdullah tergerak pulang kampung dan menjabat sebagai Bupati Bantaeng. Tapi pada 2003, sang sosok yang dielu-elukan sebagai cahaya dari Timur sempat dipinang ikut pilkada. Panggilan untuk pulang kampung dan permintaan untuk mengembalikan kejayaan Bantaeng tak kuasa ditolaknya pada pilkada 2008. Pada pilkada itulah, harapan masyarakat digantungkan kepadanya. Tentu saja pada saat itu, bahkan saat ia menjabat sebagai Bupati di masa awal, terlalu banyak kesabaran yang harus yang dia berikan sebab susahnya memulai daerah yang tertinggal. Tapi di sanalah kita melihat Nurdin Abdullah sebagai lilin kecil perlahan benar-benar menjadi cahaya terang. Ia lewati segala keraguan dari masyarakat. Ia hadapi kemarahan masyarakat yang semula tak mempercayainya (republika.co.id).
ADVERTISEMENT
Pengetahuan yang dibawanya benar-benar terbukti menjadi alat penerang bagi kesejahteraan masyarakatnya. Nurdin Abdullah adalah seorang yang memenangkan hati masyarakat melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan kepemimpinan yang melayani. Dia tegas tapi penyayang. Sebuah cerita bagaimana ilmu pengetahuan dan kepemimpinan Nurdin Abdullah berjalinan secara kuat bisa dibaca dari cerita dia saat suatu kali banjir tak kuasa dicegah melanda Bantaeng (republika.co.id):
Saya datangkan teman dari Jepang, dari Unhas. Kebetulan S-3 saya soal penanggulangan banjir. Setelah saya pelajari, ini tidak sulit karena sumber banjir ini ada di kota, ada di genggaman kita. Saya katakan, dalam dua tahun, banjir sudah harus selesai. Setelah survei dan bikin kajian, saya beli alat potret udara yang terbaru. Tiap hari saya pantau dan akhir solusinya kita bangun cek dam. Namun, ternyata tak semudah membalik telapak tangan. Ada saja provokator. Saat cek dam baru dibangun, sudah didemo. Tapi, saya tak gentar, ini untuk kebaikan rakyat. Pembebasan lahan warga cukup mahal, bahkan dana pribadi saya berikan. Setelah bangunan selesai, diisukan lagi retak, tapi saya tak ambil pusing. Cek dam ini fungsinya pengendali, jadi tidak perlu luas, yang penting fungsi pengendalinya berjalan baik. Caranya, air kita tahan, kita kontrol pengeluarannya sehingga debit air yang mengalir ke kota kita sesuaikan dengan drainase. Kita bikin pembuangan. Saat drainase levelnya sudah naik, kita buang ke sungai yang khusus untuk pembuangan. Kalau hujan, jam berapa pun saya turun ke jalan mengontrol. Kalau ada yang banjir, saya cek dari bawah sampai ke atas sehingga terlihat daerah mana yang bermasalah.
ADVERTISEMENT
Sekelumit cerita ini menandai betapa ilmu pengetahuan penting dimiliki seorang pemimpin. Dengan ilmu pengetahuan, dia mampu membebaskan rakyatnya dari segala persoalan yang merumitkan mereka.