Mengapa Kita Harus Peduli Terhadap RUU Kesehatan Yang Disahkan DPR?

Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP merupakan lembaga yang berada di bawah struktur pimpinan pusat Muhammadiyah yang bergerak di bidang kebijakan, politik, demokrasi, dan masyarakat sipil
Konten dari Pengguna
26 Juli 2023 12:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi RUU Kesehatan yang Disahkan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi RUU Kesehatan yang Disahkan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
RUU Kesehatan adalah rancangan Undang-Undang yang dibuat dengan tujuan untuk menyederhanakan perizinan praktik medis. Bedasarkan keterangan Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, bahwa dengan adanya RUU Kesehatan maka perizinan praktik nakes dapat diurus dengan cepat, mudah, dan sederhana.
ADVERTISEMENT
RUU Kesehatan telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa, (11/7/2023). Adapun aspek yang disempurnakan dalam RUU Kesehatan diantara meliputi:
Dengan demikian, disahkannya RUU Kesehatan ini menuai kritik dari sejumlah organisasi profesi kesehatan. Salah satunya kontroversi yang diangkat adalah kemungkinan RUU Kesehatan dapat memperoleh peran organisasi profesi. Berikut ini terdiri dari beberapa organisasi profesi yang kritik RUU Kesehatan:
ADVERTISEMENT
Mengapa RUU Kesehatan Diprotes?
Pasal mengenai mandatory spending atau wajib belanja yang sebelumnya diatur dalam Pasal 171 di Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan telah dihilangkan dalam RUU Kesehatan. Dalam pasal wajib belanja tersebut terdapat anggaran kesehatan pemerintah yang memiliki besaran 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD di luar gaji.
Mandatory spending adalah istilah yang menggambarkan belanja atau pengeluaran negara yang telah diatur dalam Undang-Undang. Tujuan adanya mandaroty spending untuk meminimalisir adanya masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah.
Menurut Ketua PDGI, Usman Sumantri, bahwa adanya RUU Kesehatan ini dapat mempermudah akses tenaga asing masuk ke Indonesia serta dapat juga membawa resiko terhadap pelayanan kesehatan masyarakat. Kemudahan akses terhadap tenaga kesehatan asing lainnya tampak pada penghapusan aturan terkait kewajiban tenaga kesehatan WNA untuk bisa berbahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam RUU Kesehatan, dikatakan bahwa untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP), tenaga kesehatan harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), alamat praktik, dan bukti pemenuhan kompetensi. Hal tersebut dapat mengurangi peran dari organisasi profesi kesehatan. Padahal dalam aturan sebelumnya, rekomendasi organisasi profesi kesehatan merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam membuat SIP.
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI), kebijakan tersebut dapat memperlemah peran organisasi profesi terkait praktik tenaga kesehatan. Sebab, nakes tidak perlu lagi mendapatkan surat keterangan sehat dan rekomendasi dari organisasi profesi. (Riska An)