Penggemar Belanja? Cek Kesehatan Mental Dulu, Yuk!

Lidwina Sie
Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Bina Nusantara
Konten dari Pengguna
7 Februari 2022 16:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lidwina Sie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar wanita online shopping Sumber: shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Gambar wanita online shopping Sumber: shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Kemudahan transaksi online di berbagai e-commerce di era digital inis angat memudahkan kita dalam membeli segala keperluan hidup. Terlebih pada masa pandemi, kita memiliki banyak waktu di rumah dan belanja menjadi salah satu pelarian menyenangkan. Tidak jarang kita bergelap mata ketika menjelajahi platform e-commerce yang menyuguhkan berbagai penawaran dan update barang trend terkini. Tetapi tahukah Anda bahwa hobi belanja yang berlebihan merupakan salah satu tanda gangguan kontrol impuls?
ADVERTISEMENT
Shopaholic, julukan bagi mereka yang memiliki kegemaran berbelanja di luar batas wajar, telah diakui sebagai gangguan mental sejak awal abad ke-20 dan jumlahnya akan makin meningkat seiring kemudahan belanja online di zaman ini. Sebesar 10-15% dari populasi cenderung telah mengalaminya. Para shopaholic menjadikan kegiatan berbelanja mereka sebagai sumber kepuasan dan kebahagiaan, walaupun sifatnya hanya sementara. Namun, menjadi seorang shopaholic juga dapat berisiko menghadapi masalah keuangan sebagai efek jangka panjang. Kebiasaan belanja terlalu sering dan melewati batas untuk mengatasi perasaan cemas, stres, atau kehilangan dapat berubah menjadi perilaku kompulsif. Perilaku kompulsif ini sering terjadi karena sering muncul dorongan kuat dari dalam diri untuk membeli barang. Penyebabnya adalah perasaan tidak berharga dan kurangnya kekuatan diri. Kondisi ini serupa dengan gangguan kontrol impuls lainnya seperti kecanduan seks dan judi.
ADVERTISEMENT
Untuk mengenali lebih dalam, ada beberapa jenis shopaholic menurut ahli psikologi Terrence Shulman, yaitu:
Sampai taraf mana seseorang dapat dikatakan sebagai Shopaholic?
ADVERTISEMENT
Namun, yakinkah Anda merasa benar-benar lebih baik setelah berbelanja?
Psikolog klinis Scott Bea, PsyD membenarkan pernyataan ini karena menurut penelitian kegiatan berbelanja dapat memberikan banyak nilai psikologis dan terapeutik jika dilakukan dengan tidak lepas kendali. Profesor ilmu kesehatan terapan, Ruth Engs, juga berpendapat bahwa seorang shopaholic merasa bahagia setelah berbelanja karena efek yang ditimbulkan pada otak dari kesenangan belanja tersebut. Otak akan melepaskan hormon kenikmatan (endorfin) dan hormon kesenangan (dopamin) yang membuat kegiatan belanja berlebih ini menjadi sangat adiktf. Ada beberapa alasan yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu:
1. Belanja dapat mengembalikan rasa kontrol
Menurut studi tahun 2014 dari Journal of Consumer Psychology kontrol terhadap diri dan lingkungan dapat diperkuat dari membuat keputusan belanja, bahkan bisa meredakan kesedihan berkepanjangan. Studi lainnya di tahun yang sama oleh University of Michigan membuktikan bahwa membeli barang-barang yang dinikmati secara pribadi, 40 kali lebih efektif dalam memberi rasa kendali , serta mereka yang berbelanja membuat kesedihannya dapat 3 kali lebih sedikit daripada tidak berbelanja ataupun hanya melihat-lihat. Studi ini menjadi pembuktian bahwa seolah-olah segala sesuatu dapat Anda capai dan menjadi suatu pencapaian pribadi. Singkatnya, visualisasi tersebut mengalihkan fokus dari kecemasan yang dirasakan.
ADVERTISEMENT
2. Belanja dapat merangsang indra tubuh
Bau barang baru, cahaya terang dan pernuh warna memberikan pengalaman indrawi imajinatif yang membuat imajinasi kita berjalan ketika memproyeksikan diri dalam lingkungan atau keadaan yang memuaskan. Belanja memampukan terjadinya stimulasi sensorik yang dapat membuat kita memvisualisasikan hal positif yang dapat mengurangi kecemasan.
Jadi mempelajari apa yang menyebabkan Anda menjadi Shopaholic dan menjalani terapi yang tepat lebih mendatangkan manfaat besar dibandingkan memaksakan diri untuk berhemat dengan memotong kartu kredit Anda. Budaya hidup hemat dan menabung sebenarnya baik bagi psikologis karena dengan menerapkan antisipasi, menabung untuk memberikan diri Anda hadiah memberi sesuatu yang dapat dinantikan sehingga memberikan rasa kegembiraan dan pelepasan dopamin secara berkala.
Dr. Bea menyampaikan bahwa Anda tidak sebenarnya harus membli sesuatu untk merasakan kesenangan, yang dibutuhkan adalah perjalanan mental yang asyik. Perilaku yang menciptakan kegembiraan dapat membawa kita kebahagiaan, tetapi perlu diingat pentingnya moderasi sehingga kita dapat merasakan kebahagiaan sesungguhnya dan tidak bertindak kompulsif. Berolahraga dan menerapkan pola hidup sehat merupakan kebiasaan positif yang dapat memberikan hasil positif juga.
ADVERTISEMENT
Ayo cari kebahagiaan positif dan budayakan hidup konsumtif yang sewajarnya !
Sumber gambar:
Markevich, M. (n.d.). Happy smiling woman in pink shirt on sofa at home among colorful shopping bags holding credit card paying online on laptop on sale discount from home social distancing self isolation. shutterstock. Retrieved February 7, 2022, from https://www.shutterstock.com/image-photo/happy-smiling-woman-pink-shirt-on-1750922447.
Referensi:
health essentials. (2021, January 21). Why Retail “Therapy” Makes You Feel Happier. Retrieved February 6, 2022, from health.clevelandclinic.org: https://health.clevelandclinic.org/retail-therapy-shopping-compulsion/
Lee, L. (2013). The Emotional Shopper: Assessing the Effectiveness of Retail Therapy. Foundations and Trends in Marketing , 8(2), 69–145. doi:10.1561/1700000035
Lee, S., & Jeong, J. (2021). Investigation of Retail Therapy (RT) Values : How Body Consciousness Plays a Role in Therapeutic Shopping. Journal of the Korean Society of Clothing and Textiles, 45(4), 714~726. Retrieved February 6, 2022, from https://www.koreascience.or.kr/article/JAKO202127249566102.pdf
ADVERTISEMENT
Nareza, M. (2021, March 1). Kenali Tanda-Tanda Shopaholic dan Cara Mengatasinya. Retrieved February 6, 2022, from www.alodokter.com: https://www.alodokter.com/kenali-tanda-tanda-shopaholic-dan-cara-mengatasinya
SHOPAHOLIC: GANGGUAN MENTAL ATAU SEKADAR HOBI? (2018, July 2). Retrieved February 6, 2022, from student-activity.binus.ac.id: https://student-activity.binus.ac.id/himka/2018/07/02/shopaholic-gangguan-mental-atau-sekadar-hobi/