KCJB adalah Pintu Kerja Sama Strategis antara Tiongkok-Indonesia

Liliana
Jurnalis China Media Group (CMG) Departemen Bahasa Indonesia
Konten dari Pengguna
19 November 2022 19:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Liliana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
KTT ke-17 G20 Bali baru saja ditutup. KTT yang diselengarakan oleh Indonesia ini telah berjalan dengan sukses dengan membuahkan beberapa hasil. Terkait dengan tema KTT kali ini ‘Pulih bersama, bangkit lebih kuat’ Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan, dalam KTT G20 kali ini, salah satu hasil yang dicapai terdapat ‘Pandemic Fund’, untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk pandemi di masa depan, kemudian hasil dari komunike KTT G20 juga menyoroti pentingnya potensi geopolitik, serta gangguan dari rantai-rantai pasokan seperti rantai pasokan pangan yang memicu risiko ekonomi dan politik. Komunike tersebut berfokus pada infrastruktur, penanganan pandemi, rantai pasokan pangan, dan keterlibatan dari institusi finansial multilateral untuk memberikan dana pada negara-negara yang membutuhkan bantuan untuk mempercepat proses pemulihan. Hal ini sejalan dengan kebutuhan di masa depan.
Umbul-umbul KTT G20 Sumber foto: Liza Aila Anggraini Latif
Dalam KTT kali ini, Indonesia tidak hanya mewakili diri sendiri tapi juga ASEAN dan negara-negara berkembang. Indonesia adalah salah satu negara berkembang terbesar di dunia. Indonesia selalu berusaha menjadi penengah dari konflik. Tujuan utama kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Rusia beberapa waktu yang lalu adalah untuk meredakan ketegangan antara Rusia dan Ukraina, dan tujuan pragmatisnya untuk memperlancar jalur distribusi logistik pangan, serta mengimbau agar konflik Rusia dan Ukraina cepat berakhir. Dalam KTT G20 kali ini, peran Indonesia yang paling signifikan adalah berhasil meredakan sedikit tekanan antara AS dan Tiongkok, mengurangi tekanan dari luar yang sebelumnya sudah ada. Indonesia juga berhasil menyelenggarakan KTT dengan baik, menyatukan kepentingan-kepentingan negara, dan secara bilateral Indonesia mampu berhubungan dengan negara partner strategis seperti AS, Tiongkok, Jepang dan sebagainya, hal ini menjadi pintu masuk untuk komitmen investasi-investasi di masa depan.
ADVERTISEMENT
Terkait hubungan kerja sama antara Tiongkok dan Indonesia, Fithra yang pernah menjabat sebagai jubir Kementrian Perdagangan Indonesia ini mengatakan bahwa kerja sama kedua pihak semakin erat, investasi Tiongkok semakin besar, dan hubungan perdagangan semakin singifikan. Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 yang diajukan Presiden Xi Jinping dalam kunjungannya ke Indonesia pada tahun 2013 akan menambahkan hal yang positif bagi hal yang sudah lama Indonesia kerjakan dalam bidang maritim.
Fithra menambahkan, KCJB memiliki kontribusi jangka menengah dan panjang bagi Indonesia, adalah pintu bagi kerja sama lain yang lebih strategis, jika kerja sama KCJB ini berhasil, akan membuka ruang investasi yang baru dan menuju efek domino. Selanjutnya, kereta cepat tidak hanya akan didominasi oleh negara-negara yang mempunyai teknologi tersebut dari awal seperti Jerman, Jepang dan sebagainya, tapi Indonesia juga bisa mendapatkanya dari Tiongkok, salah satu rekan strategis Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dalam situasi dunia yang sedang bergejolak ini, Presiden Xi mengajukan prakarsa Pembangunan Global dan Kemanan Global, Fithra berpendapat bahwa prakarsa tersebut sangat baik, dan akan lebih baik lagi jika prakarsa tersebut bisa melibatkan patner strategis, untuk membuatnya lebih konkret dengan membuka langkah kolaborasi dan menggandeng yang lainnya untuk mewujudkan prakarsa tersebut. Karena prakarsa global tidak akan bermakna tanpa keterlibatan global. Pertemuan bilateral Presiden Xi dengan negara-negara lainnya di KTT G20 termasuk salah satu cara untuk melibatkan negara lainnya. Fithra melihat bahwa Tiongkok telah terbuka dengan mengajak serta negara lainnya, dan berupaya agar dunia menjadi lebih multipolar dan memiliki ruang pertumbuhan yang setara.