Cerita Jurnalis kumparan saat Liputan Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air

12 Januari 2021 17:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Sabtu (9/1) menjelang magrib, Eka Nurjanah, Reporter kumparan baru saja tiba di kantor setelah selesai melakukan liputan untuk salah satu program di kumparan. “Tiba-tiba, ting (menirukan suara notifikasi smartphone miliknya) Eka bersama mas Christo liputan ke Pulau Seribu, (lokasi) jatuhnya pesawat,” Eka menceritakan kronologi awal penugasan untuk liputan ke lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182.
ADVERTISEMENT
Sempat kaget karena ini adalah kali pertama ia mendapatkan penugasan meliput kecelakaan pesawat. Plan-nya pun untuk membuat naskah hasil liputannya hari itu harus didelegasikan ke tim kreatif yang lain.
Eka Nurjanah, Reporter kumparan saat Live dari lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Bergegas ia segera menghubungi tim GA hingga HR untuk mengurus keperluan transportasi hingga starter pack protokol kesehatan untuk keberangkatannya besok pagi (10/1). “Yang paling penting tuh protokol kesehatannya harus lengkap. Mulai dari hand sanitizer, face shield, masker, dan maskernya juga harus N95, sampai sarung tangan medis. Semua sudah disiapkan kantor.” kata Eka.
Di waktu yang bersamaan Eka menceritakan ia langsung dimasukkan ke dalam grup chat yang berisi mas Habibi, Kepala Koordinator Liputan kumparan, dan tim reporter news juga fotografer untuk melakukan koordinasi.
ADVERTISEMENT
Hari yang direncanakan tiba, Minggu (10/1) pukul 5.30 WIB Eka, Christoporus Wahyu Prasetyo sebagai Videografer, Iqbal Firdaus sebagai Fotografer, dan Fachrul Irwinsyah sebagai Reporter kumparanNews sudah berangkat dari kantor kumparan menuju lokasi liputan. Jam 8.00 WIB Eka dan tim sudah tiba di lokasi yang saat itu masih diduga sebagai titik jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, tepatnya di sekitar perairan pulau Laki, Kepulauan Seribu. Saat itu kondisi cuaca masih terbilang cukup aman dengan langit yang cenderung cerah.
Eka Nurjanah, Reporter kumparan saat liputan dari lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Tim kumparan berada di lokasi perairan hingga pukul 12.00 WIB. Di tengah peliputan, ia dihubungi oleh tim untuk melakukan Live YouTube tentang kondisi terkini pencarian pesawat SJ 182 . “Di tengah laut di ‘colek’ sama tim ‘di sana sinyal aman nggak?’ aku jawab tidak stabil tapi bisa dikendalikan. Lalu, kami memutuskan untuk melakukan Live (YouTube) selama satu jam,” tambah Eka.
ADVERTISEMENT
Saat melakukan liputan ia menceritakan kapalnya sudah sempat mendekat ke tim evakuasi untuk mendapatkan gambaran dan informasi lebih jelas. Namun, di tengah perjalanan kapalnya dihentikan dan diminta untuk mundur karena terdapat tim penyelam sedang melakukan pencarian dan evakuasi di bawah kapal yang ia tumpangi.
Pukul 12.00 WIB tim bergeser ke pulau Lancang untuk mencari saksi mata saat jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Setelah melakukan wawancara dengan saksi, Eka dan tim kembali ke perairan wilayah pulau Laki. Awalnya mereka berencana melakukan Live yang kedua untuk mengupdate situasi terkini proses pencarian saat itu.
Eka Nurjanah, Reporter kumparan saat mewawancarai nelayan saksi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Foto: kumparan
Namun, saat tiba di lokasi, jam sudah menunjukkan pukul 15.30 WIB “Sampai di sana ombak sudah semakin besar, langitnya gelap, hujan juga. Di sekitar (lokasi) juga sudah tinggal sekitar dua perahu karet dari tim evakuasi,” Eka menambahkan saat itu juga situasi semakin tidak kondusif untuk ia melakukan Live maupun liputan lebih lanjut. Sempat mencoba untuk Live namun Eka dan tim justru terpontang panting dikalahkan dengan ombak.
ADVERTISEMENT
Dengan beberapa pertimbangan, Eka melakukan koordinasi dengan anggota tim lainnya tentang kondisi di lapangan saat itu. Demi keamanan dan keselamatan akhirnya tim memutuskan untuk balik kanan dan kembali ke pelabuhan.
Selama perjalanan di kapal Eka dan tim tidak lepas dari serangan mabuk laut, walaupun sejak keberangkatan mereka sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebagai bentuk antisipasi. “Bawa camilan, biar nggak mabuk laut. Tapi, ternyata tetap aja kita mabuk laut. Karena memang ombaknya luar biasa sekali,” cerita Eka.
Di akhir obrolan ia menceritakan kesan pertamanya meliput kecelakaan pesawat, awalnya Eka merasa sedikit canggung. “Karena kan biasanya liputan dengan materi yang sudah direncanakan oleh teman-teman di redaksi dan komersil.”
Eka menambahkan, saat pertama kali dikabarkan untuk liputan kecelakaan pesawat yang pertama kali ia bayangkan adalah para korban dan keluarganya. “Aku nggak bisa ngebayangin bagaimana jadi mereka. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan.”
ADVERTISEMENT
Buat teman-teman yang belum sempat nonton video hasil liputan Eka dan tim bisa langsung meluncur ke YouTube kumparan atau klik di sini