Konten dari Pengguna

Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen dalam Asuransi Syariah

Lina Nabila
Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu syariah AL-WAFA
17 Januari 2023 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lina Nabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber :https://pxhere.com/id/photo/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber :https://pxhere.com/id/photo/
ADVERTISEMENT
Memiliki kehidupan yang berkecukupan adalah impian setiap orang, dan menurut sebagian orang merasa tenang jika kehidupan yang dirasa sudah sempurna dengan harta yang dimiliki saat ini. Akan tetapi, pada dasarnya kehidupan ini dipenuhi dengan resiko dan ketidakpastian, yaitu seperti sakit, kecelakaan, bahkan sampai kematian.
ADVERTISEMENT
Begitu pula suatu keadaan yang tidak dapat dihindari, maka perlunya upaya untuk mengatasi permasalahan hidup, yaitu dengan cara merencanakan masa depan secara komprehensif, Supaya memiliki kehidupan yang lebih baik dan berkecukupan. Dapat dimulai dari segi materi dengan memiliki tabungan yang bermanfaat, guna untuk meminimalkan resiko yang akan terjadi.
Oleh karena itu, semakin berkembangnya Ekonomi di Indonesia, dengan adanya Praktik Asuransi di Indonesia yang berbasis Syariah yang menyediakan solusi untuk penyelesaian risiko yang akan terjadi di kemudian hari dan didukung juga dari mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat islam, maka dalam kesempatan ini akan memberikan pengaruh besar untuk mengatasi risiko di masa yang akan datang.
Meningkatnya perkembangan Asuransi Syariah dimulai sejak tahun 2011 dan berkembang sangat pesat, hingga kini perkembangannya terus mengalami peningkatan. Berdasarkan riset Asuransi Asosiasi Syariah Indonesia (AASI), yaitu mengatakan bahwa kontribusi asuransi Syariah di Indonesia mencapai 19,95 triliun, pada kuartal III/2022 dimana terjadi peningkatan sebesar 18,13 Persen year on year, dengan perbandingan dari tahun sebelumnya mencapai kontribusi bruto sebesar Rp 16,89 triliun.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang ataupun pihak yang melalui investasi dalam bentuk aset, peran asuransi Syariah adalah sebagai penjamin bagi nasabah bilamana ada sesuatu yang tidak diinginkan yang diluar kehendak nasabah yang bersangkutan, sehingga nasabah tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Maka dalam melindungi Hak nasabah sebagai bentuk penjaminan, perlunya perlindungan hukum yang berlandasan dengan dasar syariah yang berpendoman kepada Al-Quran, dan AL-hadits dan landasan hukum yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Asuransi.
Dalam Fikih Muamalah akad yang digunakan dalam asuransi syariah haruslah berdasarkan prinsip syariah, yaitu tidak mengandung gharar(penipuan), maisir(perjudian), zhulm(penganiayaan),riba, risywah(suap), dengan menggunakan akad tabarru` yaitu akad yang dilakukan dengan tujuan tolong menolong, bukan semata hanya untuk tujuan komersial. Adapun jenis asuransi itu terdiri dari Asuransi Kerugian dan jiwa, sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah akad mudharabah dan hibah. Serta kewajiban peserta asuransi adalah memberikan Premi yang didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru.
ADVERTISEMENT
Adapun Ketentuan Premi pun harus sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Praktik Akad tabarru`(hibah) yaitu memberikan hibah yang digunakan untuk menolong peserta lain yang sedang terkena musibah, dan pihak perusahaan bertindak sebagai penjamin.
Perbedaan Praktik Asuransi Syariah dan Konvensional :
Perbedaan paling mendasar diantara keduanya bisa dilihat dari konsep dalam pengelolaanya, yaitu diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Penerapan Asuransi Syariah berdasarkan Fatwa DSN-MUI
2. Dalam Asuransi Konvensional menerapkan transfer of risk yaitu jual beli resiko, yang dimana premi dibayarkan peserta asuransi adalah harga beli, maka dengan sangat mungkin akan terjadinya UnderWriting karena peserta membayar premi nya secara rutin, namun tidak ada peristiwa sakit atau mengajukan klaim kepada perusahaan sehingga menjadi pendapatan.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya peningkatan minat dalam pemakaian asuransi syariah, maka perlu adanya kejelasan yang pasti, yakni perlindungan hukum yang diberikan kepada peserta asuransi syariah apabila terjadi suatu permasalahan yang bermula dari kesalahan perusahaan asuransi.
Seperti beberapa kasus yang terjadi adanya Peserta nasabah asuransi syariah yang uangnya dibawa lari oleh pihak agen, yang seharusnya uang itu digunakan untuk pembayaran premi asuransi. Kemudian mis-selling yang dilakukan oleh agen ketika menjual produk asuransi, agen tidak menjelaskan isi ketentuan produk dengan benar ke nasabah, sehingga pada saat pengajuan klaim tidak bisa dikarenakan isi ketentuan produk asuransi tidak sesuai.
Lantas hukum perlindungan seperti apa bagi nasabah Asuransi Syariah ketika ada Haknya dirugikan. Maka dari itu, dalam mengungkapkan dan mengatur kebenaran pentingnya pelaksanaan perlindungan hukum terhadap nasabah yang Akan berdampak pada kepercayaan nasabah asuransi Syariah kedepannya. Dan tentunya perusahaan asuransi syariah yang memiliki izin dari pemerintah sehingga perlu menjaga kepercayaan dan kejujuran dari masing-masing perusahaan asuransi syariah.
ADVERTISEMENT
Bagaimana pelaksanaan Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Asuransi Syariah ?
Maka telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi Syariah, adapun ketentuan yang berhubungan dengan hukum perlindungan konsumen antara lain:
1. Pada pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 perusahaan asuransi syariah di indonesia sudah dijamin dan dipantau oleh otoritas jasa keuangan. Diharapkan agar setiap perusahaan asuransi yang ada sudah memenuhi standar.
2. Kemudian pasal 11 ayat (1) menjelaskan nasabah diberikan jaminan bahwasanya perusahaan asuransi syariah sudah memiliki kemampuan dan kepatutan.
3. Pasal 28 ayat(7) dalam pasal tersebut memberikan perlindungan kepada nasabah agar tetap mendapatkan pertanggungjawaban. Dengan adanya peraturan mengatur, maka peserta asuransi syariah dapat diberikan rasa kenyamanan dalam pelayanan yang baik dan profesional dari pihak perusahaan asuransi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pasal di atas tentang asuransi syariah sebagian sudah memenuhi dalam berbagai aspek tentang perlindungan hukum, dan dikuatkan pula oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan konsumen sebagai pemakai jasa asuransi syariah.
Maka dengan adanya Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan konsumen dan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi Syariah akan menjadi solusi untuk melindungi para nasabah asuransi syariah.
Kemudian diatur juga dalam Fatwa DSN-MUI yang mengatur tentang asuransi syariah terdapat 6 Fatwa, yaitu :
· Fatwa Nomor 21 tentang Pedoman Umum,
· Fatwa Nomor 43 tentang Ganti Rugi,
ADVERTISEMENT
· Fatwa Nomor 51 Tentang Mudharabah Musytarakah Asuransi,
· Fatwa Nomor 52 Tentang Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah,
· Fatwa Nomor 53 Tentang Tabarru pada Asuransi Syariah,
· Fatwa Nomor 81 Tentang Pengembalian Dana Tabarru bagi peserta Asuransi yang berhenti sebelum berakhir.
Kedudukan Fatwa diatas tentunya sebagai pedoman dalam menjalankan kegiatan asuransi syariah berdasarkan kepada Al-Quran, hadits, dan kaidah fiqhiyah. Walaupun tidak secara langsung ditulis, akan tetapi bisa dijadikan sebagai dasar hukum kebolehan dalam praktik asuransi syariah.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan diatas masih ada kekurangan mengenai bentuk perlindungan hukum itu sendiri, yaitu pada undang-undang Nomor 40 tahun 2014 pasal 39 ayat(2) yang masih kurang, mengenai hak dan kewajiban peserta asuransi secara jelas agar para nasabah asuransi Syariah mendapatkan kepastian Hukum dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan asuransi syariah.
ADVERTISEMENT
Maka dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 yang menjadi pelengkap sebagai solusi yang memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah.
Saran dan kritik :
Maka masih Perlunya pemahaman dan pengawasan dari sebagian pihak perusahaan asuransi syariah untuk menjelaskan produk asuransi yang akan diikuti oleh nasabah, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menjelaskan informasi produk asuransi syariah kepada nasabah. Dan adanya kejelasan hak dan kewajiban apa saja yang dilaksanakan oleh nasabah selama bergabung dalam perusahaan tersebut.