Beberapa kali saya menonton Australia’s Front Line, saluran televisi yang menyiarkan program “Border Security”, untuk menyaksikan petugas Administrasi Keamanan Transportasi di bandara-bandara Australia melaksanakan tugas rutin, yaitu memeriksa para pengunjung dari seluruh dunia. Pemeriksaan itu menarik, karena membuka jati diri dan reaksi budaya masing-masing pengunjung terhadap negara kunjungan.
Salah satu rekaman program tersebut memperlihatkan seorang petugas membuka tas dan koper rombongan turis dari Daratan Asia. Dia waspada, karena mereka tidak mendeklarasikan barang-barang yang berkategori wajib deklarasi dalam formulir deklarasi bea cukai masing-masing. Mereka sudah pasti terkena denda. Beruntung tidak dibawa ke ruang interogasi. Rombongan ini membawa banyak sekali beras, buah-buahan, dan sayur-mayur segar yang harus melalui proses karantina untuk mendapat izin masuk Australia. Kewaspadaan petugas memuncak ketika membuka bungkusan berisi benda mirip keping-keping kulit kayu berwarna kecoklatan yang lengket satu sama lain. Pemimpin rombongan menjelaskan, “Ikan kering.” Wujud benda itu tidak mirip ikan. Bungkusan berisi beras segera dibedah. Dari gundukan beras merayap keluar seekor serangga. Petugas panik. Serangga ini bisa membahayakan pertahanan dan keamanan negaranya, berpotensi merusak pertanian dan mengancam pangan nasional. Serangga dibawa rekan si petugas untuk diperiksa di laboratorium. Para turis menyatakan sengaja membawa banyak bahan makanan untuk dimasak di penginapan. Petugas itu berkata dengan kesal, “Di Australia juga ada makanan.” Bahan-bahan makanan pun disita. Petugas lain menemukan telur-telur ayam hampir satu kilogram dalam tas turis. Pemilik telur tampak kesal telur-telurnya dipermasalahkan.
Para pendatang musiman itu cemas makanan sehari-hari mereka sukar ditemukan di negara kunjungan dan cemas perut mereka tidak dapat menerima makanan setempat. Mereka cemas akan mati kelaparan. Mereka juga cemas kehabisan uang, karena harus membeli bahan makanan selama berlibur di negara dengan nilai tukar mata uang jauh lebih tinggi. Ini sebenarnya ekspresi dari gegar budaya, yang meliputi rasa cemas, terkejut, dan salah paham terhadap budaya di negeri-negeri asing.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814