Hidup Tidak Seindah Postingan Instagram

Liora Angelyca Purba
Penulis amatir yang masih berproses untuk belajar menulis. Mahasiswa Jurnalistik, Universitas Padjadjaran.
Konten dari Pengguna
30 November 2020 10:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Liora Angelyca Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Unsplash.com/Austindistel
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Unsplash.com/Austindistel
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada era digital seperti saat ini, hampir semua orang telah merasakan dunia. Dunia yang dimaksud tentunya merupakan dunia maya, dalam hal ini penggunaan internet.
ADVERTISEMENT
Pada masa ini hampir semua orang tak terkecuali generasi milenial dan generasi Z yang sudah tidak asing dengan yang namanya internet, media sosial, serta aplikasi komunikasi online lainnya. Bahkan kehidupan generasi ini tidak dapat terlepas dari Internet, dalam arti kini internet sudah menjadi makanan pokok untuk generasi milenial dan generasi Z.
Seiring berjalannya waktu semakin banyak aplikasi media sosial yang beredar pada massa. Diantaranya, Facebook, Instagram, Twitter, TikTok, dan masih banyak lagi. Tidak asing lagi bagi warga generasi milenial dan generasi Z dalam penggunaan aplikasi media sosial tersebut, termasuk Instagram.
Menurut survei data yang dirilis melalui Napoleon Cat, pada periode Januari- Mei 2020 pengguna Instagram di Indonesia mencapai 69.2 juta pengguna. Pencapaian ini merupakan peningkatan dari bulan ke bulan atas penggunaan platform berbagi konten foto dan video ini.
ADVERTISEMENT
Meroketnya para pengguna Instagram ini dipengaruhi pula oleh kemunculan pandemi virus Covid-19. Kebijakan Work From Home (WFH) pun menjadi pemicu meningkatnya pengguna Instagram di Indonesia.
Pendek kata, para pekerja yang ber-WFH ria dapat lebih bebas bekerja di rumah diiringi dengan aktif berinteraksi melalui Instagram sepanjang waktu. Berbeda ketika bekerja di ruangan kantor yang terbatas dalam mengakses Instagram.
Instagram merupakan salah satu situs atau aplikasi jejaring sosial yang banyak diminati serta diakses oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Dengan semakin berkembangnya fitur-fitur dalam Instagram, maka semakin tertarik lah pengguna untuk memanfaatkan platform ini sebagai media hiburan, komunikasi, media untuk menumpahkan segala kreativitas, tak terlepas media ini pun digunakan sebagai ajang pamer kebahagiaan, harta, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam dunia maya, tak jarang ditemukan konten-konten yang dapat menghibur diri kita dan bahkan terkadang konten-konten yang beredar dapat membuat hati miris dan gundah. Selama pandemi ini pun semakin banyak dan bermacam-macam konten yang berselancar di aplikasi instagram, mulai dari yang membuat kita sedih, bahagia, tertawa, marah, kesal, iri, bahkan mider dan kehilangan kepercayaan diri.
Terkadang, ketika jempol sedang asyik berkelana pada aplikasi ini, ketika sedang asyik pula menyaksikan insta stories dari teman-teman atau orang-orang yang kita ikuti, pernahkah tanpa sadar terlintas dipikiran kita “Kok hidup dia bisa enak banget gini ya? Masih muda sudah punya rumah, sudah menikah, hidupnya mapan, bergelimang harta, selalu dipedulikan orang tuanya, sementara hidupku kok gini-gini aja, seperti gak ada bahagia- bahagia nya?”
ADVERTISEMENT
Ketika muncul pikiran seperti itu, sadar atau tidak kita sedang kehilangan rasa syukur kita dalam hidup. Hal ini dapat memicu stress, tidak percaya diri atau minder, dan sifat-sifat negatif lainnya. Ketika muncul pikiran seperti itu, biasanya saya sedang berada di fase jenuh juga sensitif.
Tak sedikit pula pengguna instagram yang bahkan merasa minder ketika melihat kehidupan orang lain hanya melalui layar ponsel saja. Terkadang kita pun mempersepsikan bahwa hidup orang lain selalu bahagia dibanding hidup yang kita jalani.
Pada faktanya, semua manusia memiliki fase kehidupan yang berbeda-beda. Setuju ketika mendengar orang berbicara “hidup kita ga bisa disamakan dengan hidup orang lain”.
Ketika kamu melihat postingan orang lain yang terlihat bahagia, mungkin saja apa yang kamu lihat tidak sejalan dengan fakta yang berada dalam dirinya. Dengan gampang orang pun dapat memalsukan kebahagiaan dan kita tidak pernah tahu permasalahan yang ada pada orang lain.
ADVERTISEMENT
Namun, kita pun tidak pernah tahu bagaimana reaksi yang sebenarnya dari orang lain ketika kita memposting konten pada media sosial tersebut.
Fenomena media sosial yang menarik perhatian juga ialah ketika maraknya pengguna akun akun yang dengan sengaja memasang foto profil bukan dirinya, ada pula yang tanpa foto profil, dan tanpa identitas jelas.
Selain akun pengguna tanpa identitas jelas, ironi perilaku pengguna media sosial juga tercermin dari upaya-upaya mereka untuk merekonstruksi identitas melalui tulisan status atau distribusi tautan lama tertentu yang sesungguhnya hanya ‘menjelaskan’ kepada khalayak tentang siapa dan bagaimana atau malah justru sebaliknya: tidak mewakili identitas pengguna sama sekali.
Pada pelaksanaannya apa yang kita lihat pada media sosial bukan cerminan realitas yang sesungguhnya. Semua yang kita publikasikan pada media sosial memiliki konsekuensi dari berbagai reaksi manusia. Hal ini tidak dapat dipungkiri ada yang menyukai dan ada yang tidak.
ADVERTISEMENT
Perihal menyukai dan tidak, benci dan bersyukur, ada pada diri kita masing-masing. Termasuk, dari apa yang kita posting pada instagram dan media sosial lainnya. Ketika seseorang mempublikasikan sebuah kebahagiaan pada akun miliknya, hanya kita yang bisa mengontrol pikiran kita untuk bereaksi negatif maupun positif.
Kalau kata Gita Sjahrir, seorang praktisi gaya hidup sehat, “Langkah awal untuk memunculkan pikiran dan mental yang lebih positif adalah dengan mensyukuri setiap detik yang sedang kita lalui.”
Kebahagiaan itu nyatanya memang berasal dari dalam diri sendiri. Bukan dari luar. Maka, kita pun harus menerima diri sendiri, menerima pengalaman apapun yang terjadi, menikmati dengan tulus dan apa adanya.
Jika kita menunggu validasi melalui faktor eksternal, yang akan terjadi penerimaan diri tidak akan tercapai. Oleh karena itu kita pun harus menyadari hanya kita lah yang bertanggung jawab akan seberapa berpengaruhnya sebuah masalah yang melanda. Semua orang di bumi ini pun sudah memiliki fase hidupnya masing-masing, maka hargai dan syukuri fase hidup yang sedang dialami.
ADVERTISEMENT