Tetap Bahagia dalam ketidakpastian di Masa Pandemi: Perspektif Psikologi Positif

Elis Sahmiatik
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Konten dari Pengguna
18 Januari 2021 21:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Elis Sahmiatik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bahagia mulai dari diri sendiri. healthy body + healthy mind = happy life.
Istilah pandemi saat ini bukan lagi hal yang tabu bagi semua kalangan, bahkan masyarakat awam sekalipun. Secara bahasa pandemi dalam KBBI diartikan sebagai wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Perbincangan mengenai pandemi Covid-19 kini masih menjadi buah bibir khalayak ramai disetiap belahan bumi. Kasusnya yang semakin hari semakin meningkat, membuat namanya mendominasi ruang publik. Tidak dapat dipungkiri, beritanya yang slalu menduduki tranding topik membuat banyak jiwa terguncang. Hari-hari yang dihantui rasa ketidaknyamanan dan kecemasan menjadi umpan merosotnya kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Terhitung sejak awal tahun 2020 dunia dikejutkan dengan wabah virus Corona atau biasa disebut Covid-19, yang hingga saat ini hidup berdampingan dengan manusia. Dikutip dari CNBCIndonesia.com, kemunculan Covid-19 yang menarik perhatian seluruh umat muka bumi membuat WHO menyatankan bahwa sejak Januari 2020 dunia masuk ke dalam darurat global terkait virus ini . Virus yang berasal dari kota Wuhan, China ini telah menyebar hampir ke semua negara. Hal tersebut mengharuskan beberapa negara untuk menetapkan kebijakan pemberlakuan lockdown dalam upaya menekan penyebaran virus yang semakin marak. Di Indonesia khususnya, diberlakukan kebijakan melakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga kebijakan belajar di rumah selama pandemi berlangsung. Kini, hampir satu tahun sudah sejak memasuki awal 2020 sampai sekarang menginjak awal tahun 2021 pendidik dan peserta didik melakukan pembelajaran secara daring, sebataskan sahut sapa di balik layar.
ADVERTISEMENT
Demi keberlangsungan hidup, masyarakat diharapkan memiliki dorongan akan emosi positif dalam menghadapi problematika pandemi. Seringkali dalam menanggapi kasus Covid-19, banyak orang sulit mengendalikan emosinya. Seperti perasaan takut, cemas, khawatir, marah bahkan sampai terpuruk. Akibat ketidakpastian ini, jelas merugikan banyak aspek kehidupan mulai dari ekonomi, sosial hingga pendidikan. Emosi seperti inilah yang akan mendatangkan kesengsaraan bagi masyarakat, baik secara fisik maupun psikis. Di mana emosi negatif akan berdampak pada kesehatan yang dapat menimbulkan menurunnya imun, sehingga akan rentan terpapar virus dan mendorong timbulnya stress. Namun jika faktanya diubah menjadi emosi positif, akan jauh lebih meringankan beban mental sebab emosi positif dapat mendatangkan ketenangan.
Seperti perasaan bahagia misalnya, bisa membawa kita pada keadaan yang lebih terbuka, tidak terkungkung dengan isu-isu mengerikan terkait Covid-19. Jika kita maknai dengan sudut pandang positif, maka tidak sedikit dampak positif yang hadir. Seperti yang dikatakan Seligman dalam bukunya yang berjudul Authentic happiness, kebahagiaan sesungguhnya merupakan suatu hasil penilaian terhadap diri dan hidup yang memuat emosi positif, seperti kenyamanan dan kegembiraan yang meluap. Alan Carr menyatakan bahwa kebahagiaan dapat memberikan berbagai dampak positif dalam segala aspek kehidupan dan akan mengarahkan pada hidup yang lebih baik, misalnya memberikan kita kesempatan untuk menciptakan hubungan yang lebih baik, menunjukkan produktivitas yang lebih besar, memiliki umur yang lebih panjang, meningkatkan kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang tinggi dan kemampuan pemecahan masalah serta membuat keputusan mengenai rencana hidup dengan lebih baik.
ADVERTISEMENT
Menurut Hurlock terdapat tiga aspek kebahagiaan yaitu penerimaan, kasih sayang, dan pencapaian. Sebaik-baiknya sikap menerima adalah jika kita dapat menerima keadaan sekarang dengan ikhlas dan lapang dada, menyerahkan segala kegelisahan pada sang Maha segalaNya. Dengan begitu kita akan merasa lebih tenang meski berada ditengah kelumpuhan sosial. Dalam masa pandemi saat ini kasih sayang akan lebih tercurahkan, terkhusus dengan keluarga di mana momen kebersamaan menjadi media paling haru untuk menebar kasih sayang sesama. Sedangkan untuk pencapaian akan terasa sangat ringan jika kita berhasil menjadikan pencapaian ini sebagai ajang terealisasikannya manajemen pikiran dan emosi yang positif selama menghadapi pandemi.
Martin E. P Seligman sebagai seorang pelopor Psikologi Positif, ikut mensponsori terkait kebahagiaan sebagai kiat menyikapi pandemi Covid-19. Sebagai salah satu cabang ilmu psikologi modern, psikologi positif mengambil peran dalam peningkatan kualitas hidup dengan konsep dasarnya yang berkaitan dengan eudaimonia yaitu “kehidupan yang baik”. Kemunculan psikologi positif ini merupakan kajian modern dalam dunia psikologi dengan harapan dapat mendorong manusia untuk menyadari sifat positif yang dimilikinya sehingga dapat mencapai kehidupan yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Sejatinya kebahagiaan bukanlah segala hal yang bernilai materi saja, akan tetapi kebahagiaan dalam hal ini bagaimana kita dapat mengeskpresikan rasa syukur atas segala yang telah Allah berikan. Terutama nikmat sehat, dengan begitu kita dapat melakukan segala hal yang bersifat positif. Maka, penting bagi setiap individu untuk menumbuhkan rasa bahagia sebagai upaya dalam menghadapi kegelisahan global yang tak kunjung usai.