Apa Susahnya Menolak Tegas?

MOH ALI S M
Mahasiswa Pascasarjana Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga Surabaya
Konten dari Pengguna
7 April 2022 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MOH ALI S M tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi pemilu by pixabay
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi pemilu by pixabay
ADVERTISEMENT
Ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini mulai dihantam oleh berbagai kebijakan pemerintah mulai dari harga bahan sembako dan bahan bakar minyak yang naik ditambah dengan PPN yang merangkak naik jadi 11% menjadi April yang sangat mencekam bagi masyarakat utamanya bagi mereka yang masih berusaha untuk memulihkan ekonominya pasca pandemi covid 19. Kondisi ini tak lantas membuat pemerintah sadar diri akan seluruh kebijakan yang mereka buat, hal ini ditandai dengan malah berhembusnya wacana 3 periode masa jabatan presiden yang di gaungkan oleh salah satu menteri yang memang memanfaatkan situasi ini dengan alasan pemulihan ekonomi. Walaupun statemen itu tidak langsung muncul dari presiden, akan tetapi hal itu malah menambah kegaduhan baru ditengah situasi masyarakat yang mulai bingung akan seluruh kenaikan barang dan bahan bakar minyak.
ADVERTISEMENT
Sikap tegas Jokowi memang sering terlihat dalam beberapa forum dan rapat pertemuan dengan menteri-menterinya, terbukti pada pada saat sidang rapat kabinet paripurna pada selasa (5/4/22) Jokowi juga menyampaikan agar seluruh jajaran kabinet bisa menyampaikan terkait kondisi dan alasan apa saja yang melatar belakangi sikap, kebijakan dan pernyataan harus memiliki sanse of crisis. Sehingga dengan hal itu tidak menimbulkan kegaduhan publik. Selain itu Jokowi juga menyinggung soal isu 3 periode perpanjangan masa jabatan presiden, ia menginstruksikan agar menterinya tidak lagi membahas atau menyuarakan isu tersebut. Dari pernyataan yang disampaikan oleh Jokowi itu memang seharusnya memberikan dampak kinerja lebih baik dan pertimbangan yang matang untuk mengambil langkah dan menentukan kebijakan. Akan tetapi ini bukan hanya kali pertama dalam kabinet yang dipimpin langsung oleh Jokowi. Sebab dari awal memang sering mis komunikasi antar jajaran sehingga benar-benar berpengaruh pada suatu kebijakan yang diambil.
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana bisa seorang pemimpin masih mempertanyakan perihal kebijakan yang diambil setelah masyarakat mulai gaduh. Bukankah seharusnya setiap kebijakan dikoordinasikan terlebih dahulu di seluruh jajaran kabinet terlebih pemaparannya harus matang didepan presiden sebelum benar-benar disampaikan ke masyarakat. Apalagi sampai hari ini kesannya memang Jokowi menikmati isu yang berkembang sehingga dinilai lamban menyampaikan secara tegas bahwa dirinya memang tidak akan mencalonkan diri lagi. Apa susahnya menolak dengan tegas.? Bukan malah alasan patuh dengan konstitusi.
Operasi Politik ala Jokowi
Sedari awal wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu 2024 memang bisa dibilang bukan isu semata, sebab jika di tilik dari berbagai gerakan yang dibuat oleh pendukung dan simpatisan yang memang pro terhadap Jokowi memang sudah seharusnya kita waspadai, karena belajar dari kejadian dan fenomena operasi politik ala Jokowi ini memang sangat terkoordinir dan sistematis. Terlebih saat ini mulai bermunculan secara terang-terangan dari berbagai partai politik yang memang secara tegas mendukung adanya penundaan pemilihan tersebut. Anehnya lagi, dukungan ini malah muncul dari seorang tokoh partai politik yang sedari awal memang mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2024 nantinya.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini malah diamini oleh para simpatisan dan pendukung tulen dari Jokowi itu sendiri, sehingga kelompok tersebut yakin bahwa kedepannya akan makin banyak dari partai politik yang akan mendukung gerakan tersebut, termasuk bagaimana cara nantinya mengawal proses amandemen konstitusi yang mengatur perihal masa jabatan presiden. Terbukti dengan gerakan-gerakan deklarasi dari Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (APDESI) yang secara tegas mendukung 3 periode Jokowi. Ditambah dengan gerakan banner dan baliho yang bertebaran dan terpasang di Pekan Baru RIAU, Palembang, Sumatera Selatan, Jambi, dan Lampung Selatan, termasuk mulai masuk akses jalan raya suramadu Madura. Hal ini tentunya bukan sembarang orang yang ada di balik gerakan ini. Karena memang terbukti bisa serentak dimana-mana dan dengan seruan yang sama yaitu mengatasnamakan keinginan rakyat.
ADVERTISEMENT
Padahal jika dilihat secara data dan dari beberapa hasil survei menunjukan bahwa dari alasan penundaan pemilu ini sangat berbanding balik dengan keinginan masyarakat yang sebenarnya. Bersumber dari Survei Indikator dengan judul “Persepsi Masyarakat dan Pemuka Opini terhadap Rencana Amandemen UUD 1945” diselenggarakan pada 2 hingga 7 September 2021. Responden yang terlibat sebanyak 1.220 orang. Margin error dalam survei ini sebesar kurang lebih 2,9% dengan tingkat kepercayaan 95%.
Tercatat, sebanyak 93,4% etnis Minang tidak setuju jika masa jabatan presiden diperpanjang. Sementara Etnis Bugis yang tidak setuju masa jabatan presiden tiga periode sebanyak 88,4%. Kemudian, disusul etnis Madura sebanyak 86,8% dan Betawi sebanyak 76,9%. Etnis berikutnya yang tidak setuju masa jabatan presiden diperpanjang adalah Sunda sebesar 74,2%, Jawa 71,8%, Melayu 67,4%, dan Batak 66,7%. Hal ini menunjukan bahwa dari sebaran banner dan baliho yang ada di daerah tersebut malah sebenarnya tidak mendukung adanya penundaan pemilu apalagi malah menjadi 3 periode.
ADVERTISEMENT
Selain itu jika penundaan pemilu karena alasan pemulihan ekonomi seperti yang disampaikan oleh menteri investasi Bahlil Lahadalia yang beberapa lalu mengutarakan bahwa rata-rata pelaku usaha berharap penyelenggaraan pemilu 2024 ditunda. Argumentasi ini juga perlu dipertanyakan sebab data yang disampaikan oleh menteri investasi ini tidak berdasar dan malah berbanding balik dengan hasil survei yang dilakukan oleh LSI. Survei LSI ini dilakukan terhadap 1.197 responden yang dipilih secara acak, di mana survei ini memiliki toleransi kesalahan sekitar 2,89% pada tingkat kepercayaan 95%. Dari hasil survei tersebut hanya 20,3% responden yang setuju untuk perpanjangan masa jabatan karena Covid-19 belum berakhir. Lalu, hanya 24,1% responden yang setuju untuk perpanjangan jabatan karena harus memulihkan ekonomi yang terpuruk. Terakhir, hanya 22,3% responden yang setuju dengan perpanjangan masa jabatan karena harus memastikan pembangunan IKN berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Dari data dan fakta yang ada seluruh alasan yang digaungkan oleh pengusul penundaan pemilu sudah jelas dan bahkan dengan adanya isu tersebut kepercayaan masyarakat mulai menurun terhadap kepemimpinan Jokowi. Sehingga hal ini harusnya menjadi bahan pertimbangan kedepan dan memberikan pernyataan yang tegas terkait ketidak siapannya mencalonkan diri di bursa calon presiden di 2024 dan menindak tegas menteri yang tetap menyuarakan penundaan dan perpanjangan masa jabatan presiden. Kalau bisa langsung di reshuffle demi mengembalikan kepercayaan masyarakat dan menunjukkan kekuatan tangan besinya bapak presiden.