4 Kebohongan Ilmuwan Indonesia Dwi Hartanto

8 Oktober 2017 9:54 WIB
Dwi Hartanto (Foto: Dwi Hartanto)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto (Foto: Dwi Hartanto)
ADVERTISEMENT
Ilmuwan asal Indonesia di Belanda, Dwi Hartanto meminta maaf atas kebohongan yang telah dilakukannya. Dwi mengaku dia bersama timnya memenangi kompetisi riset teknologi antar Space Agency (Lembaga Penerbangan dan Antariksa) dari seluruh dunia di Cologne, Jerman. Namun ternyata hal itu tidak benar.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di Belanda, pernah memberikan penghargaan kepada Dwi atas prestasinya. Namun atas kebohongannya itu Kedutaan Besar Indonesia di Belanda mencabut penghargaan tersebut.
Dwi sudah memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas beredarnya informasi bohong mengenai dirinya di media sosial maupun media massa.
kumparan (kumparan.com) merangkum empat kebohongan yang telah dilakukan oleh putra kebanggaan Indonesia tersebut. Berikut daftarnya:
1. Pendidikan
Sebelumnya Dwi mengaku mengenyam pendidikan di Tokyo Institute of Technology,Jepang.
Kenyataannya Dwi merupakan lulusan S1 Institut Sains Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Informatika, yang lulus pada 15 November 2005.
"Saya bukan lulusan dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, sepeiti informasi yang banyak beredar," ujarnya dalam pernyataan resmi yang diterima kumparan (kumparan.com), Minggu (8/10).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa pendidikan program Master S2 nya ia jalani di TU Delft Faculty of Electrical Engineering, Mathematics and Computer Science dengan tesis berjudul "Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi Satellite Mission", di bawah bimbingan Dr. Ir. Georgi Gaydadjiev, yang selesai pada Juli 2009.
Namun ia menambahkan bahwa penelitian masternya tersebut hanya bersinggungan dengan sistem satelit data telemetri dan ground network platform.
Kini dirinya tengah menyelesaikan pendidikan S3 di di grup riset Interactive Intelligence, Dept. of Intelligent Systems, pada fakultas yang sama di TU Delft, di bawah bimbingan Prof. M.A. Neerincx dengan judul disertasi "Computer-based Social Anxiety' Regulation in Virtual Reality Exposure Therapy".
ADVERTISEMENT
"Dengan demikian, posisi saya yang benar adalah seorang mahasiswa doktoral di TU Delft. Informasi mengenai posisi saya sebagai Post-doctoral apalagi Assistant Professor di TU Delft adalah tidak benar," ujarnya.
Dwi Hartanto dan B.J. Habibie. (Foto: Dok. Pribadi Dwi Hartanto)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto dan B.J. Habibie. (Foto: Dok. Pribadi Dwi Hartanto)
2. Riset
Mengenai riset, sebelumnya Dwi mengatakan bahwa riset-riset yang selama ini ia kerjakan di Belanda sangat sensitif berkaitan dengan bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, European Space Agency (ESA), National Aeronautics and Space Administration (NASA), Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) juga Airbus Defence yang ia garap bersama para guru besar dari TU Delfi.
Nyatanya semua riset yang ia akui tersebut adalah tidak benar.
"Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft," tuturnya.
ADVERTISEMENT
3. Prestasi
Pada sebuah wawancara bersama Mata Najwa, Dwi mengaku jika ia merupakan seorang technical director pada proyek roket dan satelit hingga pemberitaaan yang menyatakan bahwa ia adalah satu-satunya orang non-Eropa yang masuk dalam ring 1 teknologi ESA.
Namun kemudia ia membatah kabar tersebut,"Saya bukan technical director pada proyek roket dan satelit tersebut di atas. Dengan demikian informasi bahwa saya satu-satunya orang non-Eropa yang masuk di ring 1 teknologi ESA adalah tidak benar," jelasnya.
4. Hasil karya
Sebelum akhirnya terbongkar, Dwi mengaku jika ia bersama timnya berhasil membuat Satellite Launch Vehicle (SLV) yang diberi nama The Apogee Ranger V7s (TARAV7s) yang didanai oleh Ministerie van Defensie (Kementerian Pertahanan Belanda), Nationaal Lucht-en Ruimtevaartlaboratorium (Laboratorium Antariksa Nasional Belanda).
ADVERTISEMENT
Namun kenyataannya, satelit tersebut tidak ada.
"Tidak benar bahwa pernah ada roket yang bemama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Yang ada adalah DARE Cansat V7s," tuturnya.
Ia juga mengklarifikasi bahwa proyek itu bukan dari Kementerian Pertahanan Belanda, bukan proyek Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR) buka pula dari proyek Airbus Defence atau Dutch Space.
Ketiga lembaga tersebut hanyalah sponsor-sponsor resmi yang memberikan bimbingan dan dana riset. Melalui surat pernyataannya Dwi Hartanto megakui kesalalahan dan merasa khilaf karena telah memberikan informasi yang tidak akurat dan cenderung melebih-lebihkan.