Langkah Awal Sebuah Transformasi: Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer

Seorang PNS di Kementerian Kesehatan. Analis Kebijakan di Pusat Kebijakan Upaya Kesehatan - Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan.
Konten dari Pengguna
8 Agustus 2022 15:48
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Luci Fransisca S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Orientasi Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer bagi Kader. Foto: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Orientasi Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer bagi Kader. Foto: Dokumen Pribadi
Perjalanan ke Pulau Timor di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), diawali dengan penerbangan pukul 01.55 WIB dari bandara Soekarno Hatta. Setelah terbang sekitar 3 jam, pesawat pun mendarat di bandara El Tari Kupang pada pukul 06.00 WITA. Lega rasanya bisa turun dari pesawat, melihat terang, dan menghirup udara pagi kota Kupang.
Tujuan perjalanan sebenarnya adalah kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Dibutuhkan waktu 3 jam perjalanan mengendarai mobil dari Kupang menuju kota Soe, ibukota kabupaten TTS. Kota ini, bersama Ruteng di kabupaten Ngada, merupakan 2 wilayah paling dingin di NTT yang suhunya bisa mencapai 14 °C. Hal ini bisa terjadi karena beragamnya topografi wilayah kabupaten TTS, mulai dari daerah pegunungan, dataran tinggi, dataran rendah termasuk daerah pantai, yang juga berkontribusi positif memberikan pemandangan alam yang luar biasa indah.
Tentu ada suatu tugas yang membawa tim dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendatangi wilayah ini. Tugas tersebut adalah untuk melaksanakan pendampingan uji coba Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer di Puskesmas Niki-Niki, desa Sopo, dan desa Tumu. Ketiga lokasi tersebut terpilih untuk menjadi salah satu lokasi uji coba mewakili desa sangat terpencil. Perjalanan dari Soe ke Puskesmas Niki-Niki membutuhkan waktu sekitar 45 menit menggunakan mobil, dan lebih jauh lagi ke desa Sopo dan desa Tumu.

Transformasi Pelayanan Kesehatan Primer

Kemenkes telah berkomitmen melakukan transformasi sistem kesehatan. Kebijakan ini diambil untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas bagi seluruh penduduk Indonesia, dan untuk mendukung capaian RPJMN bidang kesehatan. Ada 6 pilar transformasi penopang kesehatan Indonesia, salah satunya adalah transformasi pelayanan kesehatan primer.
Transformasi pelayanan kesehatan primer menyoroti perubahan-perubahan yang harus dilakukan dalam hal pemberian pelayanan kesehatan dasar bagi perorangan maupun masyarakat di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). Transformasi perlu dilakukan karena pelayanan selama ini dinilai belum dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan dasar di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan hasil capaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan tahun 2021 yang jauh lebih rendah dari target. Oleh karena itu peran pelayanan kesehatan primer perlu diperkuat, sehingga mampu menyediakan pelayanan sesuai SPM dan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di fasilitas yang tersedia. Mekanisme yang dipilih adalah dengan mengintegrasikan pelayanan kesehatan primer.

Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP)

Pola kerja sistem pelayanan kesehatan primer terintegrasi berbeda dengan sebelumnya. Fokus ILP adalah siklus hidup manusia, mendekatkan pelayanan kesehatan melalui jejaring hingga tingkat desa dan dusun, serta memperkuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) melalui pemantauan dengan dashboard situasi kesehatan per desa.
Ilustrasi Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer. Gambar: Tim Pendamping Uji Coba ILP/Kemenkes
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer. Gambar: Tim Pendamping Uji Coba ILP/Kemenkes
Pemberi layanan kesehatan primer yang diketahui masyarakat umumnya adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu (Pustu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), atau Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Di dalam ILP, masyarakat akan mengenal Puskesmas (tingkat Kecamatan), Posyandu Prima (tingkat desa), dan Posyandu (tingkat dusun). Pelayanan kesehatan akan diberikan berdasarkan klaster siklus hidup, yaitu klaster 1 (manajemen), klaster 2 (Ibu, anak, dan remaja), klaster 3 (usia produktif dan lansia), dan klaster 4 (penanggulangan penularan penyakit). Kemenkes telah menyusun standar paket pelayanan kesehatan primer yang mencakup standarisasi pemberian layanan untuk penduduk/pasien sesuai kebutuhan masing-masing siklus hidup; optimalisasi kegiatan di luar gedung untuk edukasi dan pemantauan kesehatan komunitas; serta penguatan fungsi preventif dengan pemberian pelayanan kesehatan yang komprehensif, termasuk skrining penyakit.
Setiap desa atau kelurahan akan memiliki 1 buah Posyandu prima. Sub bidang kesehatan dalam posyandu prima akan dilaksanakan oleh minimal 2 tenaga kesehatan (1 perawat dan 1 bidan), sementara sub bidang pemberdayaan masyarakat akan dilaksanakan oleh kader Posyandu prima. Posyandu prima akan dilengkapi sarana prasarana standar untuk menyediakan pelayanan. Selain itu, Posyandu prima juga berperan sebagai Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan mendukung peran kader sebagai aktivis kesehatan di komunitas (5 kader per dusun). Kader Posyandu prima akan mengkoordinir kader posyandu event untuk melakukan posyandu dan kunjungan rumah.
Melalui program ini, Kemenkes berharap lebih dari 270 juta penduduk Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan primer yang berkualitas; tersedia lebih dari 300 ribu unit penyedia pelayanan kesehatan primer dengan fasilitas dan SDM terstandarisasi; dan, 100% wilayah dan kondisi kesehatan dapat dimonitor secara berkala.

Uji Coba ILP

Kemenkes berharap pelayanan kesehatan primer yang terintegrasi sudah dapat dilaksanakan pada tahun 2023. Untuk itu, dilakukan uji coba ILP selama 90 hari di 9 lokasi terpilih yang mewakili perkotaan, pedesaan, desa terpencil, dan desa sangat terpencil. Wilayah perkotaan diwakili oleh Puskesmas Indralaya di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan dan Puskesmas Kebon Sari di Kota Surabaya, Jawa Timur. Wilayah pedesaan diwakili oleh 3 Puskesmas, yaitu Puskesmas Jereweh di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat; Puskesmas Maros Baru di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan; dan, Puskesmas Ohoitahit di Tual, Maluku. Wilayah desa terpencil diwakili oleh Puskesmas Banjarwangi di Kabupaten Garut, Jawa Barat dan Puskesmas Arso III di Kabupaten Keerom, Papua. Sementara untuk desa sangat terpencil diwakili oleh Puskesmas Telaga Bauntung di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dan Puskesmas Niki-Niki di Kabupaten TTS, Nusa Tenggara Timur.
Kemenkes juga telah melakukan sosialisasi dan orientasi terkait ILP kepada pihak-pihak terkait, seperti Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten, tenaga kesehatan di Puskesmas dan desa, serta para kader. Selama pelaksanaan uji coba ILP, tim Kemenkes bertugas melakukan pendampingan untuk memantau dan mengevaluasi jalannya pelayanan sesuai klaster di Puskesmas, kegiatan di Posyandu prima dan Posyandu Dusun/RW, kunjungan rumah oleh kader, juga PWS oleh Puskesmas dan Posyandu Prima.

Timor Tengah Selatan

Masyarakat Timor masih teguh menjalankan budayanya dalam berbagai situasi, termasuk juga saat tim Kemenkes tiba di Puskesmas Niki-Niki. Pada hari pertama tiba, pihak Puskesmas menyiapkan acara penerimaan secara adat. Seluruh anggota tim diminta berdiri berjajar, lalu Kepala Puskesmas mempersandangkan selendang tenun satu per satu ke bahu setiap anggota tim. Acaranya singkat namun berkesan.
Tim Kemenkes Saat Acara Penerimaan Secara Adat oleh Puskesmas Niki-Niki. Foto: Tim Pendamping Uji Coba ILP/Kemenkes
zoom-in-whitePerbesar
Tim Kemenkes Saat Acara Penerimaan Secara Adat oleh Puskesmas Niki-Niki. Foto: Tim Pendamping Uji Coba ILP/Kemenkes
Makna yang terkandung dari acara ini adalah kedatangan tim Kemenkes dipandang memiliki maksud baik, maka Puskesmas Niki-Niki menyambut baik kehadiran tim Kemenkes dan bersedia bekerja sama untuk mewujudkan maksud baik tersebut.
Penerimaan secara adat juga dilakukan oleh Bupati TTS saat perwakilan tim Kemenkes, Dinkes Provinsi dan Dinkes Kabupaten melakukan audiensi ke kantor Bupati. Demikian juga saat tim mendatangi desa Tumu untuk melihat kegiatan Posyandu prima. Kepala desa beserta perangkatnya, para tenaga kesehatan desa dan kader, melakukan acara penerimaan secara adat. Di sini acara diawali dengan tuturan penerimaan adat dalam bahasa asli oleh seorang tetua setempat, yang kemudian dilanjutkan pengalungan selendang tenun kepada perwakilan tim. Tuturan tersebut ternyata merupakan ucapan terima kasih atas kedatangan tim Kemenkes yang telah meringankan langkah datang jauh-jauh dari Jakarta ke desa Tumu membawa hal yang baik untuk kepentingan desa, rasa syukur terpilihnya desa Tumu untuk kegiatan ini, dan juga berisi doa untuk keselamatan semua orang.
Penerimaan terhadap ILP ternyata bukan hanya sekedar dalam acara adat, tetapi tampak jelas dalam perilaku selama pelaksanaan uji coba. Pihak Puskesmas serta tenaga kesehatan, pihak desa, dan juga para kader, tampak bersemangat dan antusias mengikuti proses uji coba ILP. Harapan untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bagus dan menjangkau seluruh masyarakat menjadi motivasi untuk serius saat menjalankan uji coba ILP.
Namun semangat dan antusias itu perlu dijaga supaya tetap bertahan selama 90 hari masa uji coba dan tidak surut saat menghadapi kendala. Tim Kemenkes perlu terus mendampingi dan membantu memberikan solusi terhadap kendala atau masalah yang dialami. Dukungan dari berbagai pihak juga diperlukan untuk menguatkan program ini, termasuk dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Sebuah transformasi menuju Indonesia yang lebih sehat.
Baca Lainnya
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
·
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020
Sedang memuat...
S
Sedang memuat...
0 Suka·0 Komentar·
01 April 2020