Mengapa kumparan Terasa Istimewa?

Lufti Avianto
Life Story Teller // a man behind Books4Care, Auf Projects dan Kinaraya.com
Konten dari Pengguna
27 Januari 2019 21:40 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lufti Avianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mengapa kumparan Terasa Istimewa?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Awalnya, saya bingung mendefinisikan jenis kelamin kumparan, media online yang baru saya kenal sejak dua tahun lalu. Setelah mengamati, saya baru ngeh, ooo ternyata kombinasi antara media online dan media sosial berbasis jurnalisme warga.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya, nyaris tak ada yang istimewa. Sebab, Kompas.com, media online yang lebih senior telah melakukannya dengan Kompasiana, kanal khusus untuk warga. Sementara Detik.com punya Blogdetik, atau Tempo dengan Indonesiana-nya. Dan masih ada yang lain.
Hanya saja, ada sedikit perbedaan yang membuat antara kumparan di satu sisi dengan Kompasiana, Blogdetik, dan sejenisnya, menjadi begitu mendasar bagi saya. Sebabnya, Kompas dengan Kompasiana dan sejenisnya, adalah dua entitas yang berbeda. Kompas.com adalah media online, sedangkan Kompasiana adalah kanal jurnalisme warga, atau semacam blog.
Berbeda dengan yang dilakukan dengan kumparan yang meleburkan diri bersama kanal jurnalisme warganya dalam satu kanal yang sama. Ia hanya dibedakan dengan identitas dari tiap kanalnya saja. Kanal milik kumparan akan sangat mudah dikenali dengan embel-embel “kumparan” pada setiap kanal.
ADVERTISEMENT
Misal, kumparanNEWS, kumparanBISNIS, dan seterusnya. Sementara para jurnalis, warga perorangan bisa menggunakan nama pribadi pada masing-masing akunnya. Namun, pada bagian ini, ada yang unik, yaitu kumparan juga merangkul media online daerah untuk memiliki akun di kumparan, sehingga resonansi pemberitaan menjadi lebih bergema.
Aplikasi Mobile kumparan (Foto: Wikimedia)
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi Mobile kumparan (Foto: Wikimedia)
Keterkejutan saya akan inovasi yang dilakukan kumparan di usia yang masih balita ini, belum berhenti sampai di sini. Suatu hari, kira-kira dua bulan lalu, saya membaca sebuah konten yang menyebutkan bahwa kumparan tengah menggenjot jurnalisme warga dengan program 1001 Media Online, dan tahun 2019 ini adalah helatan kedua.
Analisis saya, kumparan memang menempatkan masyarakat/pembaca sebagai pihak yang pertama dan utama. Bukan hanya sebagai konsumen, melainkan juga sebagai produsen informasi sebagai bentuk kolaborasi.
ADVERTISEMENT
Ya, ini memang penting, sebab perkembangan teknologi informasi dan media sosial, tentu telah membawa perubahan pola konsumsi dan produksi informasi. Kini, media tak lagi sepenuhnya pihak yang berkuasa penuh atas berita, melainkan masyarakat juga punya cerita.
Saya jadi kagum dengan pendiri sekaligus konseptor kumparan. Asli! Karena ia mampu membaca perubahan zaman ini dengan sangat baik, sehingga mampu menghadirkan konsep media online yang kredibel dan kolaboratif di tengah arus tsunami yang sangat deras ini.
Dan, saya tertarik dengan apa yang disampaikan Andrias Ekoyuono, Chief Corporate Strategy kumparan bahwa aksi kolaboratif yang dilakukan, salah satunya Program kumparan 1001 Startup Media Online, itu hadir untuk membuka peluang bagi masyarakat agar dapat memberikan pengaruh yang besar di daerah mereka masing-masing bersama kumparan.
ADVERTISEMENT
"Kenyataannya, sekarang adalah era The Avengers. Semua berkolaborasi. Jadi, jangan lagi menjadi Superman," ujarnya.
Good job Kumparan!