Kembali Membaiknya Hubungan Amerika Serikat dengan Filipina

Lukas Singarimbun
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
31 Juli 2021 8:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lukas Singarimbun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Duterte's office said the Philippine president and Austin 'had an open and frank discussion of the status and future direction' of the Philippines-US ties [Robinson Ninal/Malacanang Handout Photo via Reuters]
zoom-in-whitePerbesar
Duterte's office said the Philippine president and Austin 'had an open and frank discussion of the status and future direction' of the Philippines-US ties [Robinson Ninal/Malacanang Handout Photo via Reuters]
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hubungan antara Filipina—sekutu tertua Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara—di bawah pemerintah Presiden Rodrigo Duterte dengan Amerika Serikat menunjukkan pemulihan hubungan bilateral kedua negara yang positif.
ADVERTISEMENT
Pada 30 Juli 2021, setelah mengunjungi Vietnam dan Singapura, US Defense Secretary Lloyd Austin bertemu dengan Duterte (Nakamura & Shiga, 2021). Pertemuan ini menghasilkan keputusan oleh Presiden Duterte untuk membatalkan wacana pembatalan perjanjian kerja sama VFA (Visiting Forces Agreement) dan membuka kembali kesempatan untuk melakukan kerja sama militer bersama (Ali & Lema, 2021). Meskipun belum jelas alasan di balik adanya perubahan kebijakan dari Duterte yang telah mengancam untuk membatalkan perjanjian VFA dari awal tahun 2020, Foreign Affairs Secretary Teodoro Locsin Jr dari Filipina, menyampaikan bahwa perubahan tersebut terjadi karena melihat "perkembangan dan dinamika yang terjadi di kawasan".
VFA adalah kerja sama antara Amerika Serikat dengan Filipina yang mengizinkan pasukan militer Amerika Serikat untuk datang dan keluar dari Filipina untuk melakukan latihan perang yang ditandatangani pada 1998 dan mulai efektif berlaku sejak tahun 1999. Setelah Presiden Duterte menjabat sejak tahun 2016, relasi Amerika Serikat dengan Filipina sedikit merenggang terutama setelah Duterte beberapa kali memberikan kecaman terhadap implementasi politik luar negeri dari Amerika Serikat pada masa pemerintahan Trump dan pada saat yang sama memberikan “pujian” kepada pemerintah Tiongkok. Pada puncaknya, Duterte mengancam akan membatalkan perjanjian VFA dengan Amerika Serikat karena pada awal 2020 pemerintah Amerika Serikat membatalkan visa Senator Ronald "Bato" Dela Rosa, kepala polisi di Filipina yang juga merupakan arsitek dari program anti-narkoba di Filipina dengan alasan pelanggaran terhadap HAM (Tomacruz, 2020).
ADVERTISEMENT
Pemulihan hubungan Amerika Serikat dengan mantan negara jajahannya, Filipina dalam VFA menjadi sangat penting terutama dalam hal keamanan dan pertahanan bagi keduanya. Untuk Amerika Serikat sendiri pembatalan kebijakan menghentikan perjanjian kerja sama VFA adalah kabar baik terutama untuk semakin memperkuat kekuatan baik secara diplomatik maupun militer dalam menahan pengaruh Tiongkok yang semakin besar di ASEAN dan terutama dalam konteks isu Laut Cina Selatan (LCS), di mana Filipina juga memiliki kepentingan yang krusial. Greg Poling dari Center for Strategic and International Studies melihat keputusan dari Presiden Duterte membuka kemungkinan yang lebih besar untuk semakin meningkatkan aliansi Amerika Serikat dengan Filipina di kawasan. Filipina, meskipun tidak ingin disebutkan menjadi “boneka” dari persaingan dua kekuatan utama dunia antara Tiongkok dan Amerika Serikat, dapat menjadi pintu masuk bagi Amerika Serikat dalam menangkal pengaruh Tiongkok yang semakin meluas di kawasan Asia Tenggara.
ADVERTISEMENT
Sementara itu bagi Filipina, pemulihan hubungan bilateral dengan Amerika Serikat terutama dalam konteks pertahanan dan keamanan menjadi sangat krusial terutama untuk membendung manuver yang semakin asertif dilakukan Tiongkok di kawasan Laut Cina Selatan. Pembatalan dari keputusan untuk mengeliminasi kerja sama dalam VFA ini setidaknya ini dapat memberikan sinyal kepada Beijing mengenai kekuatan yang ada di belakang daripada Filipina, meskipun kemungkinan efeknya akan sangat minim.
Meskipun demikian menurut Aaron Connelly dari International Institute for Strategic Studies, peluang terhadap perbaikan relasi Amerika Serikat dengan Filipina masih terlalu dini untuk dianggap berhasil dan sebaliknya VFA masih berada di bawah risiko selama Presiden Duterte masih menjabat sebagai Presiden. Hal ini seharusnya menjadi perhatian yang penting bagi pemerintahan Biden untuk terus menjaga hubungan baik dengan Filipina di bawah pemerintahan Duterte terutama dalam kepentingan untuk mempertahankan kepentingan Amerika Serikat di LCS.
ADVERTISEMENT