Jumpa Pertama dengan Kerajinan Pahat Kayu Khas Desa Tumbur, Saumlaki

17 Agustus 2017 8:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas sore hari di Desa Tumbur, Saumlaki. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas sore hari di Desa Tumbur, Saumlaki. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ramah, menyenangkan, dan kaya akan budaya.
Itulah kesan pertama yang ditangkap kumparan (kumparan.com) saat memasuki Desa Tumbur. Begitu memasuki pemukiman penduduk, warga dengan ramah menyapa dan melempar senyum manisnya.
ADVERTISEMENT
Desa wisata paling terkenal di Saumlaki ini termahsyur akan warisan budaya yang dimiliki. Satu yang paling terkenal adalah kerajinan pahatan kayunya.
Beruntungnya kumparan, karena berkesempatan untuk bertandang ke desa mungil ini.
Bersama Tim kumparan Getaway, kumparan turun langsung ke Desa Tumbur, Tanimbar, untuk belajar dan merasakan keseruan memahat ukiran kayu. Langsung dari ahlinya!
Pengrajin kayu di Desa Tumbur  (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pengrajin kayu di Desa Tumbur (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
10 pembaca kumparan terpilih yang berangkat dari Jakarta ini tampak begitu antusias dan bersemangat mempelajari budaya setempat.
"Kerajinan pahat kayu di tumbur ini merupakan warisan leluhur. Dan secara turun temurun masih tetap dilestarikan oleh warga Tanimbar," jelas Uri, kaur Desa Tumbur, saat berbincang dengan Tim kumparan Getaway sore itu.
Kerajinan dan keahlian pahat kayu yang dimiliki oleh warga Tumbur ini sejatinya merupakan warisan leluhur. Seluruhnya terbuat khusus dari kayu eboni, alias kayu hitam (arang).
ADVERTISEMENT
"Hanya Tumbur saja yang punya kayu arang, kayu hitam, kalau bahasia Indonesianya kayu eboni," ujarnya bangga. "Semua orang Tumbur bisa memahat, karena ini dipercaya sebagai karunia. Tapi bedanya hanya di keahlian masing-masing, mahir atau tidak," jelas Uri lagi.
Hasil pahatan kayu. (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil pahatan kayu. (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
Banyak warga Tumbur yang berprofesi sebagai pengrajin kayu. Seluruhnya memamerkan dan menjual hasil pahatan mereka di depan rumah dan ruang tamu masing-masing.
Namun sayangnya, kayu mewah ini kini telah sulit diperoleh. Amat berbeda dengan zaman dahulu, ketika kayu hitam ini dengan mudahnya ditemui di mana saja. Kini, penduduk Tumbur harus berusaha ekstra untuk mencari kayu di desa tetangga.
Kayu eboni sendiri merupakan jantung (inti) dari pohon Kayu-hitam asal Sulawesi yang telah termahsyur kualitasnya. Meski langka, warga Tumbur mengaku tak patah arang untuk melestarikan budaya warisan leluhur ini.
ADVERTISEMENT
"Walau jauh, kami tetap mencari. Masyarakat kami udah berniat sampai selamanya tetap kerja kayu," ujar Uri mantap.
Ukiran kayu eboni. (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ukiran kayu eboni. (Foto: Stephanie Elia/kumparan)
Untuk bisa membuat pahatan kayu ini, dibutuhkan trik sederhana. Yaitu, kayu eboni harus direndam dalam air terlebih dahulu agar lebih lunak dan mudah dipahat. Karena kayu eboni yang berada dalam kondisi kering sama kerasnya dengan batu.
Untuk membuat sebuah patung ukiran kecil, rata-rata warga Tumbur membutuhkan waktu mulai dari setengah hari. Sedangkan untuk pahatan kapal yang berukuran lebih besar, dibutuhkan waktu enam hingga tujuh hari.
Soal harga, pahatan kayu ini dibanderol mulai dari Rp 25 ribu hingga Rp 1 jutaan. Semua bervariasi tergantung ukuran, kadar kerumitan, dan lama waktu pembuatannya.
ADVERTISEMENT
Turis mancanegara jadi pelanggan tetap kerajinan pahatan kayu ini. Seperti Jepang dan Inggris. Namun dikatakan Uri, Belanda jadi pelanggan setia yang gemar memborong kerajinan kayu ini. Sungguh cantik, bukan?
Penasaran dengan cerita Tim kumparan Getaway selanjutnya? Ikuti terus perjalanan kumparan ke Saumlaki dan ikuti topik 17saumlaki.
Program kumparan Getaway kali ini didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Garuda Indonesia, Telkomsel dan Tiket.com.