Menikmati Suguhan Visual Bernuansa Hari Kemerdekaan di Tengah Mal

Lynda Ibrahim
A Jakarta-based business consultant who loves telling a tale.
Konten dari Pengguna
16 Agustus 2019 11:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lynda Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bulan Juli-Agustus selalu menyajikan kalender terpadat bagi pencinta seni di Indonesia. Di Jakarta, Plaza Indonesia adalah salah satu tempat komersial yang setia menghadirkan pameran bernuansa kebangsaan, saat perayaan kemerdekaan di bulan Agustus.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, kekayaan bangsa yang dipilih untuk dipamerkan adalah koleksi mahakarya dari Iwan Tirta, desainer Indonesia yang pada 1980-an menghidupkan kembali industri batik dengan mendesainnya menjadi kemeja pria dan gaun modern wanita. Iwan Tirta telah lama berpulang, namun warisan inovasinya masih berjalan sebagai label mode premium yang dihormati di Indonesia.
Colours from Home Iwan Tirta Collection. Foto: Dok: Lynda Ibrahim.
Bekerja sama dengan seniman Jux Duo, pegiat media sosial Alexander Thian, dan pebisnis Erza S.T., melalui 'Colours from Home', Iwan Tirta Collection menawarkan sentuhan fotografi mancanegara, dengan narasi bahwa hamparan batik tetap selaras, baik di jalan gelap urban, bangunan purbakala, pantai, sampai bukit ski saat salju turun perlahan.
Batik bisa tampil secara merdeka di mana saja dan kapan saja. Digarap dengan baik, pameran di salah satu atrium mal ini menyuguhkan tontonan visual yang menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Satu lantai di atasnya, karya seni dari 40 seniman dirotasi untuk membentuk pameran bertajuk 'Art Day Life'. Berbeda dengan pameran di tahun-tahun sebelumnya, pameran kali ini dilangsungkan tanpa kurasi tema. Di satu sisi, maksud dari eksperimen Plaza Indonesia ini baik, yaitu agar karya yang ditampilkan bisa lebih 'merdeka'.
Namun, di sisi lain, penyelenggara juga perlu menyadari, bahwa kurasi tema bukan saja mengelola sensasi pemirsa saat di pameran, namun juga bisa menyisakan pesan setelah pulang.
Patung karya Putu Sutawijaya. Foto: Dok: Lynda Ibrahim.
Karya Dwi Putro Mulyono. Foto: Dok: Lynda Ibrahim.
Selain beberapa karya perupa ternama seperti Putu Sutawijaya, Nasirun, SP Hidayat, Ipong Purnama Sidhi, Erianto 'Mak Etek', dan F. Sigit Santoso, pameran juga memberikan ruang bagi karya-karya Dwi Putro Mulyono, pelukis dan penderita sakit mental dari Yogyakarta. Dengan melukis, dan terkadang menulis, Dwi menyalurkan kegelisahan dan berbagai gejolak mentalnya.
ADVERTISEMENT
Medium batu-batu kecil penuh lukisan dari Dwi, menunjukkan kebutuhan sang seniman untuk selalu mengeluarkan kegelisahannya melalui medium apapun yang tersedia.
Lukisan karya SP Hidayat. Foto: Dok: Lynda Ibrahim.
Selain lukisan dan patung, ada juga merchandise seni dari para perupa seperti Samuel Indratma, Erica Hestu, dan Indra Dodi, dalam bentuk scarf, mug, buku jurnal, sampai pot bunga. Bekerja sama dengan putrinya, Ima Bunga, yang sedang menekuni pendidikan mode, Nasirun memproyeksikan beberapa karyanya ke dalam jaket dan selendang.
Pot karya Erica Hestu. Foto: Dok: Lynda Ibrahim.
Kemerdekaan memiliki arti yang berbeda bagi setiap insan. Kadang ilusinya bisa dinikmati lewat suguhan visual di antara hiruk-pikuk sebuah mal di jantung kota.