Merah Meriah Cap Go Meh di Singkawang

Lynda Ibrahim
A Jakarta-based business consultant who loves telling a tale.
Konten dari Pengguna
18 Februari 2019 13:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lynda Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Parade Tatung di Singkawang, Kalimantan Barat. Tradisi yang mengawinkan adat istiadat Tionghoa dan Dayak Kalimantan Barat. Foto: Dok: Lynda Ibrahim
zoom-in-whitePerbesar
Parade Tatung di Singkawang, Kalimantan Barat. Tradisi yang mengawinkan adat istiadat Tionghoa dan Dayak Kalimantan Barat. Foto: Dok: Lynda Ibrahim
ADVERTISEMENT
Tahun Baru Lunar baru saja berlalu, dan rangkaian perayaannya akan ditutup dengan perayaan Cap Go Meh, yang artinya "malam ke-15".
ADVERTISEMENT
Seperti namanya, Tahun Baru Lunar memakai kata 'luna' (= bulan) sebagai dasar kalender, yang berarti 28-29 hari perbulan, lebih pendek dari almanak Masehi yang mengacu pada peredaran Matahari. Rotasi 28 hari ini membuat purnama jatuh pada malam ke-15, dan bulan purnama pertama Tahun Baru Lunar inilah yang dirayakan sebagai bukti kalender baru telah benar berjalan.
Selain kalender China, kalender Jawa dan Islam pun mengacu pada rotasi Bulan, berefek pada Tahun Baru Lunar, Tahun Baru Islam, dan Idul Fitri yang tampak "bergeser" tanggalnya setiap tahun Masehi.
Kembali ke Cap Go Meh. Tiap daerah berkalender Lunar China memiliki perayaan tersendiri, namun karena pemasangan lampion merah merupakan kegiatan paling umum lantas Cap Go Meh sering disebut sebagai Lantern Festival dalam bahasa Inggris. Di Indonesia, perayaan Cap Go Meh di Singkawang adalah sebuah tradisi tersendiri.
Para personil musik pengirim Parade Tatung di Singkawang. Ratusan ribu penonton biasanya sudah menjejali tepi jalan-jalan utama Singkawang sejak Subuh untuk menyaksikan parade ini. Foto: Dok: Lynda Ibrahim
Mengawinkan tradisi Tionghoa dan kepercayaan Dayak Kalimantan Barat, kemeriahan Cap Go Meh di Singkawang amat unik dan tak bisa lepas dari peran besar para tatung. Diterjemahkan bebas sebagai shaman (bahasa Inggris) atau dukun (bahasa Indonesia), tatung sebenarnya adalah pengampu roh yang memanggil, menyandang, menanggung, dan memulangkan roh dewa selama perayaan berlangsung.
ADVERTISEMENT
Proses pemanggilan roh dilakukan beberapa hari sebelum Cap Go Meh. Roh dewa yang berhasil dipanggil akan "membangunkan" barongsai, penanda dimulainya rangkaian ritual. Ritual berlanjut selama Parade Tatung pada hari Cap Go Meh, di mana barongsai menari liar dan tatung pemimpin kelompok tersebut, sudah dalam keadaan trance (= kerasukan) sepenuhnya, melakukan berbagai atraksi yang lebih liar lagi. Ada tatung yang memecahkan kelapa dengan kepalanya, duduk di atas ujung-ujung tombak, menari di atas taburan kaca, sampai menyayat diri dengan berbagai benda tajam.
Ada tatung yang hanya berjalan tenang, namun dengan gunting rumput menembus tubuhnya, terayun dari kulit saat ia berjalan. Semua dilakukan sambil bergerak bersama parade, bibir merapal dan mata terpaku, dan tanpa mengeluarkan sepercik pun darah.
Semua atraksi para tatung dilakukan sambil bergerak bersama parade, bibir merapal dan mata terpaku, dan tanpa mengeluarkan sepercik pun darah. Foto: Dok: Lynda Ibrahim
Dimulai dari pusat kota Singkawang di pagi hari, Parade Tatung menyusuri jalan-jalan utama Singkawang sampai kelompok tatung terakhir selesai beratraksi dan menjalani keseluruhan rute, biasanya lewat tengah hari. Legendaris di antara pencinta budaya, ratusan ribu penonton menjejali tepi jalan-jalan utama Singkawang sejak Subuh, banyak di antaranya wisatawan mancanegara yang datang khusus untuk parade Cap Go Meh yang nyaris tiada duanya di dunia ini.
ADVERTISEMENT
Prosesi perayaan Cap Go Meh baru berakhir keesokan harinya, saat para dewa "dipulangkan" dengan cara membakar habis barongsai sambil diiringi mantra dan tarian mengelilinginya. Saat itu juga, konon, roh dewa akan meninggalkan raga sang tatung, sampai dipanggil lagi berikutnya. Salah satu lokasi pembakaran massal barongsai selepas Cap Go Meh adalah di sedikit di luar Pontianak.
Lebih dari 1500 personil tercatat meramaikan Parade Tatung tahun lalu, yang diresmikan Menteri Agama Lukman Saifuddin, dengan 1-2 grup bergabung dari Malaysia. Demografi tatung dan kelompok barongsainya cukup beragam-- muda, paruh-baya, pria, wanita, Dayak, dan Tionghoa. Beda dengan banyak daerah lain yang sering ragu dalam menyikapi praktisi paranormal, tatung nampak diterima sebagai profesi bermartabat di antara beragam puak Tionghoa dan Dayak di sekitar Singkawang.
Aksi seorang tatung yang kerasukan roh dewa dan diarak berkeliling pada Parade Tatung, Singkawang, Kalimantan Barat Foto: Dok: Lynda Ibrahim
Apakah Parade Tatung menarik untuk disaksikan langsung? Ya, dengan catatan pemirsa kuat berada di luar selama beberapa jam dan tidak mudah panik melihat orang dalam keadaan trance. Bagi penggemar fotografi, Parade Tatung menyajikan ribuan kesempatan emas untuk membidik foto yang tidak saja unik namun juga penuh narasi.
ADVERTISEMENT
Selain Parade Tatung, Singkawang memiliki obyek wisata lain seperti rumah antik keluarga Tjhia yang berarsitektur klasik China dan belasan kedai yang terkenal dengan makanannya. Penuh dihiasi lampion merah dan umbul-umbul keemasan, jalan di kawasan pertokoan atau perumahan di Singkawang pun menarik untuk dijelajahi sekuat kaki berjalan.
Cap Go Meh pada Tahun Babi Tanah 2570 ini akan jatuh pada Selasa 19 Februari 2019. Sudah siap ke Singkawang? Gong xi fa cai, xin nian kuai le!
Dalam ritual Parade Tatung, roh dewa yang dipanggil akan merasuki Barongsai dan tubuh tatung (dukun). Mereka akan melakukan berbagai atraksi yang lebih liar, seperti debus. Foto: Dok: Lynda Ibrahim
Prosesi perayaan Cap Go Meh baru berakhir keesokan harinya, saat para dewa "dipulangkan" dengan cara membakar habis barongsai sambil diiringi mantra dan tarian mengelilinginya. Foto: Dok: Lynda Ibrahim
Dimulai dari pusat kota Singkawang di pagi hari, Parade Tatung menyusuri jalan-jalan utama Singkawang sampai kelompok tatung terakhir selesai beratraksi dan menjalani keseluruhan rute. Foto: Dok: Lynda Ibrahim
Ada tatung yang memecahkan kelapa dengan kepalanya, duduk di atas ujung-ujung tombak, menari di atas taburan kaca, sampai menyayat diri dengan berbagai benda tajam. Foto: Dok: Lynda Ibrahim