Pengantar Kegelisahan Seniman Muda
Konten dari Pengguna
29 Januari 2019 15:59 WIB
Tulisan dari Lynda Ibrahim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa yang terbersit di pikiran saat mendengar nama Affandi? Lukisan potret diri? Bagaimana bila mendengar nama Nyoman Nuarta? Patung macan tutul atau Garuda Wisnu Kencana?
ADVERTISEMENT
Karya maestro-maestro seni dikenal dari ciri khas tertentu, dari karakter yang dipilih, dari isu yang dibidik, atau kadang semuanya. Pembentukan garis merah ini umumnya tidak sebentar, dan banyak seniman yang menunjukkan ciri berbeda antara satu dan era lain sepanjang kariernya.
Menarik bahwa ada dua seniman muda Indonesia yang saat ini sedang berpameran di Jakarta, yang mulai menunjukkan ciri di awal karier mereka.
Antonio Sinaga konsisten membidik isu keberagaman dan intoleransi agama dalam karya-karyanya selama dua tahun terakhir. Pada Bazaar Art (sekarang disebut Art Jakarta) tahun 2017, ia menampilkan puluhan panel kecil yang pada tiap panelnya kritis yang mempertanyakan arogansi dalam beragama yang dilakukan oleh kelompok mayoritas di Indonesia. Beberapa dari rangkaian karya tersebut sempat dipamerkan dalam ICAD Artura di Jakarta pada tahun yang sama.
Tahun lalu, masih pada forum Art Jakarta, dalam eksekusi yang berbeda, Antonio kembali mengajukan kritik tentang intoleransi beragama. Kemudian, di awal tahun ini, pada pameran kelompok bertajuk The Concept of Self: Individuality & Integrity di Komunitas Salihara, Antonio masih mengusung narasi yang sama walau dengan pendekatan kejemuan--penggambaran telak rasa yang dienyam publik setahun ini saat agama kian dijadikan pion pertarungan kekuasaan.
Sering kali ciri karya mengambil bentuk fisik nan kasat mata. Dalam pameran tunggal perdananya di Kopi Kalyan, I Putu Adi Suanjaya "Kencut" menampilkan karakter bermata-kancing dalam bentuk lukisan, boneka, dan animasi. Terikat dan terbutakan oleh harapan, pun terkoyak-moyak oleh kenyataan, karakter ciptaan Kencut ekspresif memanggil pemirsa untuk melihat lebih dalam ke kekelaman di balik pelangi warna yang disandang karakter.
ADVERTISEMENT
Karya Kencut makin 'menggeliat' saat dinikmati melalui Ars, salah satu aplikasi yang menerjemahkan karya statis dua dimensi menjadi multimedia tiga dimensi. Walau sensasi berbeda atas karya yang sama bisa muncul melalui Ars, kekuatan karakter 'Mata-Kancing' berhasil tidak terbilas oleh dinamika multimedia.
Apakah sentilan atas intoleransi beragama akan menjadi ciri Antonio Sinaga, atau apakah Mata-Kancing akan menjadi karakter utama Kencut? Terlalu dini bagi saya yang sekadar penikmat seni untuk memberanikan diri berkesimpulan. Namun, sungguh menyenangkan mengamati bahwa kedua seniman muda ini sudah menemukan ciri yang kuat untuk mengantar observasi, kritik, dan kegelisahan mereka di perjalanan karier yang relatif masih awal.
The Concept of Self: Individuality & Integrity, pameran gabungan beberapa seniman muda Indonesia dan Thailand, berlangsung di Komunitas Salihara sampai dengan 3 Februari 2019.
ADVERTISEMENT
Pameran tunggal Kaum Mata Kancing digelar di Kopi Kalyan sampai dengan 17 Februari 2019.
Kedua pameran terbuka untuk publik dan tidak mengenakan biaya masuk.