Sistem Pendukung Kebijakan Inklusif Untuk Peningkatan Daya UMKM

Konten dari Pengguna
27 Oktober 2017 11:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Harits Ramadhan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sistem Pendukung Kebijakan Inklusif Untuk Peningkatan Daya UMKM
Gravitasi di Asia dan Peran UMKM
ADVERTISEMENT
Asia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat selama beberapa dekade belakangan ini. Saat ini, 60% kontribusi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global dan 40% total PDB global berasal dari Asia (ADB, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi Asia di tahun-tahun mendatang akan mendapatkan perhatian khusus dari global. Ditambah lagi dengan China yang muncul sebagai raksasa ekonomi baru serta kinerja pertumbuhan ekonomi India dan Indonesia yang tinggi di tengah-tengah melambatnya perekonomian dunia menunjukkan bahwa pusat gravitasi ekonomi dunia mulai bergeser kembali ke Asia.
Peta ekonomi yang semakin berpusat ke Asia menjadi peluang yang besar bagi seluruh negara-negara Asia, tak terkecuali Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, ekspor non-migas Indonesia pada periode 2012-2017 menunjukkan bahwa 8 dari 10 negara tujuan ekspor dengan nilai tertinggi berada di kawasan Asia. Namun, di sisi yang berbeda, masalah kesenjangan ekonomi juga semakin meningkat di Tiongkok, India, dan Indonesia. Hal ini terlihat dari angka indeks gini ketiga negara tersebut yang semakin meningkat sejak pertengahan 1990-an hingga sekitar tahun 2010-an, secara berurutan yakni 12,6; 4,8; 1,9 poin.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan ekonomi yang meningkat dapat dijadikan sebuah warning sign karena juga akan mengancam keberadaan pelaku ekonomi kecil seperti Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Dalam laporan OECD yang bekerja sama dengan World Bank Group untuk Menteri Perdagangan G20 disebutkan bahwa sebagian besar operasi UMKM bergerak di sektor informal dan berkonsentrasi pada sektor agrikultur dan labor-intensive di mana biaya masuk produsen rendah dan tidak intensif dalam hal tangible capital.
Ancaman terhadap UMKM tidak hanya mematikan para pelaku usahanya tetapi juga berimplikasi serius pada perekonomian suatu negara, khususnya negara yang sedang berkembang. Dalam working paper-nya yang berjudul Major Challenges Facing Small and Medium-sized Enterprises in Asia and Solutions for Mitigating Them, Yoshino dan Taghizadeh-Hesary (2016) mengatakan bahwa UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Asia. Pernyataan tersebut cukup beralasan karena berdasarkan data dari World Bank, UMKM berkontribusi sampai 60% dalam mengurangi pengangguran dan lebih dari 40% dari PDB negara-negara berkembang. Lebih jauh lagi apabila UMKM di negara-negara tersebut kalah bersaing dan kemudian gulung tikar, dapat dipastikan krisis yang hebat akan melanda negara.
ADVERTISEMENT
Kondisi yang selaras juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2014, Indonesia memiliki 57,9 juta UMKM yang berkontribusi sekitar 58,92% total PDB dan menyerap 97,30% tenaga kerja (GBGI, 2016). Dengan demikian, penting bagi pemerintah Indonesia untuk menjaga keberadaan dan kelangsungan UMKM sebagai pelaku ekonomi ini agar tidak hanya kesejahteraan para pelaku yang terlindungi tetapi pertumbuhan ekonomi bisa dicapai dengan pemerataan yang baik.
Global Value Chain’s: Siapa kompetitor UMKM?
Globalisasi dan pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang cepat menciptakan jaringan bisnis global yang tidak memiliki batas-batas geografis antar negara. Hasilnya, perusahaan dari berbagai negara bisa saling berbagi tugas atau bahkan fungsi bisnis untuk menciptakan output akhir yang dibutuhkan oleh pasar. Adalah global value chain (GVC) yang merupakan rantai aktivitas yang dibagi di antara beberapa perusahaan di lokasi geografis yang berbeda. GVC mencakup serangkaian kegiatan produksi yang saling terkait yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di lokasi geografis yang berbeda untuk menyediakan produk atau layanan dari sebuah konsepsi hingga penyelesaian dan pengiriman ke konsumen akhir. (ADB et. al., 2016).
ADVERTISEMENT
Partisipasi UMKM dalam GVC mengekspos mereka kepada basis konsumen/pembeli yang besar dan kesempatan belajar dari perusahaan-perusahaan besar (ADB et. al., 2016). Disisi lain, keterlibatan UMKM dalam pasar global menuntut mereka untuk bisa lebih beradaptasi, lebih produktif, serta harus mengikuti perkembangan ekonomi global. Oleh karena itu, dua faktor yang benar-benar perlu diperhatikan: persaingan antarprodusen serta keterkaitan antarprodusen (artinya bagaimana perusahaan bisa saling bekerjasama dalam rantai nilai untuk meningkatkan nilai barang/jasa) (ADB et. al., 2016)
Pasar global yang menjadi basis GVC’s mengekspos UMKM pada para pelaku ekonomi yang formal. Artinya, UMKM harus bersaing dengan pelaku-pelaku telah terdaftar dan berbadan hukum di negara yang bersangkutan. Informality of the economy ini menjadi sebuah hambatan bagi UMKM untuk bersaing. Dikutip dari tempo.co, Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani mengatakan bahwa pangsa pasar ekspor UMKM hanya 15,8 persen dan lebih rendah dibanding negara-negara tetangga seperti Thailand dan Filipina yang sudah mencapai 29,5 persen dan 20 persen.
ADVERTISEMENT
Pasar ekspor UMKM memiliki potensi yang besar dan masih sangat mungkin untuk ditingkatkan. Dengan menggarap pasar ekspor UMKM ini dengan lebih serius kami yakin bahwa hal ini akan membawa dampak yang besar bagi PDB. Seperti dijelaskan di atas, dengan angka ekspor 15,8% UMKM sudah mampu menyumbang 58,92% dari total PDB, bukan tidak mungkin nantinya UMKM dapat menyumbang persentase PDB jauh lebih tinggi lagi dan dapat mengurangi angka pengangguran Indonesia secara signifikan.
Kebijakan yang Inklusif sebagai Sebuah Solusi Peningkatan Daya Saing UMKM
Inklusifitas dimaknai sebagai suatu hal yang mengatasi batasan partisipasi yang dialami oleh kelompok-kelompok kecil. Masalah yang dihadapi oleh UMKM adalah lingkungan operasi domestik yang kurang mendukung serta institusi yang lemah sehingga menyebabkan biaya produksi yang tinggi dan menghadapi tantangan yang lebih besar untuk bersaing di pasar internasional (OECD dan World Bank Group, 2015).
ADVERTISEMENT
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai inklusifitas ini adalah mendorong produktivitas UMKM melalui serangkaian kebijakan. Produktivitas UMKM dapat dibangun melalui peningkatan kapasitas internal dan menyediakan akses permodalan serta konektivitas. Berdasarkan data dari World Economic Forum, Indonesia menempati urutan 41 dari 138 negara dalam hal indeks kompetitif dengan skor 4,52 pada tahun 2016. Posisi tersebut menurun dari posisi tahun-tahun sebelumnya, 37 untuk setahun yang lalu dan 34 untuk dua tahun yang lalu. Terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi terkait dengan indeks kompetitif ini, salah satunya adalah masalah pendidikan dan pelatihan. Demi mendukung kebijakan inklusif maka perlu untuk melakukan langkah langkah pendukung, kami menyusunnya ke dalam tiga langkah penting seperti dijabarkan di bawah.
ADVERTISEMENT
Pertama, dalam jangka pendek kami berfokus pada permasalahan pendanaan. Banyak UMKM yang merasa kesulitan mendapatkan pendanaan karena lembaga pendanaan formal dirasa memiliki biaya administrasi yang tinggi, perlu agunan, serta cicilan yang mengikat. Oleh sebab itu, kami menyarankan pada pemerintah untuk turut membantu mempermudah akses platform FinTech (financial technology) agar UMKM memperoleh dana usaha yang lebih mudah. Contoh nyata pemilik usaha UMKM yang terbantu dengan adanya FinTech adalah Nyai Muhayati. Nyai adalah pemilik usaha tahu yang berkat salah satu FinTech bernama Amartha masalah pendanaan dapat terselesaikan. Pemerintah dapat mempermudah akses FinTech dengan cara seperti membuka “FinTech Center” di kantor Kamar Dagang dan Industri agar UMKM bisa langsung datang dan mencari sumber pendanaan dari FinTech yang ada dengan dibantu staf yang bertugas.
ADVERTISEMENT
Kedua, menyinergikan perangkat negara, yakni Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional untuk mendorong UMKM yang berorientasi pada ekspor. Kami setuju dengan langkah pemerintah untuk memberikan fasilitas fiskal, memberikan kemudahan skema dan persyaratan fasilitas kepabeanan, dan membuat saluran impor dan ekspor bahan baku dan hasil produksi UMKM. Namun, pengawasannya di lapangan butuh perhatian khusus agar program-program ini berjalan dengan efektif.
Ketiga, dalam jangka waktu yang lebih panjang, untuk membuat UMKM bisa bertahan dan berkelanjutan dalam persaingan maka perlu didukung oleh sumber daya manusia yang kompeten. Oleh sebab itu, kami merekomendasikan untuk mengadakan pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan. Bentuk pelatihan yang diberikan beragam, mulai dari pelatihan manajemen, pemasaran di sosial media, pelatihan pembukuan dan pencatatan akuntansi sederhana, hingga pelatihan-pelatihan lain yang mungkin diperlukan. Pemerintah bisa mewujudkan hal ini dengan cara mengadakan pendidikan bisnis di desa-desa yang dilakukan dengan menggandeng mahasiswa sebagai relawan serta mengadakan sharing session antar UMKM melalui pengoptimalan Deputi-Deputi di bawah naungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Program pendidikan dengan menggunakan mahasiswa dapat menghemat biaya jika dibandingkan dengan mendatangkan para ahli. Di sisi lain, mahasiswa menjadi paham kondisi riil terjadi di lapangan dan bisa menjadi sarana ‘penghubung’ bagi dunia praktik dengan dunia akademik.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Pusat gravitasi ekonomi global kembali mengarah ke Asia. Indonesia, sebagai salah satu negara Asia tentu akan mendapat dampak yang cukup besar. Global Value Chain akan menjadi isu yang semakin hangat dibicarakan. Perusahaan dan investor asing akan terus menerus datang, ada dua pilihan, perekonomian Indonesia akan kalah melawan pendatang atau Indonesia bisa berjuang dan memenangkan persaingan. UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia, oleh sebab itu apabila menginginkan dampak yang positif maka Indonesia harus membenahi sektor UMKM-nya. Dengan kebijakan inklusif, UMKM dapat memperoleh banyak manfaat lalu menjadikannya competitive advantages demi memenangkan persaingan global dan kemudian menyokong perekonomian Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
ADB. (2016, November 2-3). SME Development in Emerging Asia: Integration with the Global Value Chain. Retrieved from https://www.adb.org/news/events/sme-development-emerging-asia-integration-global-value-chain
ADVERTISEMENT
____. (2017, January 24). Data Show 50 Years of Changing Asia. Retrieved from https://www.adb.org/news/infographics/data-show-50-years-changing-asia
____. (2017, June 2). Gross Domestic Product (GDP): 12 Things to Know. Retrieved from https://www.adb.org/news/features/gross-domestic-product-gdp-12-things-know
Adityowati, Putri. (2016, 21 November). Terendah di ASEAN, Kontribusi Ekspor UMKM Hanya 15,4 Persen. Retrieved from https://m.tempo.co/read/news/2016/11/21/090821834/terendah-di-asean-kontribusi-ekspor-umkm-hanya-15-4-persen
GBGI. (2016). Indonesia SMEs: Increased Government Support to Overcome Challenges. http://www.gbgindonesia.com/en/main/why_indonesia/2016/indonesia_smes_increased_government_support_to_overcome_challenges_11603.php
OECD, dan World Bank Group. (2015). Inclusive Global Value Chains Policy options in trade and complementary areas for GVC Integration by small and medium enterprises and low-income developing countries
_____. (2016). OECD Economics Surveys Indonesia.
Park, Kang H. (2017). Education, Globalization, and Income Equality in Asia. Asian Development Bank Institute Workpaper. Retrieved from https://www.adb.org/sites/default/files/publication/301271/adbi-wp732.pdf
ADVERTISEMENT
World Bank. (2016, September 1). Small and Medium Enterprises (SMEs) Finance. Retrieved from http://www.worldbank.org/en/topic/financialsector/brief/smes-finance 5 Spt
World Economic Forum. (2016). The Global Competitiveness Report 2016-2017. Retrieved from http://www.nmi.is/media/338436/the_global_competitiveness_report_2016-2017.pdf
Yoshino, N. dan Farhad Taghizadeh-Hesary. (2016). Major Challenges Facing Small and Medium-sized Enterprises in Asia and Solutions for Mitigating Them. Asian Development Bank Institute Workpaper. Retrieved from https://www.adb.org/sites/default/files/publication/182532/adbi-wp564.pdf