Erdogan dan Deretan Kemenangannya

Konten dari Pengguna
25 Juni 2018 8:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M. SYA'RONI ROFII tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Erdogan dan Deretan Kemenangannya
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
(Perayaan Kemenangan Pendukung Recep Tayyip Erdogan/Hurriyet Daily)
Recep Tayyip Erdogan berhasil keluar sebagai pemenang dalam pemilihan presiden yang berlangsung secara ketat. Kesimpulan ini mengacu pada hasil hitung cepat yang dirilis oleh sejumlah media massa di Turki. Kompetisi kali ini berlangsung lebih dramatis karena diikuti oleh enam kandidat dengan karakteristik berbeda-beda. Ideologi mereka beragam, mulai dari Islamis, sekuler, nasionalis, hingga komunis.
ADVERTISEMENT
Menjelang pemilu, Turki berada dalam kondisi ekonomi tidak terlalu baik, ditandai dengan melemahnya mata uang Lira atas mata uang asing, Turki juga berada dalam jebakan instabilitas Timur Tengah yang sangat mempengaruhi keamanan Turki terutama di wilayah perbatasan. Akumulasi persoalan domestik menjadi bahan kampanye kubu oposisi untuk menyerang rezim berkuasa. Hal ini terlihat dalam pidato kampanye para calon presiden dari kubu oposisi.
Namun demikian, segala sesuatu yang ditawarkan oleh para kandidat pada akhirnya akan menjadi bahan pemikiran untuk memilih presiden pilihan mereka. Dan, dari proses pemilihan yang berlangsung pada 24 Juni hasilnya telah mulai tampak. Mengacu pada rilis CNN Turki dan Sabah terlihat sangat jelas bahwa persaingan paling ketat terjadi antara Erdogan dengan Muharrem Ince yang merupakan kader partai oposisi CHP.
ADVERTISEMENT
Erdogan berhasil meraih 52 persen suara, sementara Ince menyusul dengan angka 30 persen. Meral Aksener dan Selahettin Demirtas yang sempat diprediksi akan mampu meraih angka sepuluh persen harus puas mendapat 8 persen dan 7 persen suara (CNN Turk, 25/06; Daily Sabah, 26/06).
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan prediksi sejumlah pengamat tentang peluang Erdogan untuk kembali unggul dalam kompetisi dan potensi suara yang bisa diraihnya. Sebab, sebelum pemilihan sebagian besar pengamat memprediksi bahwa suara Erdogan akan mengalami penurunan seiring dengan banyaknya jumlah kandidat. Faktanya, Erdogan justru meraih suara satu persen lebih tinggi dari pemilihan presiden tahun 2014.
Hasil Pemilihan Parlemen
Hasil pemilihan anggota parlemen juga menunjukkan sebuah kejutan karena koalisi cumhur ittifaki (koalisi kerakyatan) partai AKP-MHP yang sebelumnya diprediksi akan kesulitan meraih kursi mayoritas, ternyata di luar dugaan berhasil mengunci angka minimal 300 kursi parlemen.
ADVERTISEMENT
Koalisi kerakyatan berhasil mengamankan 53.6 persen atau setara 343 kursi parlemen. Sementara kubu oposisi yang membangun koalisi mili ittifak (koalisi kebangsaan) yang melibatkan partai CHP, IYI Parti dan Saadet Parti hanya mampu meraih 34 persen atau setara 190 kursi parlemen.
Dari potret di atas kita bisa mengambil sebuah kesimpulan tentang selera pemilih Turki. Bahwa sebagian besar masyarakat Turki memiliki kecenderungan untuk memberikan mandat kepada rezim berkuasa. Bagi mereka rezim berkuasa menawarkan kepastian dan zona nyaman.
Sementara kubu oposisi masih dianggap sebagai penantang yang datang setiap pemilihan umum dengan narasi alternatif yang belum mampu mengimbangi dominasi rezim berkuasa baik dari sisi figur maupun program.
Dengan demikian, tentu saja hasil ini menjadikan mimpi Erdogan terasa sempurna. Sebab, Erdogan sendiri sejak periode kedua berkuasa sebagai perdana menteri telah melempar isu perubahan sistem dari sistem parlementer menjadi sistem presidensial. Bagi Erdogan sistem presidensial adalah jalan terbaik bagi Turki untuk memperkuat pemerintahan dalam rangka mengejar visi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Dengan terkonsentrasinya kekuasaan di tangan presiden maka keputusan strategis bisa diambil secara cepat. Sementara bagi kubu oposisi perubahan sistem hanya akan membawa Turki terjebak dalam perangkap otoritarianisme karena berpotensi menciptakan penguasa tunggal ’’one man ruling’’.
Erdogan merupakan figur yang meyakini bahwa kuatnya kepemimpinan nasional dan stabilitas politik menjadi kunci untuk membawa Turki menuju target pembangunan 2023. Apalagi, percobaan kudeta pada 15 Juli 2016 menjadi faktor traumatik yang membawanya untuk memastikan bahwa perubahan sistem adalah jawaban di masa transisi seperti saat ini.
Kemenangan pada pemilu kemarin sekaligus menjelaskan betapa kuatnya dominasi AKP dan Erdogan dalam politik Turki. Mereka telah mampu memenangkan enam kali pemilu secara berturut-turut. Sebuah rekor terpanjang dalam sejarah Turki dan dunia. Mereka telah berkuasa selama 16 tahun dan berpeluang untuk terus memimpin jika tetap mampu meyakinkan para pemilih Turki.
ADVERTISEMENT
Pelajaran yang bisa diambil dari Turki adalah tentang bagaimana bangsa Turki mengelola ketidakpastian politik dengan cara menggelar pemilihan umum atau referendum. Hampir setiap kebuntuan politik yang terjadi di level elit terutama di parlemen selalu dijawab dengan referendum untuk menanyakan sikap rakyat.
Sangat kontras dengan negara-negara tetangganya di kawasan Timur Tengah yang berakhir menjadi negara gagal karena ketidakmampuan elit mengelola konflik dan berakhir dengan perang bersenjata dan pertumpahan darah.
Antara sistem parlementer dan presidensial tetap memiliki kelebihan dan kekurangan. Kunci keberhasilan sebuah sistem sangat tergantung pada komitmen pemimpin dan gaya kepemimpinan untuk mencapai target penciptaan kesejahteraan bagi rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Oleh: M. Sya’roni Rofii, Direktur Eksekutif Center for Indonesia and International Affairs; alumus program doktor Hubungan Internasional, Marmara University, Istanbul-Turki.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Foto: AFP/Aris MESSINIS)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (Foto: AFP/Aris MESSINIS)