Bapak Berperahu ke Bulan

Mahesa Putra
Mahesa Jenar atau Mahesa Putra, lahir di Palembang 2001. Aktif menulis puisi, cerpen, dan essai. Freelance Jurnalis, juga Merawat ruang kolektif Kopi Mibar.
Konten dari Pengguna
27 Desember 2023 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mahesa Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustari masyarakat Melayu yang mencari ikan menggunakan perahu/ Photo Image By Mahesa Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustari masyarakat Melayu yang mencari ikan menggunakan perahu/ Photo Image By Mahesa Putra
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bulan purnama biru pucat menerangi langit Musi Rawas Utara malam ini, setiap malam musik remix bergema dari rumah ke rumah di desa tua maupun desa baru di Muara Rupit. House musik mandiri, semenjak kedatangan seorang koperasi yang menawarkan kredit speaker di desa dan kelurahan Muara Rupit, Musi Rawas Utara. Muara Rupit menduduki peringkat pertama bayi dengan kelahiran stunting tertinggi di Sumatera Selatan. Sekaligus menjadi kota termiskin di Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
Menuju ke arah utara di punggungan yang menghadap ke Bukit Barisan—hutan rimbun yang berstatus Taman Nasional Kerinci Seblat, perumahan elit dengan gaya rumah-rumah di Turki dibangun. Dengan jalan tanah liat berbatuan penuh debu, kiri-kanan pohon sawit memakan penuh sepanjang jalan—hingga membelah bukit seperti kue basah dengan toping matcha dan seres hijau.
Di Sungai Rupit yang bermuara ke Sungai Rawas, Toha menghidupi istri dan empat anaknya dengan mencari ikan di aliran sungai. Profesi yang telah lama ditinggalkan oleh orang-orang. Sepanjang bulan Toha mencari ikan—anak tertuanya Zulkipli merantau keluar daerah untuk melanjutkan pendidikan, sementara 3 anaknya masih sekolah dasar dan menengah. Sepanjang bulan Toha mendayung perahunya membawa jala dan menebar pukat ke beberapa bibir sungai Rupit hingga sungai Rawas.
ADVERTISEMENT
Sebelum matahari beranjak dari sarangnya—Toha lebih dulu bangun untuk memasang pukat dan mengambil hasil tangkapan dengan pukat yang telah ia pasang kemarin sebelum matahari tenggelam. Dengan lampu senter kepala yang menerangi setiap laju perahunya, ia gantungkan keyakinan. Istrinya menyiapkan bumbu untuk tangkapan Toha, sudah menjadi keyakinan 22 tahun menjadi suami istri, kedua pasangan yakin bahwa ikan pasti didapat.
Perahu Toha melaju mengikuti arus sungai yang membawanya ke hilir, ia mengecek pukat yang diberi umpan dengan buah galing—yang menjadi makanan favorit dari ikan baung. Buah galing adalah tanaman yang merambat dan memanjat. Batangnya berair ketika masih basah—ketika kering bisa untuk tali temali dan ayaman untuk alat tangkap ikan. Selain untuk umpan ikan, buah galing juga bisa digunakan untuk mengatasi demam dan sebagai anti-oksidan. Keluarga Toha masih memegang peran tanaman obat-obatan untuk mengatasi beberapa penyakit ringan. Sehingga anak-anaknya hampir absen ke puskesmas yang berada dekat balai desa.
ADVERTISEMENT

Matahari menyinari punggung Toha dan seperempat perahunya—hampir tengah hari ia masih mengecek pukat yang telah dipasangnya kemarin sore—namun tidak satu pun ikan didapatnya. Ikan beringit pun tidak menunjukkan bekas pantaknya pada pukat yang dipasang Toha. Ia tidak mau mengecewakan istrinya yang telah menunggunya di rumah.

Namun, tepat tengah hari—waktu matahari memanggang seluruh kampung. Toha tak kunjung pulang, istrinya telah mewanti-wanti sewaktu Toha tidak membawa ikan. Kemarin ketika ia mencuci pakaian di laut—sebutan orang Melayu kepada sungai. Begitupun ketika menyebutkan hilir, orang menyebutkannya darat—jalan kalau sekarang pada landscape wilayah desa. Ia mencium bau tidak enak pada sungai, dan pakaian yang dicucinya berminyak. Istrinya sudah memasakkan olahan ikan punang, ikan bersisik seperti ikan bujuk atau gabus yang lebih kecil ukuran dua jari orang dewasa, yang dibersihkan lalu dijemur ditengah terik matahari tanpa dibaluri dengan garam—olahan ikan khas dari Muara Rupit.
Toha memikul jala dan pukat yang memenuhi separuh badannya, matanya tertunduk menaiki satu persatu tangga rumah panggungnya. Suara riuh di dapur, bau minyak kelapa yang menggoreng punang dan asap yang mengepul dari kayu bakar membuat Toha langsung menuju ke dapur—setelah ia menjemur jala dan pukatnya ke tiang bambu yang tergantung di lawang depan rumahnya. Anak-anak dan istrinya sudah menunggu untuk mulai makan siang bersama, Toha tersenyum dan mengambil mangkuk berisi air cucian tangan—anaknya mengikuti.
ADVERTISEMENT
Hasil tangkapan ikan semakin hari semakin berkurang, hari ini pertama kalinya Toha pulang dengan tangkapan kosong. Pesanan punang untuk dikirim ke Lubuklinggau sudah dimakan untuk hari ini, pesanan pekasam, ikan asep, dan kerupuk—menunggu antrian. Ikan mulai sulit didapatkan, sungai Rupit tercemar merkuri dari aktivitas tambang emas yang mengakibatkan sungai keruh orang-orang mulai meninggalkan sungai untuk mandi dan mencuci piring dan pakaian—akibatnya aktivitas tambang emas ilegal semakin menguasai sepanjang jalur sungai.
Tahun ini, menjadi tahun berat Toha setelah anaknya Zulkipli memilih untuk melanjutkan pendidikan ke Palembang—juga harapan dari Toha dan istri kepada Zulkipli yang ingin menjadi Teknik Arsitek.
***
Suara sirene mobil polisi melaju kencang diantara jalan tanah liat berbatuan penuh debu, kiri-kanan pohon sawit menuju perumahan elit yang berada di di punggungan yang menghadap ke Bukit Barisan—hutan rimbun yang berstatus Taman Nasional Kerinci Seblat, perumahan dengan gaya rumah-rumah di Turki dibangun. Dua tahun sekali polisi melakukan penangkapan gembong narkoba yang berada di perumahan elit tersebut, pada hari biasanya perumahan ini adalah rumah-rumah kosong tanpa penghuninya. Setiap dua tahun, dari blok demi blok penghuninya ditangkap dengan status gembong narkoba. Mulai kasus sabu-sabu berton-ton lewat perkapalan, penyeludupan ganja menggunakan mobil box dari lintas timur Sumatera, hingga ribuan butir pil ekstasi lewat pengiriman ekspedisi jalur udara—digagalkan.
ADVERTISEMENT
Satresnarkoba akan mendapatkan penghargaan serta kenaikan jabatan—dua tahunan. Semacam arisan pangkat, juga arisan gembong narkoba mana yang akan ditangkap. Diluar itu, satu kilometer dari perumahan ada alun-alun tempat warga melakukan rekreasi bersama warga lainnya; anak-anak bermain bola kaki, taman bermain, juga pedagang dengan segala jenis camilan. Beberapa kasus penangkapan semacam angin lewat yang bukan menjadi kecemasan. Sebab, masyarakat yang berada berdampingan dengan perumahan elit tidak terkena dampak narkoba. Penyebaran tidak dilakukan di wilayah dusun, namun di daerah-daerah metropolitan. Dampak lainnya, masyarakat yang biasanya sulit mengakses dunia luar. Kini dengan gampang mengakses lewat internet, dan jalan sudah membelah bukit yang ditanami perkebunan sawit. Pertambangan emas ilegal disepanjang sungai yang mengaliri Musi Rawas Utara, pengeboran minyak di pedalaman hutan berstatus dilindungi.
ADVERTISEMENT
Taman rekreasi membuat masyarakat melupakan kehilangan-kehilangan yang merampas bagian dari kehidupannya, air sungai sudah tercemar merkuri yang menyebabkan masyarakat tidak lagi melakukan aktivitas mandi dan mencuci. Pengeboran minyak menyebabkan rawa tercemar dan ikan-ikan gagal berkembang dan memijah. Perkebunan sawit dengan tata tanam yang tidak ramah lingkungan, membuat mata air di beberapa wilayah menjadi terhenti dan sekat kanal perkebunan yang mengakibatkan terkurungnya air yang menyebabkan tidak terjadi pengairan dari hulu ke hilir. Beberapa kasus seperti banjir bandang, menenggelamkan bahkan menyeret rumah dan harta benda di beberapa sungai yang meluap—bahkan kematian menunggu giliran dari aktivitas antropogenik.
***

Jauh di Sungai Rupit yang bermuara ke Sungai Rawas, Toha menganyam mimpi. Namun, ia tersadar bahwa mencari ikan sama seperti mencari emas yang liar. Emas yang tidak lagi bersahabat, emas yang karatnya telah terhanyut bersama dengan pengetahuan-pengetahuan tentangnya.

Zulkipli menghadapi hal itu di dunia kampus, beberapa kali mendapat respon buruk dari teman satu kelasnya. Ketika ia bercerita tentang jenis-jenis ikan yang ada di kampung halamannya, ketika ia bercerita tentang mengelola pekasam. Namun, hal itu dikalangan masyarakat urban perkotaan dianggap tertinggal dan terbelakang. Zulkipli membuktikan dengan beberapa prestasi yang diperolehnya ketika mengikuti beberapa kegiatan bergengsi antar kampus. Sayembara sastra ia menangkan, dengan latar dusun ia bersyair tentang wajah dusunnya. Puisi berjudul “Bapak Berperahu ke Bulan” ini menjadi bahan kajian dari intelektual dan antropologi.
ADVERTISEMENT
"musim kebakaran telah tiba
lusinan sungai mengering
anak-anak pergi meninggalkan peradaban
ratusan bapak mencari ibu baru
bapak berperahu mengejar bulan
sungai nyanyikan pengetahuan baru
sementara anak-anak mengeja kehidupan
sampannya tersesat gagal membaca ibu
bahasaku adalah ibu
melahirkan anak-anak bahasa baru
ingatanku adalah bapak yang mencari ibu kandung
menyusun ingatan pada dinding kayu rumah tua
setiap malam bapak berperahu mengejar bulan
bulan yang tidak mungkin digapainya
setiap malam bapak menyusun mimpi
berharap bertahan dari bulan menuju bulan"