Dari Pak Yadi ke Pak Soleh (24)
26 Juli 2021 2:16 WIB
·
waktu baca 7 menitKartu nama Pak Yadi tak pernah kumanfaatkan, sampai ia hilang terselip entah di mana. Aku memilih menuruti usul kakakku.
“Masuk SMA-ku saja,” katanya. Dan ia menambahkan lima alasan yang bisa kupertimbangkan. Aku mengingat jumlahnya karena ia menuliskannya dalam surat berperangko, yang jarang dilakukannya saat itu: 1) karena itu sekolah negeri terbaik di kabupaten ini; 2) sekolah itu tak terlalu jauh dari rumah, sehingga aku bisa secara teratur pulang untuk menengok adik-adik; 3) tim sepak bola sekolah cukup bagus, demikian juga iklim sepak bola di Pasisiran; 4) sekolah di situ memungkinkanku sekaligus masuk pesantren, sebagaimana yang dulu dilakukan kakakku; 5) Pasisiran hanya satu jam dari Surabaya, yang mungkin saja akan memudahkanku jika aku masih mengejar mimpi sepak bolaku.
Terlepas dari sikap romantiknya yang menyentuh (hal yang memang menjadi kelebihan sekaligus kekurangan kakakku), bagaimana kalian bisa tidak menerima sebuah usul yang disertai lima alasan bagus? Coba dibaca berulang, sebagaimana yang dulu aku lakukan. Tidak saja karena semuanya terdengar masuk akal, tetapi jumlah alasannya yang lima membuatnya terasa seperti jumlah salat fardhu, atau bahkan Rukun Islam, dan dengan demikian kau tak punya alasan selain menurut dan bilang, “siap, laksanakan!”
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814