Kaki Kiri Nasution (27)
15 Agustus 2021 15:27 WIB
·
waktu baca 10 menitAkhirnya aku pindah ke pesantren. Sekitar tiga bulan kemudian, aku dan beberapa santri lain menonton siaran final Piala AFF 2000 antara Indonesia vs. Thailand di luar pondok, meninggalkan salat berjamaah dan mengaji. Pengelola pondok menganggapku melakukan pelanggaran berlapis. Kami kena denda agak berat. Setelah kuhitung, uang denda itu lumayan banyak. Maka, aku memilih cari kos saja.
Pertengahan tahun berikutnya, Bapak pulang setelah lima tahun. Ia tentu saja kecewa menemukanku berakhir menjadi “anak kos nggak jelas,” begitu ia menyebutnya. Apalagi aku juga tak cukup berprestasi di sekolah. Untungnya, aku punya hal lain yang bisa sedikit membanggakannya: sepak bola.
Ya, hanya itu namanya. Atau, dengan nama itu saja kami mengenalnya. Tak ada yang tahu nama lengkapnya, dan ia sepertinya tak mau repot-repot menjelaskannya. Apakah itu benar-benar namanya, atau sekadar nama panggilan, tak jelas betul. Aku bahkan ragu dengan asal-usulnya. Menurut cerita teman-temanku, ia muncul begitu saja di pinggir lapangan Lerok dengan sepatu kanvasnya, sehari setelah tersiar kabar seorang perempuan Lerok pulang dari Malaysia bersama suami Bataknya. Dan sejak itu ia selalu muncul di lapangan.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
Bebas iklan mengganggu
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
Gratis akses ke event spesial kumparan
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814