Phubbing: Ancaman Nyata Generasi Masa Kini

Maitria Prada Yusuf
Mahasiswi semester 5 jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Pendidikan Indonesia
Konten dari Pengguna
22 Agustus 2022 11:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maitria Prada Yusuf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: RyanKing999 on canva
zoom-in-whitePerbesar
sumber: RyanKing999 on canva

Pernahkah kamu melakukan tindakan mengabaikan seseorang dan lebih berfokus pada gawai? Atau pernahkah kamu melihat seseorang yang memainkan ponselnya ketika berada dalam sebuah pertemuan? Jika pernah, hati-hati dan kenali perilaku tersebut! Tindakan itu dapat dikatakan sebagai perilaku phubbing. Lebih jelasnya, phubbing dapat digambarkan sebagai perilaku individu yang lebih memilih bermain gawai dan berselancar di internet, alih-alih memperhatikan lawan bicara ketika sedang berinteraksi.

ADVERTISEMENT
Istilah phubbing mulai muncul ke permukaan masyarakat luas pada tanggal pada Mei 2012 lalu di Australia. Phubbing sendiri mengandung dua kata, yakni phone yang berarti ponsel dan snubbing yang berarti menghina. Dalam konsep ini, phubbing dianggap sebagai tindakan menghina dan merupakan tindakan yang tidak menghormati seseorang dalam lingkungan sosial. Mengapa dikatakan demikian? Karena perilaku phubbing cenderung mementingkan gawai dan lingkungan virtualnya dibandingkan berinteraksi dengan orang-orang di kehidupan nyata, hal tersebut dapat melukai perasaan lawan bicara karena merasa tidak dihargai.
ADVERTISEMENT
Fenomena phubbing tidak semata-mata langsung terjadi begitu saja, melainkan adanya pengulangan yang terus menerus yang dilakukan oleh seseorang dalam penggunaan intensitas gawai yang semakin tinggi. Pengulangan tersebut dilakukan secara tidak sadar sehingga membentuk perilaku yang mengarah ke phubbing. Selain itu, terdapat beberapa penyebab terjadinya perilaku phubbing dalam interaksi sosial, yakni di antaranya boredom proneness atau kecenderungan kebosanan yang timbul ketika berinteraksi. Hal ini bisa terjadi karena tidak adanya kecocokan dalam hal topik pembahasan antara si phubber dengan lawan bicara. Penyebab lainnya dapat berupa kecanduan gawai yang melekat dalam diri si phubber sehingga lebih menyukai bermain game atau mencari informasi ter-update di media sosial ketimbang mendengarkan lawan bicaranya.
Jika kamu menjadi salah satu korban perilaku phubbing, kamu pasti akan merasa kesal, bukan? Perasaan tersebut muncul karena kamu merasa tidak dianggap dan tidak didengarkan oleh lawan bicaramu karena mereka lebih memilih bermain ponselnya dibandingkan mendengarkanmu berbicara. Namun, ironisnya para pelaku phubbing terkadang tidak menyadari perlakuannya tersebut. Inilah yang menjadi permasalahan sosial di era digitalisasi.
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang muncul akibat perilaku phubbing dapat berupa:
1. Rusaknya kualitas hubungan
Dalam sebuah hubungan yang baik, pasti di dalamnya terdapat komunikasi dan interaksi yang berkualitas. Jika interaksinya terganggu akibat perilaku phubbing, di mana ketika lawan bicara tidak memerhatikan dan menghargai komunikasi yang sedang dibangun, maka akan memengaruhi suasana hati seseorang. Sehingga hal tersebut akan berpengaruh pada kualitas hubungannya pula. Phubbing dapat memicu pertengkaran, bahkan bisa meregangkan sebuah hubungan karena orang yang diabaikan memilih untuk menjaga jarak dan mengurangi interaksinya dengan si phubber. Padahal, komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menciptakan hubungan yang berkualitas dan berkepanjangan.
2. Menurunnya kesehatan mental
Dampak lain dari perilaku phubbing, yakni dapat berpengaruh pada penurunan kesehatan mental pelaku maupun korban Dalam hal ini, korban phubbing dapat merasakan perasaan ditolak, dikucilkan, dan anggapan bahwa dirinya tidak penting. Tentu, akibat dari munculnya perasaan-perasaan tersebut menimbulkan overthink yang akan berdampak secara signifikan bagi kesehatan mental seseorang. Lantaran, perilaku phubbing merupakan ancaman bagi kebutuhan dasar manusia secara sosial yang dikategorikan menjadi empat yakni, rasa memiliki, harga diri, keberadaan yang berarti, dan kontrol. Selain itu, media sosial dapat memperburuk masalah mental pelaku, sebab media sosial merupakan tempat di mana berbagai stratifikasi sosial terdapat di dalamnya. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Computers and Human Behavior, semakin sering kita menggunakan media sosial, maka peluang kita untuk merasakan depresi atau kecemasan juga semakin besar.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Aditia, R. (2021). Fenomena Phubbing: Suatu Degradasi Relasi Sosial Sebagai Dampak Media Sosial. KELUWIH: Jurnal Sosial Dan Humaniora, 2(1), 8–14. https://doi.org/10.24123/soshum.v2i1.4034
Douglas, K. M., & Sutton, R. M. (2010). Kent Academic Repository. European Journal of Social Psychology, 40(2), 366–374.
Hanika, I. M. (2015). FENOMENA PHUBBING DI ERA MILENIAL (Ketergantungan Seseorang pada Smartphone terhadap Lingkungannya). Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(1), 42–51.
Lubis, A. U. (2019). Hubungan Phubbin terhadap Empati pada Generasi Z di Kota Medan. Universitas Sumatera Utara, 1(3), 82–91.