Kala Cristiano Ronaldo Berkata 'Insya Allah'

Makhsun Bustomi
Penulis Esai, sehari-sehari bekerja sebagai Policy Analyst di Pemerintah Kota Tegal.
Konten dari Pengguna
23 Oktober 2020 14:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Makhsun Bustomi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Insya Allah.
Jika Insya Allah diucapkan oleh teman Anda saat janji gowes Minggu pagi, tentu sudah lumrah. Lain halnya kala diucapkan oleh Cristiano Ronaldo, pasti dicapture media. Sebagai pendukung Khabib Nurmagomedov, pesohor berjuluk CR7 itu berkata " Tentu, saudaraku Khabib akan menang, Insya Allah". Dukungan ini disematkan karena Khabib akan bertarung dalam laga UFC 254 melawan dengan Justin Gaethje.
Cristiano Ronaldo & Khabib Nurmagomedov (sumber foto: instagram)
Ucapan Insya Allah sudah terlalu biasa saja bagi kita, mayoritas Muslim di nusantara. Malah nyaris menjadi aksesoris wajib saat kita berjanji. Ironisnya, sering diasosiasikan dengan lemahnya komitmen. Tidaklah heran, jika ada seorang warga asing yang tinggal lama di bumi Indonesia berkata, pasang kuda-kuda dan siap kecewa kalau orang Indonesia berjanji diiringi ucapan Insya Allah.
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian (baca: ketidakdisiplinan) dengan rencana dan janji warga +62, biasa dipacking dengan bubblewrap berupa ucapan Insya Allah. Tumbuh lelucon, jika terlambat memenuhi undangan, maka beralasan di surat undangan tertera WIB. Artinya, Waktu Insya Allah Berubah.
Ternyata, di Inggris istilah GMT yang semestinya Greenwich Mean Time, juga diplesetkan menjadi Generous Muslim Time atau Waktu Muslim yang berlimpah. Sindirian atas ketiadakmampuan muslim Inggris mengatur waktu salat di masjid.
Memang betul, kita dilarang memastikan diri akan melakukan sesuatu di masa datang. Lagi pula, banyak hal dan peristiwa terjadi sulit dipahami. Masih di ranah sepak bola sebagai kasus, masih teringat ketika Brasil melawan Prancis dalam Piala Dunia 1998. Tatkala Ronaldo Luiz Nazario dalam puncak keemasan, tiba-tiba menjelang final sakit misterius, kejang-kejang sebelum pertandingan. Situasi yang akhirnya mengacaukan psikologi para pemain tim Samba.
ADVERTISEMENT
Usai kekalahan dengan "skenario aneh" tersebut, berkembanglah teori konspirasi yang mengatakan mungkin Ronaldo "Sang Fenomena" mungkin menerima suap atau sponsor memaksa Ronaldo main meskipun tidak fit.
Melupakan adanya kekuatan dan kemungkinan lain adalah sebuah kesombongan. Tetapi bukan berarti Insya Allah bisa dipakai sebagai pembenaran akan lemahnya komitmen. Hanya semata-mata karena manusia tidak bisa menjamin kepastian.
Falsafah Insya Allah
Sewaktu kecil, saya sering melamunkan masa depan saya sambil duduk di atas dahan pohon. Ada kenyamanan tingkat tinggi, menyendiri dengan memandang orang, rumah, bangunan, sawah dan bermacam objek dari atas. Serasa lebih luas untuk berpikir. Bermimpi tentang suatu saat besar nanti.
Waktu itu, tentu saya belum pernah mendengar pesan dari Wang Zhihuan, pujangga zaman Dinasti Tang, " Kalau Anda ingin jauh, naiklah lebih tinggi".
ADVERTISEMENT
Dengan menempatkan posisi seperti itu, kita akan melihat dengan pandangan yang lebih luas dan komprehensif. Ketika merekayasa sesuatu, bayangkan yang paling jauh dalam waktu dan ruang. Barulah kita bisa berjalan jauh dan lancar.
Sudah tentu, falsafah Insya Allah lebih dari sekadar pepatah Wang Zihuan. Bukan sekadar perintah untuk berorientasi jangka panjang. Merencanakan sesuatu tidak saja harus mampu menembus waktu dan ruang, tetapi harus menembus kesadaran.
Kesadaran itu adalah kesadaran kosmis. Dalam falsafah Insya Allah ada kesadaran kosmis, demikian kata Nurcholish Madjid dalam buku Pintu -Pintu Menuju Tuhan. Dalam setiap rencana manusia, selalu ada kesadaran bahwa ada kemungkinan rencana lain. Dalam setiap optimisme kita, harus diselipkan rendah hati. Hidup adalah jalinan hubungan, ketergantungan dan kerjasama dengan manusia dan makhluk lain. Sehingga diperlukan sikap rendah hati.
ADVERTISEMENT
Jadi, jika Ronaldo meminjam terminologi Islami "Insya Allah," maka izinkan saya meminjam "kesadaran kosmis" kepunyaan Richard Maurice Bucke, dalam karya Cosmic Consciousness: A Study in the Evolution of the Human Mind. Alam semesta atau kosmos tidak tersusun dari benda-benda mati yang diatur oleh suatu hukum yang tidak sadar, kaku, dan acak atau serba kebetulan. Manusia yang mempunyai kesadaran level tertinggi adalah manusia yang menyadari realitas kosmos adalah sesuatu yang bersifat immaterial, spiritual dan hidup.
Kesadaran manusia harusnya bukan level kesadaran hewan. Ikan sebagai ibarat, jangankan hidup di luar air, untuk membayangkan hidup tanpa air saja dia tidak pernah. Kesadaran kosmis merupakan level kesadaran tertinggi yang dimiliki oleh manusia. Level kesadaran kosmis dalam konteks falsafah Insya Allah adalah kesadaran bahwa merancang masa depan adalah bagian dari taqwa. Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan. Tetapi kita harus menyandarkan diri kepada Allah. Jangan mendahului Tuhan.
ADVERTISEMENT
Kesadaran Adanya Identitas Islam
Nah, apakah CR7 boleh mengucapkan Insya Allah. Saya tidak bisa menjawabnya. Apa alasan dia mengucap Insya Allah. Jangan-jangan setelah meminjam kata Insya Allah, sebentar lagi dia akan hijrah?
Eits, sebentar dulu. Hijrah sebagai terminologi Islam juga sekarang banyak dipinjam banyak kalangan, lho. Sebut saja dengan acak, artis Gisella Anastasia yang pernah bilang hijrah, sekadar ingin lebih sopan berfesyen dan lebih rajin ke gereja.
Dalam buku Generation M : Young Muslims Changing the World, Shelina Janmohamed mencatat bahwa gejala kekuatan bahasa Arab dan terminologi Islam digunakan untuk menjangkau dan menyentuh identitas islami target audiensinya. CR7 tahu, banyak pendukung Khabib adalah para muslim. Mungkin Anda salah satunya.
ADVERTISEMENT
CR7 tampaknya sadar betul, ada kesadaran akan identitas Islam. Dia hanya meminjam para pendukung Khabib, untuk kemudian ingin dimilikinya juga. Begitulah jiwa marketing-nya menyapa dan menyentuh pasar masyarakat Muslim. Ujung-ujungnya, makin banyak yang jadi follower CR7, makin laris sponsorship yang meng-endorse-nya.
Jadi, anda boleh setuju atau tidak "Insya Allah" ini dipinjam Ronaldo. Ketimbang berpikir antar dua sisi itu, baiknya kita bertanya, sudahkah kita berpegang pada falsafah Insya Allah? Dengan mengucap Insya Allah, semestinya para muslim, bertanggungjawab atas nilai-nilai merancang masa depan (termasuk dalam berjanji) dengan teliti dan penuh komitmen, rendah hati dan disertai kesadaran menyandarkan diri kepada Allah SWT.
Makhsun Bustomi, SST, MSi. Esais bertema sosial, agama dan humaniora. Bekerja sebagai aparatur sipil negara di Pemkot Tegal. Aktif di Litbang Lembaga Dakwah NU Kota Tegal. Tulisan ini pendapat pribadi, sama sekali tidak mewakili organisasi.
ADVERTISEMENT