Merealisasikan Kapten Tsubasa: 5 Fakta Menarik Sepakbola Negeri Sakura

Saud Ringo
We only see what our eyes wanted to see, that most of the times dictated by the society.
Konten dari Pengguna
6 Juli 2018 1:15 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Saud Ringo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rostov Arena menjadi saksi kedigdayaan punggawa Samurai Blue memimpin 2-0 dari tim unggulan Belgia. Hingga menit ke-68 skor ini bertahan. Lalu dalam 25 menit kemudian Jepang dikejutkan oleh 3 gol Belgia dan berujung pada tersingkirnya mereka dari Piala Dunia 2018. Jepang pulang dengan kepala tegak.
Banyak pengamat garuk-garuk kepala keheranan atas kemajuan sepakbola Jepang, utamanya dari sisi teknik yang sangat matang. Pergerakan tanpa bola yang cerdas dipadukan dengan operan 1-2 dan pressing yang tanpa henti membuat lawan-lawan Samurai Blue terperangah.
ADVERTISEMENT
Beberapa pengamat bahkan melihat bahwa saat ini dari sisi teknik, Jepang adalah tim terbaik di Asia dengan kualitas menyamai tim-tim Eropa.
Terlepas dari hal tersebut, kalian perlu tahu 5 fakta menarik terkait persepakbolaan Negeri Sakura yang di antaranya turut menunjang peningkatan sepakbolanya yang sangat pesat.
Pengembangan sepakbola di Jepang adalah antithesis dari pola ‘Tarkam’ (tarikan kampung) yang saat ini masih dianut sepakbola Indonesia.
Pembinaan adalah proses, tidak ada jalan instan untuk itu. Kunci keberhasilan Jepang mengangkat kualitas persepakbolaannya terletak pada sistem pengembangan bakat yang berjenjang dalam berbagai tingkatan umur secara kontinyu dari tingkat SD hingga SMA. Hampir di seluruh Prefektur memiliki kompetisi sepakbola lokal antar sekolah maupun antar klub. Setiap juara dari kompetisi ini kemudian akan berlaga di turnamen regional dan nasional.
Shinji Kagawa, penyerang Timnas Jepang, adalah salah satu contoh sukses pembinaan berjenjang ini. Ia bergabung ke Marino Football Club dalam usia dini, 5 tahun. Kemampuannya yang ciamik dalam mengolah si kulit bundar tidak luput dari pengamatan para pencari bakat, Ia dikontrak secara resmi oleh Cerezo Osaka pada usia 17 tahun, memecahkan rekor pemain termuda yang menerima kontrak profesional bahkan pada saat Ia belum lulus SMA.
2. J-League: Profesional dan Terus Berkembang
ADVERTISEMENT
Ketika didirikan untuk pertama kali 25 tahun lalu, J-League (Nippon Puro Sakkā Rīgu), mulanya ditujukan untuk meningkatkan level persepakbolaan Jepang. Targetnya adalah untuk secara regular dapat lolos kualifikasi Olimpiade dan Piala Dunia FIFA. Liga profesional dibentuk hingga ke jenjang ketiga (J1, J2 dan J3).
Tidak tanggung-tanggung, pembangunan sepakbola diakukan di berbagai lini. Mulai dari memperbaiki infrastruktur lapangan, mengembangkan pendidikan kepelatihan, hingga mengembangkan pelatihan wasit.
Asosiasi Sepakbola Jepang (JFA) bahkan juga memberikan pengamatan tersendiri bagi pola pengelolaan klub agar tetap sehat melalui berbagai kondisi yang harus dipenuhi. Contoh: untuk klub dari J1 diwajibkan memiliki stadium dengan kapasitas minimum 15.000 penonton, sedangkan J2 adalah 10.000 penonton. Ini juga di luar persyaratan bahwa masing-masing klub haruslah berbentuk perusahaan (korporasi) dan sehat secara finansial.
ADVERTISEMENT
3. Pemain Jepang x Pemain Asing
Proses pengembangan liga dan pembinaan pemain juga turut mengangkat kualitas pemain-pemain Jepang, yang hingga saat ini telah banyak berkiprah di berbagai liga asing ternama.
Dari 23 awak tim Samurai Blue pada Piala Dunia 2018, terdapat 15 pemain yang merumput di liga Eropa dan Amerika Utara. Sebut saja Maya Yoshida (Southampton) dan Shinji Okazaki (Leicester); Makoto Hasebe (Eintracht Frankfurt) dan Yuya Osaku (Werder Bremen); dan Takashi Inui (Eibar) dan Gaku Shibasaki (Getafe).
Jika dahulu J-League hanyalah tujuan bagi pemain-pemain asing yang ‘sudah habis’ maka sekarang berangsur-angsur image ini bergeser.
Beberapa nama mentereng yang mengisi jagat pemain asing J-League yang terkenal baru-baru ini adalah Andres Iniesta, mantan pemain Barcelona FC dan juga bintang sepakbola internasional, dan Lukas Podolski, mantan pemain FC Bayern dan Arsenal, serta pemain timnas Jerman. Kedua pemain Vissel Kobe ini masuk dalam deretan pemain dengan gaji termahal di J-League1 untuk tahun 2018.
4. Nadeshiko Sang Juara Dunia
ADVERTISEMENT
Kalau kalian terkesima dengan prestasi Samurai Blue, coba lihat kiprah Nadeshiko, Tim Nasional Perempuan Jepang yang jauh lebih mentereng dari kompatriot pria mereka. Tim Nasional Perempuan Jepang telah menjadi Juara Piala Dunia pada tahun 2011, dengan menundukkan Amerika Serikat melalui adu pinalti. Mereka adalah tim Asia pertama yang memenangi piala tersebut.
Kemenangan tersebut adalah awal dari sederet prestasi mentereng yang dicapai oleh Nadeshiko. Mereka meraih medali perak pada Olimpiade London 2012, menjuarai AFC Women’s Asian Cup pada 2014, dan paling akhir adalah meraih posisi Runner-up pada Piala Dunia Perempuan 2015.
Saat ini mereka telah lolos kualifikasi dan mempersiapkan diri mengikuti Piala Dunia tahun 2019.
5. Politik dan Sepakbola
Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kono yang baru-baru ini berkunjung ke Indonesia, adalah penggemar berat Sepakbola. Ia pernah menjabat sebagai Chairman salah satu tim J-League, Shonan Bellmare. Klub ini dahulu dikenal dengan nama Bellmare Hiratsuka, bermarkas di Kota Hiratsuka, Prefektur Kanagawa.
Menariknya, Menlu Kono sudah menjadi Chairman klub pada saat mereka memenangkan Piala Winners Asia tahun 1995. Salah satu pemain ternama Jepang di klub tersebut adalah Hidetoshi Nakata. Selepas dari klub ini, Nakata dibeli oleh Perugia AC dan merintis karirnya sebagai salah satu pemain Jepang tersukses di Eropa.
ADVERTISEMENT
--------------------------------------
Referensi: