Kisah Orang Tua yang Bercerai dan Tetap Kompak Asuh Anak Selama Pandemi Corona

Konten dari Pengguna
25 Maret 2020 11:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mama Rempong tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ibu dan anak. Gambar oleh Luis Silva dari Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu dan anak. Gambar oleh Luis Silva dari Pixabay
ADVERTISEMENT
Keputusan untuk bercerai adalah keputusan besar, karena ada anak yang katanya menjadi 'korban'. Benarkah?
ADVERTISEMENT
Mama kurang paham soal beginian, tapi tentunya keputusan itu adalah hal yang privasi banget dan mungkin memang jadi salah satu solusi terbaik dalam hidup berumah tangga..
Di tengah wabah corona seperti sekarang, Mama and the gank masih keep contact, karena distanced not disconnected, dong. Salah seorang sahabat Mama cerita gimana dia dan mantan suaminya menghadapi wabah ini dan bener-bener terharu Mama nyimaknya. Mama ceritain aja kali ya.. pakai versi dia, siapa tahu banyak yang penasaran atau bisa juga jadi inspirasi. Begini ceritanya..
Ilustrasi pasangan bercerai tetap kompak. Gambar oleh Alexas_Fotos dari Pixabay
Semenjak pemberitaan soal wabah di Wuhan dan di sana diputuskan lockdown.. dari situ aku merasa 'okay, this is serious case... we have to prepared for the worst case about virus on its way to our country.' Apa lagi anakku sekolah di international school, yang mana teman-temannya lintas negara. Singkat cerita, dhaar! satu per satu lalu semakin banyak yang suspect dan positif, sekolah-kantor diliburin, no church services, dan lainnya lagi. Kekhawatiranku yang paling besar adalah gimana aku dan mantan suami would handle it. Kita emang sepakat co-parenting dalam mengurus dua anak kami, Joe (2 tahun) dan Brie (5 tahun).
ADVERTISEMENT
Sesuai kesepakatan, aku yang mengurus harian anak-anak, terus kalau wekeend mau ketemu ayahnya, ya kuantar. Begitu pun misal anak-anak lagi mau sama ayahnya pas weekday, terus weekendnya baru sama aku. Sebisa mungkin, kami mau mereka tetap dapat cinta yang sama besar from their parents. Aku berusaha keras untuk masuk ke pattern ini, meski nggak gampang toh demi kebaikan anak-anak.
Cuma masalahnya, aku tau tabiat mantan suamiku. Dia easy going, santai, dan nggak ambil pusing banget jadi orang. Ketebak kan apa ketakutanku? Yes! Gimana kalau aku udah jaga sebaik-baiknya anak dan keluargaku dari ancaman virus, sementara dia..... Dan ketika misal anak-anak lagi sama dia and tetep menjalani kehidupan seperti biasa, kayak nggak ada apa-apa?
ADVERTISEMENT
Ilustrasi ayah dan anak sedang bermain bersama. Gambar oleh Ekaterina Anisimova dari Pixabay
Ketakutanku juga misal kalau salah satu anakku sakit, lantas apakah aku mesti juga bawa anakku yang sehat ke RS? Kalau enggak, siapa yang mesti menjaga, sementara mbakku di rumah juga lagi kuminta untuk stay at her home. Atau, gimana kalau aku yang lagi sakit? Susah juga buat minta tolong ke kakek-neneknya anak-anak. They're elderly who easier to get infected. Kita aja juga diimbau untuk do social distancing, termasuk nggak ke rumah mereka kan?
Asli ya, mikirin ini aku overwhelmed banget sampe mengganggu kualitas tidurku, migrain, nggak nafsu makan, mood berantakan. Aku belum discuss ini dengan my ex husband. Entah gimana mulainya. Lagi pula sudah malas duluan membayangkan respon-respon santai ala dia.
ADVERTISEMENT
Suatu hari, ada kabar 1 orang positif COVID-19 di area tempat tinggal suamiku, di Depok. Lalu aku cek hand phone dan dia mengabariku duluan untuk together take seriously this problem. Seketika itu juga aku merasa lega dan happy banget. Entah ini tuh kayak kebetulan or apalah.
Akhirnya, dari sekian banyak kita sering beda pendapat tentang apa pun itu, tapi kali ini kita sepakat untuk sama-sama terapin social distancing, no playdate, no cheating day dengan makan makanan instan but healthy only. Juga saling berkabar bila aku, dia atau ada anak kami sedang sakit, maka kita akan saling back up. Through this togeher. Kesempatan ini sekaligus jadi ajang buatku dan dia menjalani serius co-parenting ini.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, aku bersyukur tapi jujur aja.. Masih ada perasaan tetap waspada apakah mantan suamiku benar-benar disiplin soal ancaman yang ada di depan mata ini. You know, he's so a social butterfly.. but, who knows? I really need him to take it very seriously! Anak-anak deket dan happy banget lagi kalau udah sama dia. Kalau dipisah sementara, sangat nggak mungkin karena pasti mereka stres.
Mama ikut bahagia karena endingnya kompak. Tentunya, Mama and the gank kasih support moral.. Juga kepada teman-teman Mama, para petugas kesehatan di mana pun mereka berada.
Buat para Mama yang single mom, sudah bicara dengan mantan suami tentang ini juga? Mama doakan supaya lancar diskusinya. (PRC)
ADVERTISEMENT