Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur Desak RUU PKS Masuk Prolegnas DPR RI

Konten Media Partner
28 September 2020 23:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa aksi membawa poster mendesak untuk mengesahkan RUU PKS di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa aksi membawa poster mendesak untuk mengesahkan RUU PKS di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
MANADO - Kasus Perkawinan Anak selang tahun 2020 yang tergolong tinggi menjadi salah satu alasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau lebih dikenal dengan nama RUU PKS untuk masuk dalam Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Timur (Intim) dalam dokumentasinya, mencatat hingga September 2020 ini, kasus kekerasan seksual mencapai 481 kasus, dimana kasus tertinggi adalah Pemerkosaan dengan jumlah 220 kasus serta Perkawinan Anak sebanyak 145 kasus.
Dalam jumpa pers secara virtual, disebutkan jika angka-angka ini hanyalah sebagian kasus yang terdokumentasi, dimana angka pemerkosaan anak yang tinggi itu terjadi di semua daerah.
"Pelakunya pun beragam, mulai dari pejabat pemerintah seperti di Sulawesi Tenggara, teman sebaya di Pulau Seram (Maluku), ayah tiri maupun orang sekampung. Dan dampaknya adalah perkawinan anak," kata Lusi Peilouw, narasumber dari Maluku Utara.
Masih menurut Peilouw, 65 persen korban dari total kasus yang terdokumentasikan antara lain anak-anak yakni sebanyak 314, dimana 12 balita, 104 usia tanggung dan sisanya 198 adalah usia remaja.
ADVERTISEMENT
"Semuanya berasal dari keluarga ekonomi lemah. Sebuah fakta yang memilukan," tuturnya.
Tak hanya itu, Peilouw mengatakan, Jaringan Masyarakat Sipil Wilayah Indonesia Timur juga menemukan sedikitnya 30 persen kasus yang dilaporkan, mengalami kebuntuan dalam penanganan hukum.
"Kami menemukan dari peta situasi korban di semua daerah di Wilayah Timur, kasus Kekerasan Seksual erat sekali hubungan sebab-akibatnya seperti disfungsi tiga entitas yang sangat dekat dengan kehidupan korban maupun pelaku yakni keluarga, agama dan adat, yang seharusnya membangun mekanisme pencegahan bagi pelaku dan perlindungan bagi korban," katanya kembali.
Senada diungkapkan Vivi Marantika, nara sumber lainnya. Menurutnya, dalam beberapa kasus pemerkosaan yang mengakibatkan kehamilan, keluarga memilih menikahkan korban dengan kerabat dengan alasan menutup aib. Belum lagi, tokoh setempat ikut memberatkan beban korban dengan stigma kehamilan korban adalah aib.
ADVERTISEMENT
"Akibatnya korban didera trauma berkepanjangan," tutur Marantika.
Sementara itu, akar paling mendasar tentang kepastian hukum para korban kekerasan seksual termasuk perlindungan belum ada. Untuk itu, sangat dibutuhkan Peraturan Perundang-undangan yang secara spesifik dan komprehensif mengatur pemenuhan hak korban.
"Berdasarkan realita tersebut, Jaringan Masyarakat Sipil Wilayah Timur meminta agar RUU PKS dimasukan ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional 2020/2021," kata Marantika kembali.
Adapun tuntutan dari Jaringan Masyarakat Sipil Wilayah Timur adalah:
ADVERTISEMENT
manadobacirita