Keluh Orang Tua Siswa di Manado soal Sistem Zonasi: Semua Serba Salah

Konten Media Partner
24 Juni 2019 21:40 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sisilia Kemurahan, orang tua calon siswa SMA Negeri 1 Kota Manado yang terbentur kendala aturan zonasi sekolah. Akibat Sistem Zonasi sekolah ini, anaknya terancam dimasukan ke sekolah swasta dengan biaya yang lebih mahal dibandingkan sekolah negeri. (foto: ilona)
zoom-in-whitePerbesar
Sisilia Kemurahan, orang tua calon siswa SMA Negeri 1 Kota Manado yang terbentur kendala aturan zonasi sekolah. Akibat Sistem Zonasi sekolah ini, anaknya terancam dimasukan ke sekolah swasta dengan biaya yang lebih mahal dibandingkan sekolah negeri. (foto: ilona)
ADVERTISEMENT
Sistem Zonasi sekolah yang diterapkan pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Manado, Sulawesi Utara, akhirnya mulai menuai polemik. Para orang tua calon siswa bak memakan buah simalakama terkait kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ini.
ADVERTISEMENT
Sisilia Kemurahan, orang tua calon siswa yang ingin mendaftarkan anaknya di SMA Negeri 1 Manado, harus menelan rasa kecewa mendalam. Anaknya ingin sekali bersekolah di sana, Kemurahan paham betul akan hal itu.
Namun, berdasarkan Sistem Zonasi, anaknya tak diterima bersekolah di sana. Kenapa? Karena dalam Kartu Keluarga, mereka tercatat sebagai penduduk Desa Kalasey, Kabupaten Minahasa.
Padahal selama ini, mereka sudah berdomisili di Kelurahan Mahakeret, Kecamatan Wenang, Kota Manado. Berdasarkan aturan Sistem Zonasi, jika mereka tinggal di area itu, maka seharusnya masih bisa mendaftar di SMA Negeri 1 Manado.
Namun, apa daya, ternyata sistem online yang kini diterapkan dalam PPDB membaca nomor kartu keluarga. Padahal, mereka juga memiliki surat keterangan domisili yang dikeluarkan pihak Kelurahan Mahakeret.
ADVERTISEMENT
"Kami ini sudah tinggal di (Kelurahan) Mahakeret semenjak anak kami sekolah di SMP Negeri 1 Manado. Memang kartu keluarga kami belum kami ubah, tapi kami memiliki surat keterangan domisili jika kami memang tinggal di Mahakeret," kata Kemurahan.
Kemurahan menyebutkan, pihak panitia mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, sistem online ini terintegrasi dari Pemerintah Pusat, dan yang tercatat adalah Kartu Keluarga mereka, bukan surat domisili yang selama ini mereka kantongi.
Lebih lanjut, Kemurahan menjelaskan, kalau pun mereka mengikuti alamat dari Kartu Keluarga, mereka juga akan mengalami kesulitan. Sebab, tempat tinggal mereka di Desa Kalasey tak memiliki sekolah dengan jarak seperti ketentuan, yakni 7 kilometer.
"Kalau ke arah Manado, terdekat itu SMA Negeri 9 tapi lebih dari 7 kilometer, jadi juga tidak bisa. Sementara kalau ke arah Minahasa ada SMA 1 Tombariri dan jaraknya juga tidak memenuhi syarat. Semuanya serba salah," kata Kemurahan.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, memang ada sekolah swasta di daerah sekitar Desa Kalasey. Namun, karena kondisi keuangan, Kemurahan mengaku mencari sekolah negeri, bukan swasta, agar biayanya lebih murah.
"Kami jadi serba salah sekarang," kata Kemurahan.
Sementara itu, Kepala SMA Negeri 1 Manado, Sherly Kalangi, mengungkapkan bahwa Sistem Zonasi PPDB tahun ini lebih ketat, karena menggunakan sistem online.
Namun demikian, pihak sekolah mengaku sistem ini meringankan kerja guru dan panitia penerimaan siswa baru untuk membatasi kuota masuk siswa, karena sudah berdasarkan sistem online yang terintegrasi dari pusat.
"Bagi sekolah kami ini, cukup membantu untuk membatasi kuota masuk, karena banyak juga yang ingin masuk negeri sementara daya tampung sekolah tidak bisa menerima semua. Jadi sistem yang diterapkan pemerintah kali ini sudah cukup baik," kata Kalangi.
ADVERTISEMENT
ilona esterina