Koalisi Organisasi Sulut Minta PTUN Tolak Gugatan Hakim Binsar ke KY

Konten Media Partner
4 April 2019 22:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi 21 Organisasi masyarakat non pemerintah yang tergabung di Swara Manguni Sulut di Manado, terkait dengan gugatan hasil rekrutmen Hakim Agung yang dilaksanakan Komisi Yudisial. (foto:istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi 21 Organisasi masyarakat non pemerintah yang tergabung di Swara Manguni Sulut di Manado, terkait dengan gugatan hasil rekrutmen Hakim Agung yang dilaksanakan Komisi Yudisial. (foto:istimewa)
ADVERTISEMENT
Sebanyak 21 organisasi masyarakat non pemerintah yang tergabung di Swara Manguni Sulawesi Utara (Sulut), meminta agar Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, menolak gugatan Hakim Dr Binsar M Gultom SH, SE, MH terhadap Komisi Yudisial (KY) RI, terkait rekrutmen Hakim Agung.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana rilis yang diterima, Kamis (4/4), penolakan gugatan atau setidaknya tidak dapat diterima oleh majelis hakim PTUN Jakarta, dikarenakan pokok perkara tersebut dinilai tidak etis terkait dengan asas Nemo Judex (testis).
Dikatakan Koordinator Swara Manguni Sulut, Yoseph Ikanubun, , asas Nemo Judex yang dimaksud, adalah Nemo Judex ini Causa Sua, dimana larangan menguji atau mengadili lembaga sendiri, mengingat, PTUN merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, yang justru menjadi sebab adanya gugatan dari Hakim Binsar.
"Salah satu dasar diajukan perkara oleh pak Hakim Binsar adalah surat Wakil Ketua MA nomor 4 tahun 2018 tentang kekosongan Hakim Agung. Menjadi aneh ketika PTUN, lembaga di bawah MA malah akan menguji putusan lembaganya sendiri," tutur Ikanubun.
ADVERTISEMENT
"Dengan tidak mengurangi pemahaman bahwa pengadilan atau hakim dilarang menolak suatu perkara hanya karena alasan tidak ada hukum yang mengatur, tetapi alangkah baiknya perkara ini setidaknya tidak dapat diterima."
Sementara, Divisi Advokasi Swara Manguni Sulut, Maximus Watung, SH.MH mengatakan, materi gugatan ke PTUN dinilai kurang tepat, mengingat sengketa ini adalah kewenangan lembaga negara, yang harusnya diselesaikan ke Mahkamah Konstitusi.
"Secara implisit subtansi gugatan tersebut pada pokoknya mempersoalkan kewenangan Komisi Yudisial dalam hal perekrutan calon Hakim Agung. Kami berpendapat mengenai kewenangan lembaga Negara, adalah masalah Kompetensi Absolut yang proses penyelesaian perkaranya harus dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, karena menyangkut kewenangan lembaga negara," tutur Watung.
Watung juga menjelaskan, walaupun pengumuman hasil seleksi hakim MA, adalah hasil dari sebuah keputusan, akan tetapi, hal tersebut bukanlah keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Administrasi Pemerintahan maupun Keputusan Administrasi Negara.
ADVERTISEMENT
"Jelas, keputusan ini tidak memenuhi kualifikasi individual dan final sebagaimana seharusnya Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Kumulatif, Konkrit, Individual, dan Final, sebab masih harus mendapatkan persetujuan dari institusi lain dalam hal ini DPR," kata Watung kembali.
Sebelumnya, Hakim Binsar menggugat keputusan pengumuman hasil seleksi administrasi Komisi Yudisial dengan Tahun 2018 dengan nomor 07/PENG/PIM/RH.01.02/09/2018 dan keputusan pengumuman hasil seleksi tahap kedua calon hakim agung dengan nomor 07/PENG/PIM/RH 01.03/10 2018, yang pada intinya masih memasukan hakim non-karier sebagai calon hakim agung.
isa anshar jusuf