Peneliti Lepaskan Burung Maleo Bercincin untuk Kenali Kawasan Jelajah

Konten Media Partner
30 Juni 2019 14:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Proses penandaan atau bird banding kepada burung maleo yang akan dilepasliarkan (foto: dokumentasi Epass/BTNBNW)
zoom-in-whitePerbesar
Proses penandaan atau bird banding kepada burung maleo yang akan dilepasliarkan (foto: dokumentasi Epass/BTNBNW)
ADVERTISEMENT
Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (BTNBNW) bersama EPASS dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta melakukan penandaan pada burung (bird banding) Maleo di Pusat Penelitian Maleo/Sanctuary Maleo Tambun, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, sebelum dilepasliarkan ke alam bebas.
ADVERTISEMENT
Burung Maleo yang diberikan penandaan ini merupakan generasi pertama yang akan dilepasliarkan. Sebelumnya burung-burung ini dipelihara di Sanctuary Maleo, yang merupakan pusat penelitian Maleo.
Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Supriyanto, menjelaskan kegiatan ini merupakan salah satu dari penelitian Maleo di Lansekap Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang bertujuan untuk mengetahui wilayah jelajah satwa tersebut.
Pengukuran burung maleo. (foto: dokumentasi Epass/BTNBNW)
"Tiga tahun lalu, kami membangun Sanctuary Maleo Tambun sekaligus sebagai Pusat Penelitian Maleo. Kami membesarkan maleo dalam kandang pembesaran itu. Nah, ini maleo generasi pertama yang ada di kandang sudah beranjak dewasa dan akan dilepasliarkan ke alam. Untuk mengetahui wilayah jelajah dari maleo, maka dilakukan penandaan terlebih dahulu,” kata Supriyanto.
Menurut Supriyanto, sebelumnya anakan maleo yang menetas di bak penetasan semi-alami langsung dilepasliarkan. Ada pun, penandaan atau bird banding telah dilakukan pada 5 ekor burung maleo dewasa dengan memasang cincin penanda (ring bird) yang terbuat dari campuran alloy dan nikel.
ADVERTISEMENT
“Cincin tersebut diperoleh dari LIPI, dan bernomor seri Indonesian Bird Banding Scheme (IBBS). Dengan adanya cincin ini, petugas atau staf lapangan yang melihat tanda tersebut dapat mengenali bahwa individu tersebut dari Tambun,” jelas Ign Pramana Yuda, peneliti dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta sekaligus Presiden Indonesian Ornitologist Union.
Ia mengatakan, dengan adanya penandaan, lokasi-lokasi di mana individu maleo yang di-banding terlihat oleh staf lapangan dapat dipetakan, dan kita dapat mengetahui wilayah jelajah dari burung ini.
Sementara, sebelum pemasangan cincin, dilakukan pengukuran morfometrik pada masing-masing burung maleo tersebut. Data ini nantinya akan dimasukkan dalam database nasional burung yang dikelola oleh LIPI.
Pengambilan sampel darah pun juga dilakukan untuk uji kesehatan maleo, khususnya penyakit parasite darah.
ADVERTISEMENT
“Serangkaian kegiatan ini dimulai pada Sabtu dini hari (22/6), di mana maleo masih mudah untuk ditangkap dan langsung dilakukan pengurukan morfometrik, banding, dan pengambilan sampel darah. Hal ini untuk mengurangi stres pada individu maleo. Sedangkan Uji test sampel darah telah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Hewan Manado, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara, yang menyatakan semua maleo bebas dari parasite darah dan siap untuk dilepasliarkan ke alam,” kata Elisabet Purastuti, Field Coordinator EPASS Bogani Nani Wartabone, Minggu (30/6).
Sekadar diinformasikan, Maleo adalah burung endemik Sulawesi yang dilindungi dan habitatnya banyak berkurang karena perubahan penggunaan lahan di lokasi peneluran maleo. Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah salah satu habitat terbesar dan penting bagi maleo.
ADVERTISEMENT
isa anshar jusuf