Sengkarut Tanah Ciputra di Sulut: Babinsa Dipanggil Polisi

Konten Media Partner
20 September 2021 14:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Brigjen TNI Junior Tumilaar, seorang Inspektur Kodam XIII/Merdeka, menuliskan surat yang ditujukan untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, terkait Sengkarut Tanah Ciputra di Sulut
zoom-in-whitePerbesar
Brigjen TNI Junior Tumilaar, seorang Inspektur Kodam XIII/Merdeka, menuliskan surat yang ditujukan untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, terkait Sengkarut Tanah Ciputra di Sulut
ADVERTISEMENT
MANADO - Brigjen TNI Junior Tumilaar, seorang Inspektur Kodam XIII/Merdeka, menuliskan surat yang ditujukan untuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan ditembuskan ke Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, dan Panglima Kodam Merdeka Mayjen Wanti Waranei Franky Mamahit.
ADVERTISEMENT
Surat yang ditulis tangan pada lembar dobel folio bergaris ini, dibuatnya karena melihat adanya kejanggalan atas sikap kepolisian di Sulawesi Utara, yang membuat surat panggilan terhadap Bintara Pembina Desa atau biasa disingkat Babinsa, karena melakukan pembelaan terhadap warga bernama Ari Tahiru (67), warga yang dilaporkan oleh perumahan Citraland (PT Ciputra International) melakukan perusakan di tanah yang ironisnya adalah kepunyaan Ari sendiri.
"Saya Brigjen TNI Junior Tumilaar (Irdam XIII/Merdeka) memberitahukan dan bermohon agar Babinsa (Bintara Pembina Desa) jangan dibuat surat panggilan Polri. Para Babinsa itu bagian dari sistem pertahanan negara di darat. Para Babinsa diajari untuk tidak sekal-kali menakuti dan menyakiti hati rakyat, bahkan wajib mengatasi kesulitan rakyat sekelilingnya," tulis Tumilaar dalam suratnya.
ADVERTISEMENT
Di surat itu, juga dijelaskan tentang aksi dari pasukan Brimob Polda Sulut bersenjata yang mendatangi Babinsa yang sedang bertugas.
Saat ditemui di ruang kerjanya, Tumilaar mengaku surat itu ditulis atas nama pribadi. Lalu mengapa sampai surat itu dibuat, Tumilaar bilang itu adalah bentuk terakhir yang ditempuh, setelah upaya sebelumnya mendatangi Polda Sulut, dan juga berkomunikasi lewat jalur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) tak diindahkan.
Sementara, terkait dengan berbagai upaya yang telah dilakukannya, Tumilaar mengaku jika ada hal yang tidak sesuai dengan nuraninya, terkait dengan tindakan yang diambil kepolisian, sampai-sampai berani memanggil Babinsa yang membela rakyat kecil, yang mengalami penindasan.
"Jadi, persoalan ini berawal ketika ada warga, namanya Ari Tahiru, ahli waris tanah, ditangkap dan ditahan polisi karena dilaporkan oleh PT Ciputra Internasional, atas dugaan penyerobotan dan perusakan. Padahal, tanah yang diklaim sudah ada putusan Mahkamah Agung nomor 3030 K tahun 2016, pemiliknya George Lomban," kata Tumilaar.
ADVERTISEMENT
Menurut Tumilaar, warga kemudian meminta bantuan Babinsa. Tapi, Babinsa atas nama Serma Zet Bengke juga dipanggil Polresta Manado. Polisi sendiri mengetahui jika Serma Zet Bengke adalah seorang Babinsa Kodam XIII/Merdeka, tapi untuk melegitimasi pemanggilan, pihak polisi hanya mencantumkan nama Zet tanpa ada embel-embel pangkat TNI.
"Yang paling nyata surat (panggilan) tanggal 20 agustus ke Zet Bengke, disitu tidak dicantumkan pangkatnya. Tapi, jelas dia Babinsa berpangkat Serma. Mereka (Polresta) tahu kok itu, bahwa dia adalah Babinsa di Kelurahan Bumi Nyiur. Dan ternyata, sebelum-sebelumnya juga sudah pernah dipanggil Babinsa-babinsa lain di antaranya Serka Sukmedidan Serda Jaka,” kata Tumilaar.
Lanjut dikatakannya, seharusnya pihak kepolisian menelaah terlebih dahulu laporan PT Ciputra Internasional, karena ternyata yang ditangkap justru adalah pemilik sah tanah berdasarkan putusan Mahkamah Agung nomor 3030 K tahun 2016, tanah tersebut justru atas nama George Lomban, ayah dari Edwin Lomban yang juga dilaporkan oleh PT Ciputra Internasional.
ADVERTISEMENT
Kerancuan lainnya adalah pihak Polresta justru mengabaikan laporan para pemilik tanah kepada PT Ciputra Internasional, yang melakukan penyerobotan tanah milik mereka.
"Kenapa itu dewan direksi PT Ciputra yang dilaporkan tidak ditangkap dan malah di SP2-kan. Eh, malah laporan dari PT Ciputra yang ditanggapi dan akhirnya malah melaporkan Babinsa Zet Bengke. Jadi surat yang saya buat itu, melaporkan tentang itu," ujar Tumilaar kembali.
febry kodongan