Derita dan Dilematis Pekerja Anak Jermal di Pantai Timur Sumatera

Manda Septina
Bachelor of Arts (Sociology), Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
8 Juli 2021 17:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Manda Septina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hak anak yang telah dirampas. Sumber : https://www.freepik.com/free-vector/flat-world-day-against-child-labour-illustration_13637905.htm#page=1&query=child%20labour&position=19
zoom-in-whitePerbesar
Hak anak yang telah dirampas. Sumber : https://www.freepik.com/free-vector/flat-world-day-against-child-labour-illustration_13637905.htm#page=1&query=child%20labour&position=19
ADVERTISEMENT
Hampir sebulan yang lalu, tepatnya 12 Juni, kita sudah memperingati Hari Pekerja Anak Dunia atau World Day Against Child Labour. Tetapi sampai detik ini, masalah pekerja anak masih sulit untuk dihapuskan. International Labour Organization (ILO) tahun 1999, pada penelitiannya terhadap para pekerja anak di jermal. Secara harafiah, jermal diartikan sebagai alat penangkap ikan yang berbentuk pagar dan berasal dari pancang kayu. Jermal biasanya akan dipasang di sekitar 3-6 mil dari tepi pantai, pintu yang belakangnya dipasang jala, supaya dapat diangkat setelah mendapat ikan.
ADVERTISEMENT
Dilematis anak yang bekerja pada sektor jermal cukup besar, di mana sebagai anak, seharusnya menikmati masa kecilnya dengan bermain dan belajar, malah justru harus bekerja dan berjuang membantu menopang perekonomian keluarga. Tahun 2003, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sukses menarik sebanyak 1.460 anak untuk tidak bekerja di berbagai Pantai Timur, Sumatera Utara. Langkah pemerintah selanjutnya yaitu memantau dan menindak secara tegas para pengusaha jermal, apabila mereka tertangkap basah masih mempekerjakan anak-anak di bawah umur.
Bagaikan punuk merindukan bulan, menjadi peribahasa yang tepat untuk menggambarkan cita-cita pemerintah dalam membebaskan anak yang bekerja di jermal dengan fakta yang terjadi. Terbukti bahwa seusai pemerintah mampu menarik ribuan anak untuk tidak lagi bekerja di jermal, masih banyak ditemui anak-anak yang tetap bekerja di jermal. Hal tersebut ditemui saat pemantauan reporter SCTV pada wilayah-wilayah di sekitar Sumatera Utara, ribuan anak masih ditemukan pada 124 jermal yang sudah memiliki izin usaha. Wilayah-wilayah tersebut, antara lain; Kabupaten Langkat, Asahan, Deli Serdang, Tanjungbalai, Simalungun, dan Kabupaten Labuhan Batu (Dharma, 2003).
ADVERTISEMENT

Jermal Menjadi Sektor Berbahaya Bagi Anak

Mengapa jermal digolongkan sebagai sektor berbahaya, bahkan menjadi pekerjaan terburuk bagi anak-anak?. Patricia Cindy, Staff Bidang Literasi Penulisan Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (2020) telah mengupas tuntas alasan-alasan yang menjadi latar belakang, jermal disebut sebagai sektor berbahaya bagi anak, antara lain sebagai berikut;
Pertama, Tidak adanya jam kerja yang pasti
Anak-anak mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan. Hal ini terjadi, karena menyesuaikan dengan musim atau kondisi laut pada hari itu. Saat pasang, biasanya dimulai dari pukul 2 pagi hingga pukul 8 malam, kebanyakan anak-anak harus segera bekerja supaya mendapatkan banyak ikan, karena ikan sedang banyak-banyaknya dan ombak kecil. Apabila saat surut, hanya sedikit ikan yang bisa didapatkan, karena ombak yang cukup besar, sehingga anak-anak baru bisa mulai bekerja lagi pukul 7 pagi hingga pukul 3 sore. Mereka diperbolehkan beristirahat full dan pulang ke rumah jika mereka sudah bekerja selama 3 bulan.
ADVERTISEMENT
Kedua, Sangat berisiko tinggi terhadap keselamatan nyawa anak-anak.
Anak-anak harus memutar jaring menggunakan katrol tangan atau penggilingan. Setiap jermal ada 10 – 15 katrol yang harus diputar dalam waktu yang bersamaan. Apabila terdapat salah satu katrol yang tidak diputar dengan seirama, maka akibatnya ia harus menerima hantaman katrol yang bisa menyebabkan dirinya terlempar ke lautan.
Ketiga, Tidak ada jaminan kesejahteraan bagi pekerja anak (buruh jermal), terutama dari segi makanan yang diterimanya.
Adanya limitasi ikan yang dilarang untuk dimakan pasca bekerja, yaitu tongkol, kakap, kerapu dan sejenisnya. Apabila tertangkap basah oleh mandor, maka konsekuensinya ialah upah yang dipangkas. Makanan yang diberikan sangat jauh dari kata layak untuk perkembangan anak.
ADVERTISEMENT
Keempat, Bukan hanya dari segi makanan, tetapi juga dari segi upah.
Anak-anak buruh jermal hanya digaji sebesar Rp 75 ribu-120 ribu dalam 3 bulan sekali. Hasil yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan apa yang sudah mereka korbankan yaitu pendidikan dan keselamatan nyawa mereka.
Kelima, Tak hanya kekerasan fisik dan psikologis, tetapi juga kekerasan seksual.
Kerapkali pelecehan seksual dilakukan oleh buruh jermal dewasa, atas dasar kebutuhan biologis yang tak bisa dikendalikan. Jenis pelecehan seksual yang sering terjadi yaitu sodomi. Sangat miris dan sangat merugikan anak-anak, baik pada masa sekarang hingga masa depannya nanti (Cindy, 2020).

Hak Anak Yang Dirampas

Anak yang dipekerjakan di jermal menjadi wujud nyata pelanggaran hukum. Konvensi Hak Anak (KHA) Pasal 32 menyatakan bahwa anak memiliki hak untuk dilindungi dari segala wujud eksploitasi ekonomi dan pekerjaan berbahaya. Hal ini, tentunya merugikan kualitas pendidikan, kesehatan fisik, mental, psikis, dan sosial anak. Pemerintah berkewajiban menentukan batas usia minimal pekerja anak, aturan jam dan tempat kerja, dan sanksi terhadap pihak yang melanggar peraturan. Adapun peraturan yang berkaitan dengan masalah pekerja anak;
ADVERTISEMENT

Inovasi dan Solusi

Inovasi dan solusi dari pemerintah akan terealisasi dengan baik apabila adaya kerjasama yang baik pula antara pemerintah dengan masyarakat, dan LSM. Pemprov Sumut dan ILO telah bekerja sama untuk mengurangi dan mencegah anak-anak bekerja di jermal dengan beberapa strategi dan inovasi (Cindy, 2020), yaitu ;
ADVERTISEMENT
1. Dialog Interaktif (antara pemerintah dengan warga setempat, anak-anak pekerja, dan para mandor di jermal)
2. Pengembangan Kelembagaan
3. Program Perlindungan Sosial dan Mitra Kerja
4. Workshop dan Kunjungan bersama
5. Kampanye Radio dan Media Massa
Pekerja anak di jermal menjadi permasalahan yang sangat kompleks bagi kita bersama. Perlu adanya pemahaman secara komprehensif oleh semua pihak yang terkait, serta pembuatan peraturan dan sanksi yang tegas mengenai usia pekerja anak.
Lindungi Hak Anak dan Selamatkan Pekerja Anak!