Mobil Tak Berawak, Amankah?

Manik Sukoco
Senang membaca. Sesekali menulis.
Konten dari Pengguna
8 September 2017 17:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Manik Sukoco tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mobil Tak Berawak, Amankah?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Foto: Elijah Nouvelage, Reuters
Pernah terbayang untuk menaiki mobil yang bisa berjalan sendiri tanpa sopir? Dari segi tampilan, mobil ini terlihat cukup ramping, lucu, dan kekinian. Siapa coba yang tidak penasaran untuk bisa duduk di mobil yang bisa menyetir sendiri. Namun, apakah robotic car ini aman digunakan?
ADVERTISEMENT
Mobil tak berawak atau mobil robot adalah mobil yang mampu merasakan lingkungannya dan menavigasi tanpa input manusia. Mobil ini menggunakan berbagai teknik untuk mendeteksi sekelilingnya, seperti radar, sinar laser, GPS, dan penglihatan komputer.
Sistem kontrol tingkat lanjut menafsirkan informasi sensorik untuk mengidentifikasi jalur navigasi yang sesuai, rintangan, dan papan nama yang relevan. Mobil otonom memiliki sistem kontrol yang mampu menganalisa data sensorik untuk membedakan berbagai jenis mobil yang sedang melintasi jalanan.
Demonstrasi mobil robot ini dilakukan pada tahun 1920-an dan 1930-an. Namun percobaan penggunaan mobil yang benar-benar otonom, baru muncul pada tahun 1980-an, dengan proyek Navlab dan ALV Carnegie Mellon University pada tahun 1984, serta Mercedes-Benz dan Bundeswehr University Munich's Eureka Prometheus Project pada tahun 1987.
ADVERTISEMENT
Sebuah langkah maju dicapai pada tahun 1995, ketika Navavol CMU menyelesaikan demonstrasi penggunaan mobil otonom jarak jauh pertama sepanjang 2.844 mil antara Pittsburgh, Pennsylvania dan San Diego, California. Mobil ini berhasil menempuh jarak sejauh 2.797 mil secara otonom (98,2%), dengan kecepatan rata-rata 63,8 mil per jam (102,7 km/jam). Sejak saat itu, perusahaan dan organisasi penelitian berlomba-lomba mengembangkan rancangan mobil serupa.
The World Economic Forum bersama dengan Boston Consulting Group, telah merilis hasil survei global pertama tentang sikap konsumen mengenai mobil tak berawak (self-driving car). Survei dilakukan terhadap 5.500 penduduk perkotaan secara global. Survei tersebut mengungkapkan beberapa kesimpulan yang mengejutkan.
Sejumlah 58% responden menyatakan keinginannya untuk menaiki mobil ini, namun hanya 35% yang akan membiarkan anak-anak mereka naik mobil tak berawak sendirian. Penerimaan tertinggi terdapat di pasar negara berkembang, seperti China, India, dan Uni Emirat Arab; sekitar 50% di AS dan Inggris; sedangkan yang terendah terdapat di negara Jepang dan Jerman.
Mobil Tak Berawak, Amankah? (1)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: World Economic Forum
ADVERTISEMENT
Alasan terbesar mengapa mereka ingin menaiki mobil otonom adalah karena mobil ini bisa mencari tempat parkir sendiri. Alasan kedua, karena mereka bisa melakukan kegiatan lain saat berada di jalan raya. Lalu alasan ketiga, karena mereka dapat berpindah ke mode otomatis saat terjadi kemacetan.
Mobil Tak Berawak, Amankah? (2)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: World Economic Forum
Sebagian besar responden beranggapan bahwa produsen kendaraan yang paling ideal untuk mengembangkan mobil otonom adalah produsen dari negara Perancis, Jerman, dan Jepang. Sedangkan jenis mobil tak berawak yang lebih disukai adalah jenis mobil listrik atau hybrid.
Mobil Tak Berawak, Amankah? (3)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: World Economic Forum
Berdasarkan hasil survei, penduduk kota tak keberatan merogoh kocek lebih dalam untuk bisa menaiki mobil ini. Mereka bahkan rela jika harus membayar 5 dolar lebih mahal.
Mobil Tak Berawak, Amankah? (4)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: World Economic Forum
ADVERTISEMENT
Mobil tak berawak bukan hanya ada dalam khayalan kita semata. Mereka percaya bahwa mobil semacam ini akan berseliweran di jalanan dalam sepuluh tahun mendatang.
Mobil Tak Berawak, Amankah? (5)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: World Economic Forum
Hambatan terbesar dalam pengembangan mobil otonom bukan lagi regulasi atau pemerintah, melainkan penerimaan konsumen dan teknologi. Saat ini, lebih dari selusin kota memiliki skema percontohan yang sedang berlangsung, termasuk Singapura dan Gothenburg, masing-masing menguji berbagai gagasan di berbagai tingkat kecanggihan.
Mobil Tak Berawak, Amankah? (6)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: World Economic Forum
Masyarakat umum maupun generasi milenial tampaknya semakin antusias menyikapi perubahan jaman. Mereka seringkali silau dengan perkembangan inovasi sehingga segala sesuatu yang mengusung konsep kebaruan, langsung saja diterima dan direspon secara positif. Padahal masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan teknologi ini.
ADVERTISEMENT
Laporan McKinsey & Company mengatakan bahwa dengan digunakannya mobil otonom, kecelakaan bisa turun 90%, serta miliaran dolar bisa dihemat untuk perawatan kesehatan saja. Namun, benarkah masalahnya sesederhana itu?
Pada titik tertentu, kendaraan otonom akan dihadapkan pada suatu keputusan yang berpotensi mengakibatkan korban jiwa. Bagaimanapun, mesin tidak memiliki kemampuan yang sama dengan manusia terkait dengan pertimbangan etis dan moral.
Jangankan mesin, dilematika etis dan moral ini masih menjadi bahan perdebatan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa perhitungan yang cermat terkait nilai-nilai etis dan moral, penggunaan kendaraan otonom justru akan mendorong kita pada masalah-masalah lain, yang tak kalah pelik.
Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT) untuk menjawab teka-teki etis dan moral secara lebih rinci. Proyek yang dinamai "Moral Machine" ini menyajikan berbagai skenario yang mungkin saja dihadapi oleh mobil otonom. Berikut skenarionya.
Mobil Tak Berawak, Amankah? (7)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: MIT (Moral Machine)
ADVERTISEMENT
Skenario di atas menunjukkan sebuah keadaan dimana mobil kosong harus berhadapan dengan pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan. Jika mobil tidak berubah arah, maka pejalan kaki di ruas jalan yang pertama bisa tewas tertabrak. Sementara, perubahan arah mobil barangkali menyelamatkan pejalan kaki di ruas jalan pertama, namun berpotensi membunuh pejalan kaki di ruas jalan yang lain.
Mobil Tak Berawak, Amankah? (8)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: MIT (Moral Machine)
Lalu bagaimana dengan skenario selanjutnya? Jika sebuah mobil penuh penumpang lalu berhadapan dengan balok pembatas jalan, sementara pada saat itu segerombolan binatang sedang lewat. Jika mobil berbelok, maka hewan-hewan itu bisa mati. Namun jika mobil memutuskan untuk lurus saja ke depan, maka seluruh penumpang di dalam mobil akan tewas.
ADVERTISEMENT
Mobil Tak Berawak, Amankah? (9)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: MIT (Moral Machine)
Sampailah kita pada skenario yang paling dilematis. Jika sebuah mobil dengan tiga orang penumpang harus berhadapan dengan pejalan kaki pada ruas jalan pertama dan pembatas jalan di sisi yang lain. Jika mobil otonom memutuskan untuk berbelok, maka seluruh penumpangnya akan mati. Namun, apabila mobil memilih untuk lurus saja langsung, maka seluruh pejalan kaki yang sedang melintas, pasti diterjang. Perhatikan juga detail bahwa saat itu lampu lalu lintas sedang berwarna merah.
Skenario dalam proyek yang didalangi MIT ini, memberikan kita perspektif yang berbeda terkait dengan kompleksitas masalah yang harus dihadapi oleh pembuat mobil self-driving. Jika kita sebagai manusia saja masih bingung ketika dihadapkan pada dilematika etis dan moral semacam itu, lalu bagaimana kita bisa mengharapkan sebuah mesin, untuk dapat membuat keputusan terkait hidup dan mati?
ADVERTISEMENT
Mengingat otomatisasi sudah diterapkan pada berbagai hal; mulai dari pengembangan kapal, mobil, sampai persenjataan, proyek MIT ini menekankan perlunya pemahaman dan kesadaran yang lebih baik. Tanpa itu, maka seluruh rancang desain suatu produk bisa berakibat fatal saat diterapkan di lapangan.
Kemudahan dan kepraktisan adalah pertimbangan yang mutlak diperlukan dalam pengembangan sebuah inovasi dan teknologi. Tapi keamanan haruslah menjadi prioritas yang utama.