Salah Ketik

Darkim
menyukai sastra, peduli masalah sosial, politik, dan keadilan. menjadikan keluarga sebagai titik awal semangat kebajikan.
Konten dari Pengguna
20 Februari 2020 7:12 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Darkim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi : pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi : pixabay.com
ADVERTISEMENT
"Semakin banyak kata dieja, semakin banyak pula aksara melompat dari barisannya." Begitu perumpamaan bagi seorang penulis yang saban hari berkutat dengan jutaan kata, ribuan kalimat, yang semuanya bermuara ke telaga makna.
ADVERTISEMENT
Maka kehati-hatian dan selalu melakukan koreksi terhadap hasil tulisan adalah hal wajib yang mesti dilakukan sebagai sebuah rangkaian proses dalam berkarya. Tapi penulis juga manusia, punya lelah dan punya kelengahan. Sekali waktu pasti akan jatuh juga dalam kubangan "salah ketik".
Tapi atas nama tanggung jawab moral, profesionalisme, seorang penulis pemula sekalipun akan berusaha mati-matian agar tidak terjadi salah ketik [typo] pada karya tulisannya. Salah huruf berarti berbeda makna, berbeda makna boleh jadi menunjukkan arah yang berbeda pula.

Negara "Salah Ketik"

Dari kemarin saya tidak habis pikir membayangkan sebuah negara sebesar ini bisa salah ketik dalam menyusun sebuah draf Undang-Undang. Ada jutaan tenaga terampil dan profesional di dalamnya, ada mekanisme pengawasan dan kontrol yang tentunya sangat ketat untuk ukuran sebuah tugas membuat sebuah draf arah kebijakan negara.
ADVERTISEMENT
Apakah mereka benar-benar salah ketik atau tidak, saya rasa hanya Allah dan mereka sendirilah yang boleh tahu. Kita? Sebagai masyarakat umum, apa pun yang terjadi pada mereka hanya bisa sebatas mengelus dada.
Apakah peristiwa “salah ketik” ini sebuah kesengajaan yang sebenarnya bermuatan niat lain? Ataukah ini bentuk keteledoran dari sebuah sistem pemerintahan yang tampak rapi dari luar tapi ternyata keropos dari dalam? Sekali lagi biarlah mereka-mereka yang terlibat dalam peristiwa ini yang memegang kunci jawaban.
Bagi penulis pribadi, hanya ada satu pertanyaan tersisa yang sepertinya mengganjal pikiran dan perasaan sebagai rakyat. "Apakah negara menggunakan uang rakyat ketika mengetik kata-kata?" Terlepas dari berapa besar nilai nominal yang dihabiskan untuk "salah ketik" yang tentu saja masih bisa diperbaiki, uang rakyat adalah amanah.
ADVERTISEMENT
Butuh lebih dari sekadar pandai berhitung untuk bisa mengelola dan menggunakan anggaran negara, ada unsur amanah dan kejujuran bertanggungjawab yang seharusnya dimiliki oleh setiap penyelenggara negara. Pun mengetik yang bagi kebanyakan kita adalah aktivitas biasa saja, tapi bagi para penentu kebijakan, para pembuat peraturan berasal, salah ketik bisa berakibat luas bagi hidup dan kehidupan rakyat.
Mereka menikmati fasilitas yang berasal dari uang rakyat, mendapat cukup imbalan yang juga berasal dari uang rakyat. Seharusnya mereka bisa bersikap profesional dalam bertugas. "Salah ketik" boleh jadi hanya puncak gunung es dari sesuatu masalah yang ada di Republik ini. Profesionalisme yang belum lagi menjadi darah daging bagi setiap abdi negara.
Salah ketik itu hal biasa, kata seorang tokoh nasional. Mungkin yang menjadi pembeda adalah mereka menggunakan uang rakyat untuk melakukannya.
ADVERTISEMENT
Salam.