KBRI Belanda Cabut Penghargaan untuk Ilmuwan Indonesia Dwi Hartanto

8 Oktober 2017 9:50 WIB
Pencabutan penghargaan Dwi Hartanto (Foto: Dwi Hartanto/ina.indonesia.nl)
zoom-in-whitePerbesar
Pencabutan penghargaan Dwi Hartanto (Foto: Dwi Hartanto/ina.indonesia.nl)
ADVERTISEMENT
Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda, mencabut penghargaan untuk Dwi Hartanto, ilmuwan Indonesia yang tengah menempuh pendidikan S3 di Technishe Universiteit Delft. Pencabutan penghargaan itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor SK/029/KEPPRI/IX/2017, per tanggal 15 September 2017.
ADVERTISEMENT
"Menetapkan, keputusan kepala perwakilan tentang pencabutan keputusan kepala perwakilan Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda Nomor SK/023/KEPPRI/VIII/2017 tentang penghargaan kepada DR. Ir. Dwi Hartanto," tulis surat tersebut, seperti tercantum dalam situs resmi KBRI Belanda, http://ina.indonesia.nl, Kamis (5/10).
Dalam peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 72, KBRI Den Haag memberikan penghargaan kepada Dwi atas prestasinya sebagai pemenang di kompetisi riset internasional di bidang Space Craft and Technology. Dalam pertimbangannya, KBRI Belanda tidak menjelaskan secara rinci alasan pencabutan penghargaan untuk Dwi. Hanya tertulis dalam surat tersebut: 'Terdapat dinamika dan perkembangan di luar praduga dan itikad baik'.
Pencabutan Penghargaan Dwi Hartanto (Foto: http://ina.indonesia.nl)
zoom-in-whitePerbesar
Pencabutan Penghargaan Dwi Hartanto (Foto: http://ina.indonesia.nl)
Berikut putusan lengkapnya:
MENIMBANG
bahwa setelah pemberian penghargaan kepada Dr. Ir. Dwi Hartanto terdapat dinamika dan perkembangan di luar praduga dan itikad baik;
ADVERTISEMENT
bahwa dinamika dan perkembangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengharuskan adanya perubahan atas keputusan pemberian penghargaan dimaksud;
bahwa untuk itu dipandang perlu mencabut Keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia tentang Penghargaan kepada Dr. Ir. Dwi Hartanto.
MENGINGAT
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 99 tentang Hubungan Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3882);
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2003 tentang Organisasi Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri;
Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor SK.02/A/OTN/III/2005/01 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Luar Negeri.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
KEPUTUSAN KEPALA PERWAKILAN TENTANG PENCABUTAN KEPUTUSAN KEPALA PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA UNTUK KERAJAAN BELANDA NOMOR SK/023/KEPPRI/VIII/2017 TENTANG PENGHARGAAN KEPADA DR. IR. DWI HARTANTO
ADVERTISEMENT
PERTAMA
Keputusan Kepala Perwakilan Republik Indonesia untuk Kerajaan Belanda Nomor SK/023/KEPPRI/VIII/2017 tentang Penghargaan kepada Dr. Ir. Dwi Hartanto dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KEDUA
Keputusan ini berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Den Haag
Pada tanggal 15 September 2017
KEPALA PERWAKILAN
I GUSTI AGUNG WESAKA PUJA
DUTA BESAR LBBP
Sebelumnya, dengan teramat mengejutkan, Dwi mengakui membuat kesalahan (sangat) besar: membohongi dunia dengan prestasi hebatnya. Pernyataan itu diakui sendiri oleh Dwi lewat 5 lembar surat pernyataannya.
Putra kebanggaan Indonesia itu, ahli utama dalam riset pengembangan pesawat tempur siluman generasi ke-6 di Airbus Defence and Space, telah berbohong. Jabatan dan segala ceritanya tentang kedirgantaraan, tidak benar-benar ia jalani. Dalam pengakuannya, Dwi meminta maaf telah melebih-lebihkan segala informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya sebagai akademisi.
ADVERTISEMENT
"Sebagaimana kita ketahui, di beberapa waktu terakhir ini telah beredar informasi berkaitan dengan diri saya yang tidak benar, baik melalui media massa maupun media sosial. Khususnya perihal kompetensi dan latar belakang saya yang terkait dengan bidang teknologi kedirgantaraan {Aerospace Engineering) seperti teknologi roket, satelit, dan pesawat tempur. Melalui dokumen ini, saya bermaksud memberikan klarifikasi dan memohon maaf atas informasi-informasi yang tidak benar tersebut," ujar Dwi dalam pernyataan resmi yang diterima kumparan (kumparan.com), Minggu (8/10).
Dwi mengaku khilaf --tidak mengkoreksi, verifikasi, dan klarifikasi. Bahkan latar belakang pendidikan Dwi yang sebelumnya digembar-gemborkan bersinggungan dengan satelit, dibantahkan lewat pernyataannya. Pengakuan Dwi sebelumnya yang pernah mengenyam pendidikan di Tokyo Institute of Technology, Jepang, adalah hoaks: bohong alias tidak benar.
ADVERTISEMENT
Nyatanya, Dwi adalah lulusan S1 Institut Sains Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Informatika, yang lulus pada 15 November 2005. "Saya bukan lulusan dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, seperti informasi yang banyak beredar," ujarnya.
Saat ini, Dwi tengah menyelesaikan studi S3 di grup riset Interactive Intelligence, Dept. of Intelligent Systems, pada fakultas yang sama di TU Delft, di bawah bimbingan Prof. M.A. Neerincx dengan judul disertasi "Computer-based Social Anxiety' Regulation in Virtual Reality Exposure Therapy".
"Dengan demikian, posisi saya yang benar adalah seorang mahasiswa doktoral di TU Delft. Informasi mengenai posisi saya sebagai Post-doctoral apalagi Assistant Professor di TU Delft adalah tidak benar," ujarnya.
Sudut kampus TU Delft (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Sudut kampus TU Delft (Foto: Wikimedia Commons)
Namun, jauh sebelum Dwi membuat geger publik dengan pengakuannya, Ilmuwan muda asal Yogyakarta ini mengaku adalah seorang doktor yang meraih titel Ph.D di Technische Univesiteit Delft, Belanda. Dari banyaknya penelitian yang telah ia lakukan, sampai saat ini Dwi --saat itu mengklaim-- telah mengantongi sedikitnya tiga paten di bidang spacecraft technology.
ADVERTISEMENT
Riset yang ia kerjakan --sebelum kebohongan itu terkuak, antara lain terkait teknologi roket untuk militer di bidang pertahanan dan keamanan, dan satelit untuk misi ke luar angkasa. Ia juga terlibat dalam penyempurnaan teknologi pesawat tempur Eurofighter Typhoon generasi anyar milik Airbus Defence.
“Dengan senang hati, saya akan membantu dan menularkan ilmu, pengalaman, serta menumbuhkan semangat ke anak-anak bangsa Indonesia untuk terus maju dan tidak takut bermimpi besar, khususnya pada bidang-bidang advance and sensitive technology,” ujar Dwi kepada kumparan beberapa waktu silam.
Dwi Hartanto (Foto: PPI Delft)
zoom-in-whitePerbesar
Dwi Hartanto (Foto: PPI Delft)
Berikut klarifikasi dan pengakuan Dwi:
1. Tidak benar bahwa saya adalah kandidat doktor di bidang space technology & rocket development.
2. Saya adalah kandidat doktor di bidang Interactive Intelligence (Departemen Intelligent Systems) seperti yang dijabarkan di Bab II.
ADVERTISEMENT
3. Tidak benar bahwa saya dan tim telah merancang bangun Satellite Launch Vehicle. Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft.
4. Proyek ini adalah proyek roket amatir mahasiswa. Proyek ini bukan proyek dari Kementerian Pertahanan Belanda, bukan proyek Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR), bukan pula proyek Airbus Defence ataupun Dutch Space. Mereka hanya sebagai sponsor-sponsor resmi yang memberikan bimbingan serta dana riset.
5. Tidak benar bahwa pernah ada roket yang bemama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Yang ada adalah DARE Cansat V7s.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan program Mata Najwa Metro TV yang saya diwawancarai langsung oleh Najwa Shihab, yang bisa diakses di: http://video.metrotvnews.com/plav/2016/ll/12/612154/612154/mata-najwa-goes-tonetherlands-jejak-bapak-bangsa-5.
Berikut klarifikasi dan pengakuan Dwi:
1. Tidak benar bahwa saya sedang melakukan Post-doctoral maupun sebagai Assistant Profesor TU Delft. Yang benar adalah saat wawancara terjadi hingga saat ini saya merupakan mahasiswa doktoral (seperti dijabarkan di Bab II).
2. Tidak benar juga bahwa saya bergerak dalam penelitian di bidang satellite technology and rocket development. Topik penelitian doktoral saya saat ini adalah dalam bidang intelligent systems khususnya virtual reality (seperti dijabarkan di Bab II). Proyek yang diekspose dalam program Mata Najwa tersebut bukan suatu proyek strategis untuk ISS (International Space Station). Proyek itu adalah proyek roket mahasiswa Stratos dari ekstrakurikuler mahasiswa DARE TU Delft, sebagaimana saya jelaskan di Bab III. Itu pun peranan teknis saya saat itu adalah pada pengembangan.
ADVERTISEMENT
3. Saya bukan technical director pada proyek roket dan satelit tersebut di atas. Dengan demikian informasi bahwa saya satu-satunya orang non-Eropa yang masuk di ring 1 teknologi ESA adalah tidak benar.
Berikut pernyataan Dwi di halaman pembuka:
Pertama-tama, saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia nikmat-Nya bagi kita semua. Kedua, saya juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang memungkinkan diselenggarakannya pernyataan tertulis/media ini. Sebagaimana kita ketahui, di beberapa waktu terakhir ini telah beredar informasi berkaitan dengan diri saya yang tidak benar, baik melalui media massa maupun media sosial.
Khususnya perihal kompetensi dan latar belakang saya yang terkait dengan bidang teknologi kedirgantaraan (Aerospace Engineering) seperti teknologi roket, satelit, dan pesawat tempur. Melalui dokumen ini, saya bermaksud memberikan klarifikasi dan memohon maaf atas informasi-informasi yang tidak benar tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya mengakui bahwa kesalahan ini terjadi karena kekhilafan saya dalam memberikan informasi yang tidak benar (tidak akurat, cenderung melebih-lebihkan), serta tidak melakukan koreksi, verifikasi, dan klarifikasi secara segera setelah informasi yang tidak benar tersebut meluas. Ketidakakuratan informasi yang saya sebutkan sebelumnya belakangan ini terkuak selebar-Iebarnya, dan menimbulkan kegelisahan di masyarakat Indonesia, khususnya di antara alumni almamater saya, TU Delft (Technische Universiteit Delft).
Akan tetapi, dari awal saya tidak ada maksud dan keinginan untuk secara sengaja merugikan dan bahkan menyerang individu atau lembaga-lembaga yang terkait. Untuk itu, izinkan saya dalam kesempatan ini melakukan klarifikasi secara detail, yang akan dijabarkan pada bab-bab berikutnya.
Untuk itu saya berjanji:
1. Tidak akan mengulangi kesalahan/perbuatan tidak terpuji ini lagi,
ADVERTISEMENT
2. Akan tetap berkarya dan berkiprah dalam bidang kompetensi saya yang sesungguhnya dalam sistem komputasi dengan integritas tinggi,
3. Akan menolak untuk memenuhi pemberitaan dan undangan berbicara resmi yang di luar kompetensi
saya sendiri, utamanya apabila saya dianggap seorang ahli satellite technology and rocket development, dan otak di balik pesawat tempur generasi keenam.
kumparan masih terus mencoba menghubungi Dwi Hartanto dan sejumlah pihak terkait untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai skandal ini.