Ekspedisi Malam ke Bukit Gombel

14 September 2017 11:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Manusia acap penasaran dengan apa yang tak terjamah oleh pancaindra. Tergelitik untuk tahu lebih jauh tentang apa yang ada di dunia yang “berbeda” dengan mereka.
ADVERTISEMENT
Dan itulah yang dirasakan Semarangker, komunitas yang gemar “bersentuhan” dengan dunia mistis yang dijauhi kebanyakan orang. Jelajah malam adalah salah satu kegiatan rutin mereka. Menyambangi berbagai bangunan dan tempat yang sarat mitos dan cerita seram.
Sebelum jelajah malam dimulai, Semarangker melakukan survei tempat lebih dulu, kala hari masih cukup terang dan mata mampu mengamati lekuk-lekuk sudut yang akan dijelajah pada malam hari.
“Kami survei untuk pastikan tidak ada tanah longsor atau ular,” kata Pamuji Yuono alias Pam, salah satu pendiri Semarangker, saat bertemu tim kumparan di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (7/9).
Pilihan area jelajah saat itu jatuh pada eks Hotel Sky Garden yang terletak di Bukit Gombel, Banyumanik.
Eks Hotel Sky Garden, tempat angker di Semarang. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Dianggap sebagai salah satu tempat paling angker di Semarang, gedung luas yang sudah ditinggal tuannya sejak 1983 akibat sengketa dan utang-piutang itu identik dengan mitos wewe gombel, kuntilanak, hingga kerajaan gaib yang konon berdiri di bekas kolam renang tak jauh dari konstruksi hotel.
ADVERTISEMENT
Pada bangunan bekas hotel itu, semak tumbuh amat rimbun di jalan setapak hingga sudut-sudut ruangan. Ke arah semak-semak itu, Pam sibuk mengayunkan tongkat kayu yang ia bawa, membuka jalan agar lebih mudah untuk dilalui.
Setelah jalan terbuka, titik lokasi “inti” pada eks Hotel Sky Garden pun disurvei guna memastikan bangunan cukup aman dijelajahi.
“Nanti malam kayaknya kita nggak ke sini, nih,” kata Pam sambil menunjuk salah satu ruangan yang pernah dipakai sebagai lokasi uji nyali program misteri di satu stasiun televisi.
Rupanya ruangan itu sudah begitu lebat tersegel semak dan dahan-dahan pohon yang entah bagaimana menyusup masuk dan menutup rapat ruangan tersebut dalam pekat, menyekap erat apapun isi di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Setidaknya 1,5 jam habis untuk menilik sudut-sudut bekas Hotel Sky Garden. Secara umum, bangunan itu dianggap kondusif untuk dijelajahi pada malam hari.
Cover Lipsus Wisata Mistis (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Penjelajahan dimulai pukul 11 malam, satu jam sebelum tepat tengah malam. Suara jangkrik dan lolongan anjing mengiringi ekspedisi malam yang diikuti tim kumparan, Maria Satwika Duhita dan Cornelius Bintang.
Kebetulan jelajah kali itu bertepatan dengan malam Jumat--yang konon malam istimewa, waktu hantu-hantu keluar dari dunia mereka dan berjalan-jalan di alam manusia.
Saat jarum jam berada di angka 11, seluruh peserta yang berjumlah 9 orang pun berkumpul di depan bangunan hotel.
“Sebelum menjelajah malam ini, mari kita berdoa menurut kepercayaan masing-masing. Berdoa, mulai,” pimpin Pam.
Daras doa pun sayup terdengar, ditutup dengan mengusap air zamzam ke belakang leher tiap peserta jelajah. Tentu, agar terhindar dari hal buruk yang tak diinginkan.
ADVERTISEMENT
Setelah memastikan seluruh anggota lengkap dan aman, penjelajahan akhirnya dimulai.
Tempat pertama yang dituju adalah ruang lobi yang kental dengan mitos kesurupan. Katanya, mereka yang berani coba-coba untuk menyentuh meja lobi akan kerasukan.
Nah, alih-alih melarang, Pam yang berjalan di barisan terdepan malah mengajak kami untuk memegang meja lobi yang dibuat dari semen tersebut.
Para peserta dengan penuh semangat dan tanpa ragu, memegang tiap sudut meja lobi. Sebab siapa tak tergoda untuk “melanggar aturan” yang tak jelas datang dari mana?
“Sudah pegang, ya? Sudah? Aman? Ada yang kerasukan? Tidak ada kan, ya?” tanya Pam, menuntaskan rasa penasaran mematahkan mitos tersebut.
Survei lokasi angker sebelum ekspedisi malam. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Tak satu pun dari kami kesurupan, dan perjalanan menjelajah di Bukit Gombel berlanjut.
ADVERTISEMENT
Kali ini rombongan menuju daerah bekas vila atau pondok. Berjalan selama 10 menit menembus semak belukar yang--ya ampun--tebal dan tajam, kami pun menyusuri area vila.
Di sana, berdiri beberapa bekas bangunan yang tampak seperti dinding kamar. Sebagian besar dindingnya sudah roboh. Belukar benar-benar memenuhi ruang kosong pada bangunan itu. Tanaman merambati dinding, dan lumut menempel lengket di sana.
Pohon angker di Bukit Gombel. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Pam menunjuk ke arah lebat pepohonan. Salah satu di antaranya begitu besar, seolah telah berumur ratusan tahun.
“Di pohon ini, menurut mitos, sering muncul perempuan,” ujar Pam.
Pada pohon itu, salah satu dahannya terlihat bengkok, sementara akar-akarnya menggantung seperti rambut terurai.
Di dahan itu, konon, seorang perempuan acap terlihat duduk sambil menangis atau tertawa--entahlah, mungkin tergantung mood si hantu.
ADVERTISEMENT
Kami pun berhenti sesaat di pohon angker itu. Tapi tak muncul apa-apa. Hanya beberapa akar gantung yang tiba-tiba “rontok” sehinggga mengagetkan salah satu peserta.
Setelah berdiam beberapa waktu di bawah pohon itu, kami berjalan ke sejumlah tempat lain yang selama ini dianggap sebagai titik angker di kompleks bekas Hotel Sky Garden.
Dua titik utama yang berikutnya menjadi sasaran jelajah kami adalah kolam renang dan berbagai ruangan bekas kamar-kamar.
Kolam angker di eks Hotel Sky Garden, sore hari. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Dari beberapa mitos yang beredar, kolam renang menjadi salah satu titik angker tempat kerajaan gaib berdiri. Terdapat mitos, siapapun yang berani masuk ke dalam kolam renang, maka ia akan kesurupan.
Dan untuk membuktikan kebenaran mitos itu, kami masuk ke dalam kolam renang yang kini kosong tak berair itu. Sejauh ini, tak ada peserta kesurupan.
Bermain blabag jayengkaton. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Tak berhenti sampai mematahkan mitos di kolam, Pam dan Pakdhe--julukan untuk seorang pendiri Semarangker lain--bermain blabag jayengkaton, sebuah permainan serupa ouija, yakni papan yang dipercaya mampu memanggil arwah.
ADVERTISEMENT
Kami menyebut kata “rawuh” (bahasa Jawa yang memiliki arti “datang”) sebanyak 13 kali. Percaya tak percaya, arwah bernama Mbah Surti tertarik dengan panggilan kami.
“Dalem’e teng pundi, Mbah?” (Rumahnya di mana, Mbah?)
Gacuk (kayu) perlahan mengarah ke huruf K-E-N-E (sini).
Tak banyak pertanyaan yang sempat ditanyakan ke Mbah Surti karena ia ingin pulang. Kami pun “memulangkan” dia dengan menyebut “kundur” (pulang) sebanyak 4 kali.
Permainan pun usai.
Eks Hotel Sky Garden, Bukit Gombel, Semarang (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Selanjutnya kami menyambangi bekas ruangan kamar di gedung pertama. Di sana, pengap dan lembab menyeruak jadi satu.
Seluruh peserta berjalan keliling, sembari Pam menjelaskan apa saja yang pernah terjadi di tempat itu.
“Kami pernah jelajah ini dan ada yang kesurupan di sini,” kata Pam.
ADVERTISEMENT
Para peserta lalu duduk sedikit merapat di salah satu pojok yang agak luas.
Setelah semua berkumpul, peserta diajak untuk berdiam dan mematikan lampu penerangan selama beberapa saat.
“Sekarang sama-sama kita matikan, ya. Satu, dua, tiga,” kata Pam.
Seisi ruangan pun menjadi gelap selama setidaknya satu menit. Suara tetes air, desau angin, dan entahlah-apapun-itu yang jatuh pun jadi terdengar kencang di antara kesunyian yang melingkupi kami.
Salah satu anggota Semarangker. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Seluruh peserta berdiam di tempat masing-masing, menunggu arahan Pam untuk menyalakan senter.
Satu menit berlalu. Seluruh peserta pun membuka mata, dan--sambil melangkah kembali ke titik awal jelajah--saling bercakap tentang pengalaman mereka berdiam dalam hening.
Setelah dua jam berkeliling area angker, kami kembali ke lapangan depan bangunan hotel.
ADVERTISEMENT
Menjelajah tengah malam di sebuah bangunan yang kerap disebut angker memang bukan pengalaman biasa.
Merasai desir angin malam yang dingin menusuk tulang dan membuat bulu kuduk berdiri jelas bukan pilihan untuk dilakukan sering-sering.
Namun, sesekali, bagi mereka yang penasaran--dan hobi menakar nyali, kegiatan semacam itu bisa menjadi alternatif hiburan yang kian banyak ditemui saat ini.
Infografis Pamor Mistis Pasca-Tragedi 1998 (Foto: Bagus Permadi/kumparan)
Jadi, tertarik untuk mencoba wisata supranatural?