news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menjelajah Sudut Angker Kota Semarang Bersama Semarangker

14 September 2017 9:34 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Barangkali orang memilih untuk menghindar ketimbang harus berjalan malam hari, menyusuri lorong tua lembab, diterpa angin dingin yang membawa terbang debu hingga masuk menusuk hidung para penghirupnya.
ADVERTISEMENT
Mereka memilih untuk tidur nyenyak ketimbang terusik suara gesek daun dan semak yang ditiup udara malam, juga lolongan panjang anjing yang membuat ngilu gendang telinga.
Tapi, tak semua orang begitu. Sebagian lainnya lebih suka dibuat merinding oleh desir angin yang meniup tengkuk saat berjalan menapaki gedung-gedung tua lembab yang mangkrak ditinggal pergi pemiliknya.
Menuju eks Hotel Sky Garden. (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Bunyi tetes air mengiringi perjalanan menjelajah pada Kamis malam hingga Jumat dini hari (8/9). Jelajah dimulai pukul 23.00 malam, diawali arahan singkat dari Mas Pam, nama akrab Pamuji Yuono atau Pamerado, pendiri komunitas Semarangker--yang seperti namanya, berbasis di Semarang, Jawa Tengah.
Ayah tiga anak itu begitu ramah dan hangat. Ia memimpin “pasukannya” dan memberi briefing sebelum penjelajahan dimulai.
ADVERTISEMENT
“Baris dua dulu di sini, ya,” kata Pam. Seluruh peserta yang berjumlah sembilan orang lalu berbaris menuruti arahannya, termasuk kami--Maria Sattwika Duhita dan Cornelius Bintang--dari kumparan.
Hari itu, jelajah akan diadakan di eks Hotel Sky Garden, Bukit Gombel, Semarang. Lokasi ini sudah menjadi “langganan” Pam dan komunitas Semarangker. Tak terhitung berapa kali jumlahnya tim Semarangker memasuki wilayah tersebut.
Sepuluh tahun sudah Semarangker berdiri, sejak 13 Maret 2007. Menjadi salah satu komunitas paling langgeng di Semarang, Semarangker dimulai dari lima orang yang kerap penasaran dengan mitos yang beredar di kota itu.
Rasa penasaran yang amat kuat lantas berubah menjadi rasa ingin membuktikan kebenaran mitos-mitos itu.
Berdirinya Semarangker tak lepas dari semangat Pram untuk mematahkan rasa takut dan dongeng yang kerap tersuar tak terkendali, hingga akhirnya berujung pada ketakutan tak berdasar.
ADVERTISEMENT
Dengan niat itu, Pam bersama kawan-kawan lainnya mulai menjelajah ke tempat yang kerap “disanjung” angker, salah satunya eks Hotel Sky Garden di Bukit Gombel, Banyumanik, Semarang.
Cover Lipsus Wisata Mistis (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Ini bukan kali pertama Pam menjelajah eks Hotel Sky Garden yang sudah mangkrak sejak 1983. Berangkat dari rasa ingin tahu, Pam dahulu mencoba untuk menjelajah berdua dengan kawannya ke Bukit Gombel. Semua demi mematahkan rasa takutnya sendiri.
“Rasa penasaran manusia pasti ada, dan rasa penasaran itu kalau tidak dipecahkan, kita akan seumur hidup penasaran. Jadi kenapa saya dan temen-temen selalu kurang kerjaan (menjelajah tempat angker), kami hanya ingin membunuh rasa penasaran kami.”
“Ketika di satu daerah, suatu tempat, suatu lokasi, dikatakan ada ini ada itu, nggak boleh ini nggak boleh itu, apa iya? Kami coba pecahkan. Ayo kita coba buktikan. Buat saya itu asyik,” kata Pam.
Komunitas Semarangker (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Semarangker didirikan Pam bersama empat kawan dekatnya. Semangat dan kesamaan hobi menjadi pengerat hubungan kelimanya.
ADVERTISEMENT
“Awalnya kami nyebutnya Voltus Lima. Ada saya, Mas Andi, Pakde, Mas Hans, Mas Egi. Kami punya hobi ke tempat-tempat yang katanya mitosnya begini begitu, yang angker ada penampakan. Kami coba untuk membuktikan, apakah benar? Ketertarikan itulah yang menjadi satu komunitas,” jelas Pam.
Voltus Lima sesungguhnya anime Jepang tahun 1970-an akhir yang memuat karakter lima anak muda pemberani yang melawan serangan alien.
Semarangker menjadi pilihan nama yang langgeng hingga kini, diambil menjadi judul komunitas bentukan “Voltus Lima” karena penjelajahan mereka menembus keangkeran dimulai dari Semarang, dan tim intinya pun hampir seluruhnya asli Semarang.
“Menjelajah kota Semarang, oleh kami yang asli Semarang, ke tempat-tempat angker. Jadilah nama Semarangker,” kata Pam.
Walau bertajuk “Semarang”, anggota komunitas Semarangker tak hanya berasal dari Semarang. Beberapa di antara mereka datang dari Solo, Surabaya, dan Jakarta. Komunitas yang semula cuma berisi lima orang, kini berkembang hingga ratusan orang.
ADVERTISEMENT
“Sekarang sudah 110-an. Kami menerima anggota juga nggak gampang,” ujar Pam.
Eks Hotel Sky Garden, Bukit Gombel, Semarang (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Area jelajah komunitas Semarangker tak hanya Semarang. Pada beberapa kesempatan, Semarangker bertualang ke luar Semarang seperti Surabaya, Jawa Timur. Bahkan luar Indonesia seperti Singapura dan Seoul, Korea Selatan.
“Kemarin ada tim yang berangkat ke Korea, Seoulite, dan Singapura. Ada juga tim lain yang ke Jepang dan Hong Kong,” kata Pam.
Tujuan Semarangker menjelajah bukan sebagai ajang pamer kemampuan, namun agar lebih cerdas dan bijak ketika berbicara tentang alam gaib.
“Kami sebenarnya mengajak masyarakat, terutama anggota kami, untuk lebih smart and wise dalam menyikapi yang gaib. Gaib itu ada. Makhluk gaib itu ada, jin ada, malaikat ada. Cuma lebih cerdas dan bijak dalam menyikapinya,” ujar Pam.
ADVERTISEMENT
Semarangker kerap dibuat gemas dengan mitos dan cerita yang beredar di tengah masyarakat. Banyak orang takut akan suatu hal yang tak pasti kebenarannya.
“Mitos-mitos kan katanya, katanya. Daripada ‘katanya’, ayo kita samperin. Apa sih yang nggak boleh di sana? Ayo kita ‘langgar’ selama tidak bertentangan dengan norma apapun. Asal tidak bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma etika, norma budaya, norma susila, kami selalu langgar pantangan itu,” kata Pam.
Bekas kolam renang Hotel Sky Garden. (Foto: Sattwika Duhita/kumparan)
Pengalaman berkesan bagi anggota Semarangker adalah ketika berhasil memecahkan mitos yang ada di suatu daerah. Bagi Semarangker, adrenalin makin terpacu kala mereka berhasil mematahkan mitos yang beredar di tengah masyarakat.
Salah satunya adalah mitos mengenai Pantai Selatan dan Nyi Roro Kidul. Mitos itu menyebut pengunjung Pantai Selatan Laut Jawa tak boleh mengenakan baju berwarna hijau. Hijau disebut-sebut sebagai warna baju yang senang dipakai Nyi Roro Kidul, Ratu Laut Selatan--ratu lelembut tanah Jawa.
ADVERTISEMENT
Bila pengunjung mengenakan baju berwarna hijau, Nyi Roro Kidul bisa jatuh suka dan mengambil dia sebagai abdinya.
Ingin tahu kebenaran mitos tersebut, komunitas Semarangker muncul di Pantai Selatan Yogya dengan baju hijau-hijau. Mereka penasaran, apakah sang Ratu Laut Selatan akan muncul menjemput?
“Kami berpakaian hijau dan masuk ke dalam laut sampai sebatas dada,” kata Pam.
Hasilnya, tak terjadi apa-apa.
Eks Hotel Sky Garden, Bukit Gombel, Semarang (Foto: Cornelius Bintang/kumparan)
Hingga kini, berbagai mitos telah berhasil dipatahkan oleh Semarangker. Dan ratusan tempat angker telah dijelajah.
Tapi di atas semua itu, sekali lagi, ujar Pam, ini bukan tentang adu nyali. Melainkan mencari jawab nyata atas rasa penasaran dalam diri.
Infografis Pamor Mistis Pasca-Tragedi 1998 (Foto: Bagus Permadi/kumparan)