Karena Memenangi Pertandingan Juga Menyoal Menjaga Stamina

26 Desember 2017 19:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Johan Cruyff (Foto: Getty Images)
zoom-in-whitePerbesar
Johan Cruyff (Foto: Getty Images)
ADVERTISEMENT
Johan Cruyff punya banyak fatwa menyoal sepak bola. Salah satunya; “Saya cenderung menghindari perdebatan tentang stamina pemain. Pembicaraan stamina biasanya memulai proses tentang perdebatan di mana pesepak bola harus berlari lebih banyak, namun lebih sedikit bersepak bola. Padahal triknya adalah menggunakan ruang yang ada di lapangan sedemikian rupa, sehingga yang bekerja itu bola, bukan kaki.”
ADVERTISEMENT
Permainan ini bernama sepak bola. Namanya juga sudah sepak, sudah pasti kaki yang paling banyak bekerja. Dalam sepak bola, jadwal yang padat membikin pemain harus lebih banyak menyepak. Bagi Cruyff, segala sesuatunya bisa diatasi. Masalah stamina juga demikian. Caranya, dengan lebih banyak membiarkan bola bekerja. Bola, bukan kaki.
Sepak bola Cruyff adalah tentang penguasaan ruang. Sepak bolanya mengutamakan sistem, bukan apa yang dimiliki pemain secara individu. Cruyff percaya bahwa dibandingkan dengannya, selalu ada pemain yang lebih hebat dari segi skill dan kemampuan fisik. Namun, segala sesuatunya pasti bisa diakali, termasuk masalah fisik.
Bagi Cruyff, sebagai pesepak bola, daripada harus berlari sejauh 80 meter, lebih baik berlari sejauh 20 meter. Artinya, membuang gerakan-gerakan yang tak perlu. Bagaimana membuat sentuhan sesedikit mungkin, namun membuahkan hasil tepat yang seperti dibutuhkan tim.
ADVERTISEMENT
Logikanya, buat apa berlari sepanjang lapangan, kalau kerja keras itu justru membikin pemain tidak bisa bertahan (bermain) dalam waktu lama? Masalah cedera tidak terjadi hanya karena ditekel lawan, tapi karena fisik yang kelelahan. Masalah kekalahan tidak sesempit lawan mencetak gol dengan jumlah yang lebih banyak, tetapi tak jarang ia juga berbicara tentang masalah mental pemain yang keburu anjlok akibat energinya terkuras sebegitu banyak. Sepak bola adalah permainan kolektif. Maka cara yang terbaik untuk memainkannya adalah dengan memastikan semua orang bermain dalam satu sistem yang telah disepakati.
Bila sepak bola Pep Guardiola lahir dari adaptasi taktikal Cruyff, maka sudah sewajarnya jika permainan City (dan tim-tim yang pernah ia asuh) adalah permainan yang memuja ruang.
ADVERTISEMENT
Entah ini kebetulan atau tidak, tapi ini jelas terlihat hampir di semua permainan City bersama Guardiola. Ia tidak suka pemainnya berlama-lama dengan bola. Kalau sudah mendapat bola, segera selesaikan atau berikan kepada teman yang punya ruang lebih baik. Dalam sepak bola, siapa yang paling sering menerima risiko cedera akibat tekel? Tentu saja pemain yang memiliki bola. Walaupun masalah cedera bukan melulu tentang tekel, dengan memberikan bola dengan cepat ke kawan berarti juga bisa mengurangi potensi cedera. Energi pemain tersebut juga bisa disimpan karena ia tak perlu banyak melakukan aksi individual.
Pada saat mengepung lawan yang memiliki bola, Guardiola juga mengharamkan seisi lapangan terfokus pada satu pemain tadi. Benar bola harus direbut, benar pula tekanan harus dilakukan. Tapi tak perlu beramai-ramai, cukup dua atau tiga pemain. Sisanya, persiapkan ruang. Tekel pada umumnya bisa dilakukan dengan efektif karena jarak antara pemain City yang cukup rapat. Saat bola berhasil dicuri, sesuai dengan prinsip awal, bola langsung diantarkan ke area pertahanan yang kosong.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Guardiola juga terkenal dengan aturan enam detiknya perihal pressing. Efektifkan tekanan, kerahkan upaya untuk merebut bola dalam enam detik. Kalau enam detik belum mendapat bola, tekanan akan dikurangi. Tekel memang tetap dilakukan, tapi tidak seagresif dalam kurun waktu enam detik tadi. Aturan ini sedikit-banyak membantu pemain untuk menjaga stamina mereka. Energi mereka tidak habis hanya untuk merebut bola dari satu pemain.
Pep Guardiola (Foto: Chris Brunskill/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Pep Guardiola (Foto: Chris Brunskill/Stringer)
Jika memperhatikan pendapat Cruyff mengenai bagamana caranya menjaga stamina tadi, yang dilakukan Guardiola adalah memberikan jalan bagi bola untuk sampai ke gawang. Sebagai pelatih, Guardiola tampil sebagai pelatih yang mementingkan possession. Namun possession jelas tidak bisa didapat jika pemainnya sibuk dengan aksi individual. Pemain harus bisa bermain dalam sistem.
ADVERTISEMENT
Bek sayap biasanya menjadi pemain yang menginisiasi serangan City. Pemain ini bakal mencari cara bagaimana mengalirkan bola ke tengah. Penjaga gawang pun harus bisa masuk dalam sistem. Tujuannya supaya bek bisa mengembalikan bola ke kiper bila terancam. Saat bola ada di kiper, berarti bangunan serangan City dimulai dari kiper. Tugasnya kiper adalah memberikan operan kepada bek sayap supaya bola bisa dialirkan lagi ke tengah, sampai ke area pertahanan. Konsep awal yang dilakukan Pep sebenarnya sederhana, yaitu memastikan seluruh pemain yang ada di timnya menciptakan ruang supaya bola bisa bergerak.
Bila dikaitkan dengan perihal stamina, memang tidak ada hitung-hitungan yang pasti berapa banyak stamina yang bisa dihemat oleh sistem ini. Pun dengan cedera, karena Manchester City bukannya tak kehilangan pemainnya karena cedera. Namun, untuk jadwal yang begitu padat, hal yang paling bijak dilakukan adalah menghemat energi. Mengurangi aksi-aksi tak perlu yang bukannya membuka peluang malah menguras energi pemain adalah hal bodoh di mata Pep. Merotasi pemain jelas masuk hitungan. Karena hal ini juga berarti memberikan kesempatan kepada pemain-pemain pengganti, termasuk pemain muda, untuk masuk ke dalam sistem permainan City.
ADVERTISEMENT
Melihat apa yang dilakukan Guardiola bersama klub-klub yang dilatihnya, termasuk City, aksi individual sama dengan buang-buang energi dan ruang. Lantas, membuang keduanya sama dengan membuang kemenangan. Bila kemenangan dibuang, apa lagi yang bisa diupayakan dari sepak bola?