Melihat Aksi Terorisme dari Kacamata Hubungan Internasional

marisa febriana
Sesdilu 63
Konten dari Pengguna
29 Maret 2019 11:40 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari marisa febriana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Aksi penembakan yang terjadi terhadap muslim di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, pada Jumat, 15 Maret 2019, telah menggemparkan dunia. Hal tersebut lantaran peristiwa ini terjadi di tempat di mana toleransi dijunjung tinggi dan masyarakatnya memiliki tingkat kerukunan antar ras yang kuat, termasuk dengan imigran atau pendatang.
ADVERTISEMENT
Pelaku yang berasal dari Australia, Brenton Harrison Tarrant, telah dinyatakan sebagai teroris yang memiliki ideologi ekstrimis White Supremacist (kelompok ideologi ekstrem kanan yang menjunjung tinggi supremasi kulit putih dan anti terhadap imigran).
Masyarakat di Indonesia pun langsung bereaksi atas aksi tersebut. Di antaranya, ada yang turut menyebarkan video aksi penembakan dan ramai berkomentar mengenai kenapa pelaku tidak disebut atau dirujuk sebagai teroris, serta dugaan bahwa pelaku tidak akan ditindak sebagai teroris.
Aksi Brenton Tarrant saat menembaki Muslim di masjid di Christchurch dipertontonkan secara langsung dalam akun facebooknya. (sumber: Reuteurs https://uk.reuters.com/search/pictures?blob=christchurch+attack&sortBy=&dateRange= )
Reaksi yang terjadi di masyarakat Indonesia inilah yang dapat memberikan gambaran mengenai hubungan internasional, di mana konsepIntermestic nyata terjadi. Intermestic sebetulnya gabungan dari kata International dan Domestic.
Konsep yang dipelajari dalam ilmu hubungan internasional ini menggambarkan bahwa di era globalisasi yang kita alami saat ini, kebijakan dan kondisi politik (luar dan dalam negeri) suatu negara tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang yang terjadi di dunia internasional, tetapi juga oleh apa yang terjadi di tataran domestik atau dalam negeri dan hubungannya saling mempengaruhi.
ADVERTISEMENT
Lalu, di mana kaitan konsep intermestic dengan kejadian penembakan di Selandia Baru? Jawabannya adalah dalam dampak yang kemudian terjadi setelah kejadian. Setidaknya kita bisa melihat dua dampak besar yang mungkin terjadi, pertama adalah kemungkinan adanya aksi serupa dilakukan oleh white supremacist lain karena terinspirasi oleh kejadian di Selandia Baru, kedua adalah kemungkinan adanya aksi balasan dari kelompok muslim di manapun di dunia.
Lantas, bagaimana aksi terorisme Selandia Baru bisa mempengaruhi negara lain selain Selandia baru? Salah satu faktor pendukungnya adalah media, baik media tradisional seperti televisi, radio, dan media cetak, maupun media sosial seperti Facebook, WhatsApp, Instagram, Twitter, Youtube, berita daring, dan sebagainya.
Pada saat melakukan tindakan kejinya, Tarrant melakukan live streaming di akun Facebook-nya, dan dengan segera konten tersebut menyebar di segala linimasa. Meskipun kemudian Facebook dan Youtube langsung menghapus konten tersebut, namun disayangkan konten mengerikan itu telah terlanjur terdistribusi di masyarakat, dan jejak digital menjadi sulit dihilangkan.
ADVERTISEMENT
Peredaran konten inilah yang kemudian menghasilkan berbagai respons di belahan dunia. Di Australia seorang senator bernama Fraser Anning malah menyalahkan imigran Muslim di Selandia Baru. Pernyatannya menuai kecaman dan senator tersebut dihadiahi lemparan telur oleh seorang anak muda yang kemudian menjadi viral sebagai egg boy dan dianggap pahlawan.
Selain itu, muncul juga petisi untuk menurunkan senator tersebut dari jabatannya. Di Inggris dilaporkan bahwa terdapat peningkatan jumlah serangan berupa vandalisme terhadap masjid pasca serangan teror di Selandia Baru.
Dukungan berupa lukisan mural dari seniman di Aceh untuk Muslim di Selandia Baru. (Sumber: https://www.antarafoto.com/seni-budaya/v1553177420/mural-untuk-korban-penembakan-selandia-baru)
Di Indonesia, sentimen muncul secara beragam. Meskipun semua turut bersimpati terhadap apa yang terjadi, dan sebagian besar menyikapi dengan dukungan positif, namun ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa kejadian di Christchurch sudah cukup menjadi dasar bagi masyarakat Muslim di Selandia Baru untuk angkat senjata melawan non-Muslim.
ADVERTISEMENT
Ada juga kelompok lain yang mendatangi Konsulat Australia di Surabaya, untuk menuntut Pemerintah Australia meminta maaf atas pernyataan senator Fraser Anning. Aksi tersebut berjalan damai dan diakhiri dengan pelemparan telur ke bendera Australia.
Secara nasional, Pemerintah Indonesia telah menyatakan simpati kepada Pemerintah dan masyarakat Selandia Baru. Pada perkembangannya terdapat wacana untuk melarang (mengharamkan) permainan daring PUBG, karena dikhawatirkan telah menjadi inspirasi untuk melakukan tindak pembunuhan atau pembantaian.
Dampak lain yang mungkin terjadi secara langsung di Indonesia adalah potensi penurunan jumlah turis dari Selandia Baru dan Australia ke Indonesia. Hal ini disebabkan karena Indonesia adalah negara dengan penganut Islam terbesar di dunia, dan terdapat potensi aksi balasan dari kelompok Muslim di Indonesia terhadap turis Selandia baru atau Australia (khususnya karena pelaku adalah orang Australia dan adanya aksi senator yang menyalahkan Muslim).
ADVERTISEMENT
Secara singkat, dapat dikatakan bahwa apa yang terjadi di suatu tempat dapat memicu berbagai reaksi di belahan dunia lain. Dalam ilmu mengenai penyebaran ideologi radikal dan terorisme, kata kunci yang digunakan adalah perceived injustice (perasaaan ketidakadilan) yang memicu respons dan reaksi.
Perasaan adanya ketidakadilan inilah yang akan menjadi bahan bakar gerakan radikal untuk turut melakukan aksi nyata untuk membalaskan ketidakadilan tersebut. Inilah alasan bahayanya penyebaran konten penembakan dan korban dari kejadian teror.
Semakin tersebarnya konten aksi oleh Tarrant di Selandia Baru, akan menjadi bahan bakar penguat radikalisme, baik di kelompok White Supremacist maupun di kelompok Islam radikal di seluruh dunia.
Apa yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dengan melarang/menghentikan pengedaran konten penembakan di Christchurch adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Pemerintah harus secara aktif terlibat dalam upaya menghentikan kemungkinan terjadinya proses radikalisme di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kita lihat pernyataan yang disampaikan oleh Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Arden, setelah peristiwa penembakan, dengan mengatakan bahwa tindakan keji tersebut dikatakan sebagai aksi teroris dan bahwa dia bukan bagian dari Selandia Baru, yang patut diacungi jempol.
Jacinda Arden menuai pujian dari seluruh dunia atas kesigapannya dan tindakan yang dilakukan di bawah kepemimpinannya, seperti cepatnya proses tuduhan yang dilakukan di pengadilan kepada pelaku, kunjungan kepada keluarga korban penembakan (dengan mengenakan kerudung hitam), pengumandangan adzan, dan moment of silence tepat seminggu setelah peristiwa teror di Christchurch. Menurut perkembangan terakhir, disampaikan juga bahwa Jacinda Arden akan melarang izin penggunaan senjata otomatis seperti yang digunakan pelaku dalam penembakan di Christchurch.
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Arden, menuai simpati atas kesigapannya menangani aksi terorisme. (Sumber: https://uk.reuters.com/news/picture/new-zealand-grieves-after-mosque-shootin-idUKRTS2DES6)
Masyarakat Selandia Baru yang menyebut diri mereka sebagai Kiwi, juga menunjukkan kualitas yang sangat baik. Mereka ramai-ramai menunjukkan aksi solidaritas dengan turut menjaga masjid dengan membuat pagar manusia, memberikan pelukan dan bantuan kepada saudara Muslim yang ditemui, serta mendatangi masjid untuk mempelajari Islam.
ADVERTISEMENT
Apa yang dilakukan Perdana Menteri (PM) Selandia Baru dan masyarakatnya telah menjadi contoh yang baik dalam penanganan kasus terorisme oleh suatu bangsa. Selandia baru berhasil menunjukkan bahwa minoritas (Islam adalah agama minoritas di Selandia baru yang kebanyakan dianut oleh imigran atau pendatang) mendapatkan dukungan dan jaminan keamanan dari pemerintah dan masyarakat.
Akhirnya, saat ini berbagai masalah yang terjadi di dunia tidak dapat disederhanakan dan dipandang sebagai isu atau masalah di luar negeri, tetapi juga harus diperhitungkan dampak dan pengaruhnya terhadap kebijakan di dalam negeri, dan sebaliknya. Inilah yang dimaksud dengan Intermestic, yakni melihat sesuatu dengan kacamata hubungan internasional yang saling menyatukan antara kondisi dalam dan luar negeri.
ADVERTISEMENT