Memanusiakan Desa

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
Konten dari Pengguna
3 Juli 2020 18:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Orang Desa Foto: sasint
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Orang Desa Foto: sasint
ADVERTISEMENT
Jika kita runut ke belakang, hampir setiap kegagalan program pemerintah ditimpakan kepada masyarakat desa. Sebut saja, kurangnya partisipasi masyarakat, rendahnya SDM masyarakat, terbatasnya kapasitas masyarakat dan bentuk-bentuk subdorninasi lain yang kesemuanya lebih pada cuci tangan pihak aparatur pemerintah.
ADVERTISEMENT
Jarang kita temukan bahkan tidak ada instansi atau aparatur pemerintah yang dengan kstarianya mengakui kalau ketidakberhasilan program-programnya karena rendahnya kemampuan aparatur pemerintah, baik menyangkut metode, pendekatan, teknik maupun strategi dalam memfasilitasi program pembangunan di desa.
Kondisi demikian cepat atau lambat justru akan semakin menjauhkan kepercayaan masyarakat kepada aparatur, dengan sendirinya jika hal ini terus dirawat malah bisa menjadi bom waktu bagi aparatur yang membawa label beragam bantuan pemerintah.
Barangkali aparatur selama ini masih berasumsi bahwa program pembangunan itu milik pemerintah semata, padahal sebaliknya program-program itu adalah milik masyarakat, karena sejak merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi, masyarakatlah banyak terlibat di dalamnya (Monev partisipatif).
Pemerintah sebenarnya wajib berterima kasih kepada masyarakat yang telah melakukan pengawasan atas jalannya pembangunan di desanya. Inilah bentuk partisipasi masyarakat level tertinggi. Dengan beragam informasi dari mereka pemerintah tidak sedikit menyerap masukan, saran bahkan kritik konstruktif.
ADVERTISEMENT
Namun, lagi-lagi di benak para aparatur, partisipasi masih dilihat dalam kerangka mencari legitimasi dan pembenaran, padahal yang lebih penting adalah melihatnya sebagai alat pendobrak mentalitet feodal dan kolonial, sehingga terjadi pemberdayaan masyarakat warga untuk membangun dirinya sendiri.
Konsep dan teknik partisipasi telah bergerak dari melihat masyarakat sebagai penerima menjadi warga yang berhak dan berdaulat, dari menyangkut proyek sosial terpisah sampai kepada keterlibatan dalam perumusan kebijakan, dari yang konsultatif ke pengambilan keputusan, dari hal mikro ke makro. Dari perencanaan program pembangunan daerah, sampai ke penyusunan anggaran partisipatif.
Tjahya Supriatna (2000) mengungkap ada 3 alasan utama mengapa partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek akan gagal.
ADVERTISEMENT
Kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki, dan ketiga, adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Metode program partisipasi atau penyusunan program pembangunan bertumpu pada masyarakat benar-benar meletakkan proses yang dilakukan dan apa yang dihasilkan masyarakat pada tempat yang terhormat. Sedangkan program kerja institusi pemerintah didudukkan secara proporsional sebagai salah satu masukan yang dipertimbangkan oleh forum bersama masyarakat.
Tujuan dari program partisipasi di mata Marco Kusumawijaya, Ketua Masyarakat Lingkungan Binaan adalah menggerakkan tanggungjawab dan sumberdaya masyarakat secara meluas, melebihi apa yang tercermin di dalam APBD.
ADVERTISEMENT
Jadi ada mental shif bahwa apa yang diperoleh masyarakat bukan hanya tergantung kepada APBD atau Pemdanya. Tetapi, kembali kepada kemampuan kemandirian masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, kepemimpinan Pemda harus melewati batas-batas APBD untuk menggerakkan seluruh wilayah.
Banyak bukti menunjukkan bahwa masyarakat lebih mengetahui permasalahan sesungguhnya dari desanya, dan bahkan mampu mengeluarkan ide-ide kreatif dan imajinasi segar. Asal mereka diajak bicara dan berembug tentang desanya. Wadah seperti itu acap kita kenal dengan musrenbangdes yang membahas perencanaan pembangunan desa.
Perencanaan desa adalah serangkaian usaha yang dilakukan oleh warga desa yang terdiri dari beragam aktor dan pihak yang ada di desa untuk merencanakan pembangunan di desa dalam Musyawarah Desa. Perencanaan desa yang merupakan kewenangan desa dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan desa ini meliputi perencanaan jangka menengah dan jangka pendek desa.
ADVERTISEMENT
Perencanaan desa jangka menengah berujung pada dokumen yang disebut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Sedangkan perencanaan desa jangka pendek akan menghasilkan dokumen penjabaran dari RPJMDes yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). RKPDes kemudian ditopang oleh dokumen anggaran yang disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Menurut ketentuan pasal 1 angka 13 Permendes PDTT 17/2019 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Perencanaan Pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
1 Desa 1 Perencanaan
Perencanaan pembangunan desa disusun oleh pemerintah desa sesuai dengan kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan berskala lokal desa dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan unsur masyarakat desa.
ADVERTISEMENT
Proses penyusunan RPJMDes melibatkan berbagai elemen masyarakat termasuk rumah tangga miskin, kaum perempuan dan anak, disabilitas bahkan perwakilan parpol, dalam penyusunan berbasis pengkajian keadaan desa yang menghasilkan list potensi, masalah dan prioritas, sehingga ia merupakan perwujudan dari esensi dasar kebutuhan masyarakat.
Proses penyusunan perencanaan pembangunan tersebut dapat didampingi oleh perangkat daerah Kabupaten/Kota, Pendamping Profesional, KPMD atau pihak lainnya. Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka yang terdiri dari Penyusunan RPJMDes untuk jangka waktu 6 (enam) tahun, dan RKPDes untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
Ketentuan mengenai penyusunan RPJMDes dan RKPDes tersebut di tetapkan dengan peraturan desa. Dalam proses penyusunan perencanaan desa, penyelenggara pemerintahan desa harus mengikutsertakan masyarakat. Keterlibatan masyarakat tersebut meliputi : mengikuti seluruh tahapan perencanaan pembangunan desa, menyampaikan saran, aspirasi, pendapat secara lisan maupun tulisan, mengorganisasikan kepentingan dan prakarsa individu dan/atau kelompok dalam musrenbangdes, mendorong terciptanya kegiatan pembangunan desa, dan memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, pemufakatan, kekeluargaan, dan semangat kegotongroyongan di desa
ADVERTISEMENT
Nampaknya slogan satu desa satu perencanaan dan satu perencanaan untuk semua masih relevan di zaman kini. Jadi, setiap desa hanya memiliki satu dokumen perencanaan, sehingga proyek/program berikut bantuan apa pun yang masuk desa harus berdasarkan kebutuhan yang tertuang dalam dokumen RPJMDes. Inilah sebentuk pemanusiaan desa.