Menjaga Desa di Ruang Digital

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
Konten dari Pengguna
1 Februari 2021 18:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi desa. Foto: Dok. Kementerian ATR/BPN
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi desa. Foto: Dok. Kementerian ATR/BPN
ADVERTISEMENT
Pendamping hingga kini masih relevan dan dibutuhkan masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan dalam membangun desanya. Pendamping desa di sini punya peran strategis dalam ikhtiar transformasi sosiokultur di ranah pedesaan.
ADVERTISEMENT
Di sinilah segala bermula, yakni desa. Selain soal mengubah sosial budaya masyarakat, sekurangnya pendamping bertugas dalam membantu pemerintah desa dan rakyat dalam praktik Undang-Undang Desa dalam aspek luas.
Namun demikian, pasukan pendamping tersebut untuk tahun ini belum bisa ditambah atau dipasok lagi jumlahnya. Artinya, menurut Menteri Desa PDTT, Halim Iskandar, Ia akan mengoptimalkan pendamping yang ada, menaikkan kualitas mereka sehingga pada gilirannya nanti masyarakat desa emoh dengan model pendampingan, karena mereka sudah mampu membalik kemurungannya menjadi keriangan yang tak hingga. Sekurangnya, secara ekonomi mereka sudah siap dan mandiri. Inilah mimpi kita, investasi jangka panjang kita. Harapan kita tentu buah investasi ini bisa berkelanjutan.
Kita tahu, pendamping itu tugasnya mengawal masyarakat, Pemdes dengan segenap risikonya, mulai soal waktu, tenaga, pikiran bahkan risiko terburuk jika tersangkut perkara hukum, maka pupus sudah cita-cita yang dihela sejak TK hingga lapangan warga.
ADVERTISEMENT
Pendamping itu pekerja keras sekaligus pejuang, karena tak mengenal waktu. Mereka terbiasa bekerja secara full-time. Artinya 24 jam mesti siap melayani masyarakat dengan sukacita, dan respons cepat. Bergerak, salah itu kadang terbut, lebih baik salah ketimbang hanya diam saja.
Pendampingan identik dengan pertemuan, sarasehan, rembug desa, rapat warga maupun pelatihan, dll. Masihkan berbagai kegiatan tersebut tetap bisa berlangsung di musim pandemi ini.
Mengingat kala dipaksakan bukan tak mungkin menerbitkan kerumunan. Dan kita pun diimbau agar melakukan social dan physical distancing. Jika kegiatan tersebut absen, apakah dapat digeser dengan media lain, seperti virtual atau on line.
Faktual, rata-rata masyarakat desa tak familiar dan masih jauh dari kemajuan IT, khususnya media sosial maupun aplikasi perjumpaan, misalnya zoom, Microsoft team, google meet, maupun sekadar video cal lewat WA group.
ADVERTISEMENT
Maka kemudian perlu dilakukan terobosan, agar kegiatan pendampingan tidak mandek. Opsi pendampingan door to door sebagai model paling bawah. Di sini memang pendamping harus punya mobilitas tinggi dan butuh cadangan energi untuk menjangkau bahkan hingga menyambangi warga dengan tetumpukan problemnya.
Kalau yang di samping orang kota, barangkali tidak ada masalah. Menjadi bermasalah kala pendamping menghadapi masyarakat pedesaan yang sudah tua, pendidikan rendah dan tak mengenal gadget, internet atau sekadar membeli kuota paket data tak kuasa.
Inilah bagian tantangan pendamping kita hari ini. Bisa pula para pendamping mengikuti jejak profesi guru di desa-desa dengan mendatangi muridnya ke rumah-rumah atau membuat kelompok kecil di salah satu rumah orang tua murid atau mengundang 5-6 anak yang dekat rumah guru untuk belajar bersama dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT

Nilai Tambah

Cara lain dengan membuat saripati atau ringkasan topik kegiatan tertentu yang didistribusikan ke warga, harapannya, kalaupun mereka tak bisa membaca atau belum paham bisa bertanya langsung ke pendamping atau perangkat desa bahkan ke anak-anaknya. Begitu juga cara berbeda, seperti pembuatan tutorial pembelajaran, misalnya bertanam hidroponik, atau cara bisnis on line, dll.
Karena itu, sekali lagi hadirnya pendamping hingga hari ini menjadi penting sebagai suplai napas dan energi bagi masyarakat desa. Mungkin pendamping tak selamanya akan di desa tersebut, atau tidak akan sepanjang usia desa itu sendiri. Tapi sekurangnya ini jadi semacam pertanggung jawaban pendamping sebagai orang yang berjuang membalik kemiskinan.
Pendamping akan dinanti kala mampu meninggalkan jejak pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mampu melahirkan kader kreatif, inovatif dalam mengelola sumberdaya , hingga punya nilai tambah. Baik secara ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, dan sebagainya. Barisan seperti inilah yang akan mampu dan berani mengambil keputusan atas masa depannya.
ADVERTISEMENT
Harapan kita, selain pendamping secara fisik, semoga juga akan lahir sebuah website atau semacamnya yang bisa jadi rujukan siapa pun, di mana pun, dan kapan pun, khususnya warga desa ketika hendak mengulik lebih jauh soal desa dan dinamikanya, desa dan pemberdayaannya maupun desa-desa dengan inovasi teknologinya. Dan ini bagian langkah penting untuk menjaga desa di ruang digital.