Menteri Baru, Harapan Baru

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
Konten dari Pengguna
22 Desember 2020 18:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Joko Widodo mengumumkan menteri baru kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/12).  Foto: Youtube/@BPMI
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo mengumumkan menteri baru kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/12). Foto: Youtube/@BPMI
ADVERTISEMENT
Terjawab sudah teka-teki siapa yang menjadi sosok baru kabinet Indonesia maju tahun ini. Sejumlah 6 elite menjelma menjadi headline pemberitaan kanal-kanal media mainstream baik off line maupun on line. Ada Mensos, Tri Rismaharini; Menparekraf, Sandiaga Uno; Menkes, Budi Gunadi Sadikin; Menag, Yaqut Cholil Qoumas; Menlutkan, Sakti Wahyu Trenggono; dan Mendag, Muhammad Lutfi.
ADVERTISEMENT
Tak diragukan lagi kompetensi dan pengalaman paras-paras baru tersebut, dan semoga kehadirannya mampu meningkatkan spirit, motivasi dan kinerja kabinet sehingga cakap sebagai pembantu Presiden Jokowi dalam menyelesaikan banyaknya PR bangsa.
Salah satu titik kritis kita sekarang pandemi COVID-19 yang berdampak pada seluruh sektor sehingga mengakibatkan kemiskinan yang bertubi-tubi. Data BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 26,42 juta orang dari total populasi pada Maret 2020. Jumlah itu naik 1,63 juta orang dari total populasi di September 2019. Tentu saja, angka kemiskinan itu diproyeksikan mengalami kenaikan di tengah terjangan pandemi COVID-19. Kemiskinan pada September 2020 dipastikan akan menerobos di atas dua digit (10 persen).
Seluruh perkara ini disebabkan sebagian pabrik tutup, usaha berhenti, pariwisata lumpuh, logistik tersendat, kantor sepi, dan perdagangan lesu. Ekonomi lunglai (Jawapos, 21/12/2020).
ADVERTISEMENT
Kita tak bisa memilih atau dipilih kecuali terpilih. Demikian halnya para menteri baru ini menjadi bagian orang-orang terpilih. Tak pernah mereka bayangkan, pikirkan bahkan impikan sebelumnya.
Jika Tuhan berkehendak, maka siapa pun tak kuasa menolaknya. Saya membayangkan wajah berseri-seri, apalagi kala mereka dilantik sebagai menteri baru, kita optimis seberseri-seri nasib dan masa depan negeri ini. Pandemi COVID-19 masih jauh dari kata selesai, maka kemudian menuntut kerja ekstra keras dari seluruh cabinet dan gotong royong segenap elemen bangsa. Di ujung tahun 2020 ini kemudian terbit harapan besar di pundak para menteri baru, semoga lebih serius atau bersungguh-sungguh melawan pandemi dan kemiskinan habis-habisan.
Amartya Sen (1999) pernah mengatakan, orang miskin itu memiliki modal sendiri dalam menepis kemelaratannya, yakni modal kemampuan atau kompetensi dalam menghadapi heroiknya kehidupan yang serba berkekurangan.
ADVERTISEMENT
Mereka sebenarnya mampu memetakan kelemahan dan keungulan dirinya hingga berstatus miskin. “Brankas” orang miskin inilah yang dapat digunakan oleh pengambil kebijakan untuk memformulasikan program yang paling relevan dengan kebutuhan kaum lemah ini.
Kemiskinan selalu menjadi primadona perbincangan gedung mewah, hotel juga cofe dan selebihnya di lapak-lapak pinggiran kota kelas kaki lima, semuanya menyaru sebagai pengamat, praktisi dan penganalisis soal kemiskinan.
Dalam pandangan kusut saya, mengurangi jumlah penduduk miskin itu uang atau dana bukan segalanya, tetapi bagaimana membangun lingkungan yang mendorong, menggerakkan dan memberi iklim kreatif bagi warga miskin untuk mengatasi persoalannya sehingga menemukan jalan yang tepat sehingga berani mengambil keputusan untuk menentukan masa depannya. Jadi, transformasi sosio-kultur nampaknya penting dikedepankan.
ADVERTISEMENT
Kita teguhkan kembali untuk tetap mengedukasi, memberi teladan soal integritas, tentang caring bantuan untuk kaum miskin, sehingga betul-betul tepat sasaran dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Mencegah dan memberantas kemiskinan penting, tapi mencegah dan memberantas korupsi tak kalah pentingnya (juga).
Kerja sama, gotong royong, dan satu bahasa menjadi utama bagi segenap jajaran menteri kabinet Indonesia maju, termasuk wajah-wajah barunya. Ketika semuanya dalam satu garis linear, maka kemudian apa yang keluar pun juga sama tak menimbulkan multitafsir di kalangan masyarakat.
Artinya konsistensi menjadi bagian keutamaan dalam bersikap dan melayani rakyat. Dengan demikian, tentu saja akan semakin menebalkan level kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang pada gilirannya akan berdampak positif bagi bangunan sistem pengawasan pembangunan organik yang melahirkan tetumpukan partisipasi yang bisa jadi melampaui harapan.
ADVERTISEMENT
Panggilan Baru
Pembentukan mentalitas kemandirian menjadi tawaran penting di sini untuk memproduksi personal yang memiliki eagle fighter di tengah kerasnya hidup. Contoh kecil, warga terkena PHK di musim pandemi COVID-19 ini tak lagi takut atas pandemi dengan tetap menerapkan disiplin protokol kesehatan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak) yang berlanjut tak ada ketakutan rakyat dalam anak-anaknya tetap bisa melanjutkan pendidikannya. Karena harus kita akui, belajar daring belum sepenuhnya cukup menyantuni keterbatasan dalam aspek luas yang mendera.
Semoga menteri baru membawa harapan baru mampu membalik kemurungan menjadi keriangan, dari egois menjadi gotong royong dan dari pesimis ke optimis juga dari individu bergeser ke kerja sama. Jangan sampai anak-anak kita karena pandemi terjebak menggumuli pada peraihan sumber-sumber ekonomi underground (pelacuran, kriminalitas, narkoba, dan sebagainya). Ini menjadi tantangan besar semua pihak untuk beriur mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan.
ADVERTISEMENT
Pemberantasan kemiskinan tak bisa berjalan sendiri. Membalik kemiskinan bukan perkara mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga perlu dilakukan penanganan secara sistematis, konsentrasi dan digotong sinergis dalam rumah segitiga ABG (academicy, bussiness dan government) menuju kemandirian warga miskin.
Penciptaan lingkungan yang memberikan peluang pada rakyat miskin juga pantas dilakukan dalam Ikhtiar memproteksi warga miskin dari penindasan dan pelemahan orang kapitalis, agar rakyat miskin tidak semakin miskin.
Ada tiga hal yang sedikitnya bisa membantu orang miskin bisa naik kelas, seperti pelatihan, pendampingan dan pemberian akses berusaha ekonomi produktif dari sumber pembiayaan pemerintah dan partikelir. Saat ini, saya bayangkan, selalu terbit sosok-sosok samaritan yang genial mengentaskan kemiskinan dari koceknya sendiri, untuk meringankan beban pemerintah.
ADVERTISEMENT
Inilah panggilan kemanusiaan dan kemanusiaan yang memanggil untuk masyarakat kecil, papa dan menderita. Mungkin kita tak perlu Malin Kundang, Robin Hood, dan Sisipus dalam kisah-kisah fiksi, tetapi kita butuh orang-orang yang berkomitmen tinggi, mengubah niat menjadi aksi konkret memberantas kemiskinan. Mencintai dan bekerja untuk masyarakat miskin menjadi bagian panasea membangun bangsa yang tak berjarak.