Merawat Bahagia Tanpa Cuti Bersama

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
Konten dari Pengguna
7 Desember 2020 9:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cuti tenang Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cuti tenang Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Bagi pekerja, termasuk PNS maupun swasta punya yang namanya kewajiban dan hak. Soal kewajibannya sudah jelas, salah satunya bekerja secara profesional dan menjaga nama besar korps maupun netralitas, sedangkan menyangkut hak, salah satu poin penting di sini yakni hak cuti, termasuk cuti bersama.
ADVERTISEMENT
Tahun ini, para pekerja sedianya peroleh cuti bersama kala lebaran idul fitri, tapi tak diberikan karena pandemi covid, kemudian cuti tersebut akan diberikan ganti pada akhir tahun ini juga, namun lagi-lagi, pandemi masih jauh dari kata selesai, maka kemudian cuti bersama itu pun ditiadakan. Hal ini lebih pada bagian cinta pemerintah atau negara kepada rakyatnya, agar terhindar dari kerumunan libur panjang, dan terlebih sekali lagi pandemi belum juga pergi dari negeri ini.
Soal cuti bersama yang teranulir, sesungguhnya bukan harga mati. Karena cuti tersebut akan diberikan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan segala sesuatu menyangkut kebaikan bersama. Praktik ini bukan berarti pemerintah mengurangi atau menghilangkan hak atau jatah pekerja dalam menikmati hak cutinya, tetapi justru sebaliknya, pemerintah merasa berkewajiban memberikan layanan terbaik bagi rakyatnya, termasuk melindungi pekerja ini agar tidak terhirup agresi pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Jika situasi dalam keadaan normal tanpa pandemi COVID-19, kita memastikan pemerintah memberikan cuti bersama lebaran maupun akhir tahun. Hal ini bisa kita tengok kembali pada pengalaman masa sebelumnya yang tetap menyorong hak-hak pekerja, termasuk cuti bersama.
Pengurangan atau peniadaan cuti bersama bagi pekerja, karena pemerintah melihat urgensi dan atau kedaruratan situasi sekarang ini. Pandemi masih saja mengintai di mana-mana, kapan saja. Maka kemudian, praktik protokol kesehatan menjadi penting ditegakkan kalau tak ingin korban berjatuhan.
Karena, bukan soal kerumunan atau pengumpulan masa banyak, tapi ketika kita berkumpul lebih banyak lupa atau teledor untuk menegakkan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak). Ini yang kita khawatirkan bahkan takutkan. Bukan saja kita menegaskan bahwa pandemi itu bahaya, tetapi pandemi ini memang betul-betul berbahaya. Maka edukasi dan teladan menjadi cara kita mendampingi rakyat.
ADVERTISEMENT
Bagi para pekerja, sudahlah tak usah mengejar soal cuti bersama, Jauh akan lebih baik bagaimana kita memanfaatkan waktu yang ada dengan tanpa cuti bersama ini secara efektif. Kita tak perlu menuding pemerintah, menyalahkan negara atas penghapusan cuti bersama ini. Kita ikhlaskan waktu cuti bersama kita yang terpenggal, namun hanya demi keselamatan dan kesehatan rakyat yang jauh lebih mutlak penting.
Jika kita mau berpikir panjang, dengan tanpa cuti bersama, maka praktis anggaran pesiar, belanja, makan kala pesiar bisa dialihkan pada pos dana kebutuhan lainnya yang lebih mendesak dan penting. Di sini kita bisa mengajarkan anak-anak kita menabung dan menggunakan waktu secara baik.
Zeronya cuti bersama tahun ini, tentu bisa kita manfaatkan dengan memanfaatkan waktu untuk melakukan hal produktif dan konstruktif juga, misalnya menulis, melukis, belajar IT, dll. Siapa tahu, absennya cuti pandemi justru melahirkan tak sedikit bakat-bakat baru dalam dunia modeling, broadcasting, singing, dan lain-lain, yang semuanya bisa dilatih lewat dunia virtual, on line.
ADVERTISEMENT
Jangan pernah kita menanyakan apa yang diberikan negara buat kita, tapi mesti sebaliknya apa yang dapat kita sumbangkan pada negara? Musim pandemi ini, salah satunya dengan cara merelakan hak cuti kita terpangkas. Selain dengan tetap saling mengingatkan, mengajak, kampanye dan praktik melawan pandemi COVID-19.
Adaptif dan Inovatif
Apa yang bisa kita berikan pada negara? Waktu, tenaga, pikiran bisa menghela dan merawat keberlangsungan negeri ini tak membuat fitnah, hoaks, hate speech, provokasi maupun kebohongan lainnya. Terpenting semua mewakafkan diri untuk menjaga kerukunan, kedamaian, gotong royong dan toleransi berperang mengusir pandemi.
Sudahlah, lupakan soal liburan, tentang piknik atau menyangkut kumpul-kumpul bersama kawan-kawan, seru berimpit dengan teman-teman. Penting bagi kita mengingat pandemi, bahaya pandemi, dampak pandemi, penularan pandemi bahkan penyebarannya, tapi tentu saja kita tak perlu pesimis. Kita harus percaya diri dan optimis, dengan kebersamaan kita bisa mengenyahkan pandemi.
ADVERTISEMENT
Ketika kita rela bertahan tanpa cuti bersama maka menjadi eloklah sikap mental kita, karena dengan cara itu sekurangnya kita memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19. Hal ini jauh lebih berkualitas ketimbang melewatkan cuti tapi semakin membuat negeri nasib negeri di bibir COVID-19.
Dengan tangan terbuka menerima ketiadaan cuti bersama, tak melakukan pesiar, tak bepergian dan tidak berkumpul menjadi aksi nyata bela negara. Karena selama ini kita secara bersama sedang berjuang keras melawan serangan covid-19. Sudah tak sedikit anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk menghadapi dan mengatasi pandemi ini.
Maka menjadi kewajiban kita bersama untuk gayung bersambut urun angan dan turun tangan menghalau pandemi COVID-19. Di sinilah kita ditantang menjadi sosok peduli dan mau berbagi. Menjadi adaptif dan inovatif meringkus alienasi. Maka kemudian, akan menjadi kemenangan bersama seluruh rakyat dengan tanpa merayakan cuti bersama, tapi kita jauh lebih selamat dan aman, lebih sehat dan bersahabat. Bahagia itu sederhana, meski tanpa cuti bersama.
ADVERTISEMENT