Meruangkan Peduli Membangun Masyarakat Inklusif

Marjono
Bukan arsitek bahasa, tidak pemuja kata, bergumul dalam kerumunan aksara
Konten dari Pengguna
30 Maret 2021 18:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Marjono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menyentuh dan peduli masyarakat inklusif, berarti kita sedang berupaya mewujudkan masyarakat yang mampu menerima berbagai bentuk keberagaman dan keberbedaan. Konsep keberagaman bukan hanya tentang perbedaan, namun mencakup penerimaan dan penghormatan. Yakni bagaimana kita mengakomodasi kepentingan berbagai kelompok masyarakat yang berbeda-beda, termasuk kawan-kawan difabel/ disabilitas, dalam suatu tatanan maupun infrastruktur.
ADVERTISEMENT
Membangun inklusivitas harus dimulai dari bawah, agar masyarakat dapat memahami dan peduli terhadap perlindungan dan aksesibilitas bagi disabilitas. Dalam panduan fasilitasi desa inklusif yang diterbitkan Kementerian Desa, PDTT, memuat 9 (sembilan) indikator dalam pembangunan desa inklusi yang ramah bagi difabel, yaitu: membangun perspektif disabilitas dalam ke-hidupan bermasyarakat dan berdesa; mengorganisir difabel dan membentuk kelom-pok difabel desa untuk membangun keper-cayaan diri difabel.
Indikator berikutnya, seperti membangun kemandirian dan martabat difabel di desa; mampu memberdayakan kaum difabel di bidang politik dan ekonomi; membangun aksesibilitas, infrastruktur, layan-an publik desa sekaligus memberikan pema-haman berinteraksi dengan difabel; dan menyiapkan regulasi desa yang berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan difabel sebagai dasar legalisasi kelompok difabel desa melalui surat keputusan kepala desa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menyiapkan rencana pembangunan desa berperspektif disabilitas; pembangunan sistem informasi desa terkait data difabel sebagai dasar penyusunan perencanaan; serta Mendirikan forum penduduk desa dan menghidupkan semangat inklusivitas dalam berdesa, juga menjadi bagian indikator yang penting kita hela.
Bertolak dari rambu-rambu di atas, kita berharap difabel atau dalam bahasa perundangan disebut disabilitas dapat memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pembangunan, baik pada saat perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasinya.
Terkait pemenuhan hak kaukus disabilitas, Pemprov Jateng telah menetapkan regulasi tentang pemenuhan hak-Hak mereka hingga pengaturan implementasinya. Di sini kaum disabilitas dipandang dari berbagai aspek, baik itu aspek kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, politik, hukum, keolahragaan, kepariwisataan dan lain-lain yang tentunya hal ini tidak lepas dari ketersediaan aksesibilitas bagi disabilitas.
ADVERTISEMENT
Pemprov Jateng, melalui Dinas terkait telah mengalokasikan kegiatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial tersebut dilaksanakan dengan menggunakan dua sistem, yaitu: penanganan berbasis kelembagaan dan penanganan berbasis ma-syarakat.
Penanganan berbasis kelembagaan dilaksanakan oleh 27 Balai Rehabilitasi Sosial dan 25 Unit Rehabilitasi Sosial yang tersebar di 35 kabupaten/kota serta Panti Sosial Masyarakat di Jateng. Khusus untuk penanganan kepada teman disabilitas dilaksanakan di Balai rehabilitasi Sosial, antara lain di Kabupaten Kudus, Kota Surakarta, Kabupaten Temanggung, Pemalang, Purworejo Sragen, Demak dan Klaten.
Strategi yang dikembangkan provinsi ini dalam menangani masyarakat disabilitas, yaitu dengan meningkatkan dan memperluas jangkauan pelayanan. Ini dilaksanakan terutama dengan mengembangkan jaringan kemitraan dengan LSM/Orsos dan dunia usaha, meningkatkan peran keluarga dan masyarakat, serta partisipasi disabilitas itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Yang pasti terus berusaha untuk mewujudkan Jateng sebagai Provinsi Ramah Disabilitas, yang menerapkan sistem pembangunan daerah yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, keluarga dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk pemenuhan hak hak disabilitas.
Terkait pemenuhan hak-hak masyarakat disabilitas ini, selalu melibatkan komunitas mereka dalam perencanaan pembangunan daerah. Setiap pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dari mulai tingkatan paling bawah hingga tingkat provinsi kami selalu mengundang komunitas disabilitas untuk memberikan usulan, masukan dan ide dalam rangka membangun Jateng.
Provinsi di bawah komando Ganjar Pranowo ini juga melibatkan masyarakat disabilitas dalam penanganan penanggulangan bencana di Jawa Tengah. Kelompok ini kita libatkan dalam respon kemanusiaan, seperti pada pendataan awal longsor Purworejo, dapur umum banjir Kudus, pendataan distribusi bantuan non pangan dan cash transfer Sukoharjo, penanganan banjir bandang Magelang,
ADVERTISEMENT
Best Practice
Begitu pula dilibatkan dalam berbagai kegiatan pelatihan dan perencanaan penanggulangan bencana yang diselenggarakan oleh BPBD. Kawan disabilitas juga didorong untuk berprestasi melalui olahraga. Tak sedikit disabilitas yang berprestasi di ajang Paralimpic Games dan diberikan bantuan uang pembinaan .
Demikian halnya dalam hal ketenagakerjaan. Undang-Undang (UU) 8/ 2016 tentang Penyandang Disabilitas, mengamanatkan adanya kesetaraan tenaga kerja penyandang difabel. Pasal 53 regulasi tersebut mewajibkan perusahaan mempekerjakan tenaga kerja difabel sebanyak 1% dan bagi pemerintah, pemda, BUMN dan BUMD, sekurang-kurangnya 2% dari jumlah pekerja. Oleh karena itu, kami terus mendorong BUMD untuk memberikan ruang bekerja bagi masyarakat disabilitas. Pelatihan dan pendampingan kewirausahaan bagi difabel juga kami lakukan agar mereka semakin berdaya dan semakin mandiri.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan hal tersebut, kita selalu mendorong agar semua tempat pelayanan publik di Jateng ramah disabilitas. Bahkan Kantor Gubernur Jateng sudah disetting sedemikian rupa agar ramah disabilitas. Jadi, di samping tangga masuk Kantor Gubernur dilengkapi dengan jalan khusus untuk memudahkan teman-teman disabilitas masuk ke Kantor Gubernur.
Menjadi difabel bukan berarti tidak berdaya. Banyak sekali kita jumpai kawan seperti ini yang sukses di berbagai bidang. Ada yang sukses menjadi pengusaha, pebisnis on line, menjuarai olimpiade sains, berprestasi di bidang olah raga, ASN, politisi, dan lain-lain.
Best practice itu adalah Fanny Evrita Rotua Ritonga, penyandang disabilitas daksa yang memiliki bisnis produk kecantikan; Angkie Yudistia, seorang sociopreuneur penyandang disabilitas rungu pendiri Thisable Enterprise (pusat pemberdayaan ekonomi kreatif bagi difabel) yang sukses menjalankan bisnisnya dan sekarang menjadi staf khusus presiden. Ada juga Habibie Afsyah yang sukses sebagai pebisnis on line, atau Pak Tarjono Slamet yang sukses menjadi produsen aneka mainan edukatif, dan masih banyak contoh lainnya. Mereka bahkan tidak hanya menghidupi diri dan keluarganya, tetapi memberikan kesempatan kerja bagi orang lain.
ADVERTISEMENT
Perwujudan pemenuhan hak-hak kaum disabilitas menjadi tanggung jawab bersama Pentahelix (pemerintah, dunia usaha, kampus, masyarakat dan media) dan tentu saja ditopang kelompok disabilitas sendiri. Ini harus disadari, karena berbagai upaya yang telah, sedang dan akan terus dilakukan tidak akan berhasil optimal tanpa dukungan dan peran aktif dari kawan-kawan disabilitas sendiri. Itulah kemudian, “Bekerja untuk bergeser menjadi bekerja dengan penyandang sisabilitas.” Inilah penghormatan dan bagian kesetaraan atas keberagaman dan keberbedaan.